PERTEMUAN IV (DIMENSI KELOMPOK DALAM KONSELING)


Dimensi dalam bab ini dimaksudkan sebagai sesuatu yang menjadi again dari keberadaan layanan konseling kelompok, dengan kata lain, dimensi di sini dapat diartikan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi kualitas konseling kelompok sebagai sebuah layanan konseling. Dengan memperhatikan setiappendekatan yang dipakai oleh konselor dalam membentuk sebuah kelompok dalam konseling, Dimock (Posthuma, 1996: 34) mengidentifikasi ada lima dimensi dalam konseling kelompok, yaitu (1) iklim, (2) interaksi, (3) keterlibatan, (4) kohesi dan produktivitas. Dimensi tersebut diuraikan sebagai berikut:

Iklim kelompok 

Konseling kelompok dilakukan dengan melibatkan banyak individu, dimana setiap individu mempunyai kesukaan dan kebiasaan masing-masing. Kebiasaan-kebiasaan tersebut biasanya berhubungan dengan ruangan pribadi, ruang keluarga atau tempat rekreasi dan sebagainya. Setiap individu menginginkan apa yang menjadi kesenangannya tersebut selalu melekat dalam kesehariannya. Dengan menggunakan alasan yang sama, maka seorang konselor yang memberikan layanan konseling kelompok (pemimpin) harus mampu menciptakan iklim kelompok yang menyenangkan sebelum konseli datang. Karena seperti diungkapkan oleh Barris (Posthuma (1996), bahwa lingkungan dapat memengaruhi individu dalam tiga hal; mengembangkan minat dan nilai, performent berkomunikasi dan keterlibatan aktif yang berpengaruh pada proses konseling selanjutnya.

Pertimbangan ini seperti disampaikan oleh Gladding (1991), dan Palazzolo (1981) bahwa lingkungan sekitar dimana konseling kelompok dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap jalannya proses konseling. Sayangnya, aspek-aspek tersebut seringkali menjadi aspek yangsering kali dikesampingkan oleh pemimpin kelompok. Beberapa konselor dalam konseling kelompok sering tidak memperhatikan pentingnya lingkungan sekitar dalam kaitan keseluruhan dari proses konseling kelompok. Atau ada yang memperhatikan hal ini, akan tetapi terkesan dipaksakan, tidak menjadi suatu kebiasaan, dan akan terabaikan ketika hal itu berada di luar perhatian mereka. Padahal, semestinya seorang konselor dalam konseling kelompok mestinya selalu memperhatikan lingkungan, tidak hanya hangat di permulaan saja.

Bagian penting yang harus diperhatikan oleh seorang konselor adalah yaitu faktor lingkungan, lingkungan disini dikolompokkan menjadi dua macam yaitu

1. Faktor linkungan fisik dan
2. Faktor lingkungan emosi.

Faktor lingkungan fisik

Faktor lingkungan fisik sangat memengaruhi sukses tidaknya proses konseling kelompok yang termasuk dalam lingkungan fisik tersebut ialah; (1) temperature suhu; (2) ruang (space) (3) setting tempat duduk; (4) jenis tempat duduk; (5) level; (6) penataan formasi; dan (7) suara.

Temperatur suhu

Sebuah keniscayaan bahwa seseorang selalu menyenangi atau beraktivitas pada ruang yang mempunyai ventilasi udara yang baik, sehingga suhunya berada pada posisi yang ideal. Walaupun dalam sebuah konseling kelompok terkadang terjadi perbedaan pilihan atas suhu ruang yang disukai, ada yang suka dingin, tapi kadang ada juga orang yang mengalami pusing kepala jika berada di ruang dingin (ber-AC). Menghadapi situasi seperti ini seorang konselor konseling kelompok harus dapat mengambil keputusan yang mewakili semua kepentingan anggota kelompoknya. Apalagi jika anda adalah seorang konselor yang sedang mengembangkan sebuah kelompok yang mempunyai banyak aktivitas fisik, maka desain suhu ruang yang dingin akan mendukung aktivitas tersebut, sehingga anggota kelompok anda tidak mengalami kelelahan akibat suhu ruang yang panas. Sebaliknya jika kelompok yang anda bentuk tidak banyak melibatkan aktivitas fisik, maka suhu ruang yang dingin akan mengundang rasa kantuk dan malas anggota kelompok anda. Disinilah seorang pemimpin kelompok·dituntut mempunyai kreativitas dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi anggota dan lingkungan di mana konseling itu dilakukan.

Ruang (space)

Seberapa banyak ruang yang tersedia dan bagaimana ruang tersebut ditata merupakan hal yang sangat urgen dalam membentuk sebuah kelompok dalam konseling. Levine (Posthuma (1996) mengatakan bahwa ruangan di mana kelompok mengadakan pertemuan dan bagaimana ruangan tersebut didesain dapat memperbesar atau mengurangi perhatian anggota kelompok. Oleh karena itu, sebuah konseling kelompok mesti dilakukan dalam setting ruang yang ideal, yaitu suatu ruang dapat memungkinkan semua anggota kelompok tertampung dengan nyaman, mempunyai ruang gerak yang leluasa, jauh dari kebisingan, nyaman, tenang dan berbagai atribut lain yang mewakili suasana batin yang tenang bagi terlaksananya sebuah sesi konseling kelompok.

Setting tempat duduk

Bagaimana dan dimana konseli duduk merupakan isu penting yang harus diperhatikan oleh seorang konselor. Dalam hal ini, bagaimana dan dimana konseli duduk sangat ditentukan oleh bagaimana seorang konselor mengatur tempat duduk ditempat konseling mereka. Termasuk dalam urusan ini juga adalah bagaimana posisi duduk konseli, apakah mereka duduk bersandar, condong kedepan dan sebagainya, lntinya adalah bahwa sedapat mungkin konseli kita harus bisa duduk dalam posisi nyaman, dan posisi tersebut tidak memengaruhi kondisi psiko1ogisnya. Atau tegasnya, buatlah konseli anda duduk dalam posisi duduk sehat, juga dalam posisi yang enak di antara teman anggota kelompok lainnya.

Jenis tempat duduk

Jenis tempat duduk, juga merupakan niali tambah sukses atau tidaknya sebuah proses konseling kelompok .secara umum, kita mengenal dua jenis tempat duduk, yaitu tempat duduk yang keras dan lembut. Akan tetapi jika melihat dari ragam kursi yang ada di pasaran sekarang ini, kita mengenan kursi sofa, kursi dengan bantalan, kursi bantal dan sebagainya. Penggunaan berbagai jenis kursi tersebut akan terkait dengan tingkat keakraban yang terbentuk antar anggota kelompok, karena biasanya jenis kursi akan menentukan formasi tempat duduk anggota kelompok. Jenis kursi apapun yang menjadi pilihan konselor, satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa setiap anggota kelompok bisa berinteraksi dengan anggota lainnya dengan dinamis. Dinamisasi ini akan berpengaruh terhadap kualitas hubungan batin yang terjalin antar anggota kelompok, dan hal yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana seorang konselor mendesain tempat duduknya dengan menghindari kesan formal.

Level

Ketika kita menggunakan tempat duduk yang berbeda dalam sebuah konseling kelompok, kadang-kadang perbedaan ini akan berakibat pada munculnya kesan membedakan level antar anggota kelompok. Sebagai contoh, jika konselor memilih tempat duduk yang tinggi, kemudian konseli berada di tempat duduk rendah, maka suasana kelompok terkesan terdominasi oleh seseorang, jika hal ini terjadi maka tidak mengherankan tujuan konseling kelompok sulit terpenuhi, selanjutnya kelompok konseling cenderung dipersepsikan sebagai kelompok pada umumnya, untuk menyiasatinya sebelum konselor mengambil tempat duduk konselor hendaknya menggunakan felling talk memilih tempat seakan dirinya adalah anggota kelompok, hal itu bermaksud menigkatkan kenyamanan anggota kelompok bahwa konselor tak ubahnya seperti anggota-anggota lainnya, kendatipun demikian disadari atau tidak oleh anggota kelompok, sesungguhnya kelompok mereka dikomandoi/ dipimpin oleh seseorang yang sebut dengan konselor.

Penataan formasi

Penataan formasi tempat duduk sangat besar pengaruhnyaterhadap keberhasilan sebuah konseling kelompok. Penataan formasi sangat menentukan bagaimana interaksi kelompok tersebut akan ierbentuk. ltulah sebabnya, seorang konselor dituntut mampu membuat formasi tempat duduk untuk anggota kelompoknya, dimana dalam pengaturan tersebut sedapat mungkin memberikan peluang kepada semua anggota kelompok untuk berinteraksi yang multi-arah. Ada dua formasi umum yang biasa dipakai dalam pengembangan konseling kelompok, yaitu formasi lingkaran dan formasi kotak, atau kreasi dari kedua formasi tersebut

Suara

Semua proses konseling mensyaratkan tidak ada gangguan suara dari luar. Keberadaan suara yang gemerisik yang menyelinap masuk dalam ruang konseling akan membuyarkan konsentrasi konseli. ltulah sebabnya, sedapat mungkin seorang konselor mesti bisa mengeliminasi suara-suara yang dapat mengganggu proses konseling.

Faktor lingkungan emosi

Selain faktor fisik seperti telah diuraikan sebelumnya, faktor emosi juga merupakan dimensi konseling kelompok yang juga sangat besar pengaruhnya. Karena bagaimanapun, proses konseling adalah sebuah interaksi yang banyak melibatkan emosi. Seseorang dapat terlibat secara penuh dalam konseling kelompok karena keterlibatan emosinya. Betuk-bentuk emosi yang dimaksud dalam konseling kelompok yaitu (1) general mood); (2) mood pemimpin kelompok; (3) mood kelompok; (4) mood anggota kelompok.

General mood

Bagaimanapun, secara umum keadaan emosional dalam kelompok sangat dinamis, kadang naik dan kadang-kadang juga turun. Perubahan keadaan secara umum ini diakibatkan oleh faktor keadaan emosional para anggota kelompok. Keadaan ini akan terus berlanjut, mengikuti setiap sesi pertemuan kelompok, yaitu mulai sesi pertama, kedua ketiga dan seterusnya sesuai dengan desain yang telah diprogramkan. Dalam kaitan ini, pemimpin kelompok harus dapat mengantisipasi jangan sampai keadaan emosi kelompok secara umum mengganggu proses dan keadaan emosi masing-masing individu anggota kerompok.

Mood pemimpin kelompok

Penting untuk disadari, bahwa pemimpin kelompok mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberlangsungan proses konseling kelompok. Pengaruh tersebut, termasuk di dalamnya adalah dalam memberikan warna suasana emosional yang tercipta dalam kelompok. Jika seorang konselor atau pemimpin kelompok terbuka, antusias, peduli, maka konselor mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk dapat menciptakan suasana emosi kelompok yang kondusif untuk terjadinya proses konseling dengan baik. Sebaliknya, jika seorang konselor atau pemimpin kelompok mempunyai sikap yang tertutup, acuh, maka sulit kiranya untuk menciptakan situasi kelompok yang baik. ltulah sebabnya, seorang konselor atau pemimpin kelompok dituntut untuk dapat mengembangkan iklim emosi diri yang baik, sehingga iklim yang baik tersebut dapat ditularkan kepada anggota kelompoknya.

Mood kelompok

Mood kelompok disini diartikan sebagai satu kesatuan yaitu seluruh yang terhimpun dalam kelompok konselor, ko-konselor dan anggota dalam kelompok merupakan perpaduan dalam suatu himpunan yang kuat yang disebut konseling kelompok, Keadaan lingkungan kelompok sangat ditentukan keadaan mood dari kelompok itu sendiri. Oleh karena itu, pemimpin kelompok harus mampu menciptakan mood kelompok yang kondusif. Kondusivitas keadaan emosi kelompok ini sangat bergantung bagaimana keadaan emosi masing-masing individu yang menjadi anggota kelompok tersebut. Hal ini dapat dipahami; karena situasi bersama sangat diwarnai oleh individu yang menjadi bagian dari kebersamaan tersebut. Dalam kaitan ini, labeling terhadap keadaan mood para anggota tidak disarankan, karena labeling hanya akan menjadi anggota kelompok untuk cenderung bertahan pada label-label tersebut.

Mood anggota kelompok

Tidak dapat dipungkiri, bahwa sebelum bergabung dalam konseling kelompok, anggota kelompok berasal dari berbagai latar belakang yang menyebabkan mereka mempunyai karakteristik yang berbeda. Pengukuran terhadap keadaan ini sangat disarankan, karena dengan pengukuran ini seorang konselor akan mempunyai pengetahuan terhadap peta emosi para anggota kelompoknya. Hal yang juga harus mendapat penekanan adalah bahwa konselor mesti mengakui dan menghargai perbedaan tersebut, yang harus dilakukan adalah bahwa dengan perbedaan tersebut konselor dapat menyusun berbagai pendekatan interpersonal yang berbeda kepada masing-masing individu sesuai dengan kecenderungan emosi masing-masing.

INTERAKSI

Dalam sebuah konseling kelompok, interaksi sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan proses dan hasil. Ltulah sebabnya, konselor harus mempunyai skill yang memadai untuk menciptakan interaksi yang multi arah antar sesama anggota kelompok. lnteraksi multi arah tersebut harus terjadi antara konselor dan anggota, juga antara anggota yang satu dengan anggota yang lain. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kualitas interaksi yang terjadi dalam sebuah proses konseling kelompok, yaitu skill dari konselor; ukuran kelompok yang dibentuk oleh konselor; juga keaktifan anggota untuk terlibat secara suka rela dalam proses konseling kelompok. Selain itu faktor setting lingkungan juga mempunyai pengaruh yang signifikan.

KETERLIBATAN

Menjadi anggota dalam sebuah konseling kelompok, tidak serta merta menjadikan seseorang mempunyai keterlibatan yang tinggi dalam kelompok. Banyak anggota kelompok yang tidak pernah ketinggalan dalam semua aktivitas yang dilakukan oleh kelompoknya dalam hal ini aktif, akan tetapi mereka tidak mampu menyumbangkan dirinya secara utuh untuk terlibat secara total, yaitu terlibat dalam aktivitas fisik dan nonfisik. Ketika konseli tidak terlibat secara penuh dalam kegiatan kelompok, maka proses konseling tidak akan berjalan secara maksimal. Padahal, kemaksimalan proses akan memengaruhi maksimal atau tidaknya hasil konseling. Dengan demikian, jika kita menginginkan hasil yang maksimal, maka konselor wajib dapat melibatkan konseli secara total, yaitu hadir dengan segenap fisik dan jiwanya.

KOHENSI

Kohesivitas dalam kelompok menggambar ikatan bersama yang terjadi antar anggota dalam sebuah kelompok agar mereka dapat· mempertahankan komitmen yang telah disepakati bersama. Piezon, Sunarya, A. (Kurnanto, E, 2013: 99) menyebutkan bahwa kelompok yang kohesiv membutuhkan tanggung jawab yang tinggi, dorongan kelompok untuk berdiskusi, kepastian tiap anggota untuk mendapatkan timbal balik yang bermakna, terdapat penghargaan terhadap performa kelompok, bandingan kinerja dengan kelompok lain, dan tersusun atas validasi sosial. Sementara itu, Forsyth, (Kurnanto, E, 2013: 99) mengatakan bahwa kohesivitas kelompok bukan hanya sekedar sebuah kesatuan atau keakraban antar anggota kelompok, tetapi sebuah proses yang kompleks sehingga memengaruhi hubungan interpersonal dan proses dalam kelompok. Dengan demikian, kohesiv atau tidaknya sebuah kelompok bisa diamati dari karakteristik kelompok itu sendiri.

Menurut Sumadi Suryabrata, (Kurnanto, E, 2013: 99 – 100) kelompok yang kohesif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Setiap anggota kelompok mengenakan identitas yang sama.
  2. Setiap anggota kelompok mempunyai tujuan dan sasaran yang sama.
  3. Setiap anggota kelompok merasakan keberhasilan dan kegagalan yang sama
  4. Setiap anggota kelompok saling bekerjasama dan berkolaborasi.
  5. Setiap anggota kelompok memiliki peran keanggotaan.
  6. Kelompok mengambil keputusan secara efektif.
Dalam konseling kelompok, menciptakan kohesitas adalah sebuah keniscayaan. Agar kelompok dapat kohesif, menurut Forsyth (2010: 122 - 127) maka harus didukung beberapa faktor sebagai berikut: (1) ketertarikan kelompok. (2) stabilitas keanggotaan, (3) ukuran kelompok, (4) ciri-ciri struktural kelompok, dan (5) permulaan kelompok.

PRODUKTIVITAS

Produktivitas kelompok dalam konseling menggambarkan sejauh mana kelompok dapat mencapai tujuan dan sasaran bersama. Kondisi tersebut tidak tercipta begitu saja, akan tetapi melalui sebuah proses dan upaya yang gigih dari semua unsur yang terlibat dalam kelompok tersebut. Guna menciptakan konseling kelompok yang produktif, maka seorang konselor dituntut untuk dapat membangun kelompok yang seideal mungkin, sehingga kelompok tersebut akan menjadi media bagi para anggotanya untuk memecahkan masalah secara bersama. ldealitas kelompok tersebut tentu saja diukur berdasarkan kerangka kerja yang digunakan dalam mengelola kelompok tersebut, yaitu suatu landasan teoritis yang diyakini oleh konselor kelompok. Penggunaan kerangka dasar ini perlu ditekankan, dikarenakan masing-masing teori mempunyai standar tersendiri dalam pengelolaan kelompok. Di sinilah pentingnya seorang konselor kelompok mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai terkait dengan teori-teori konseling kelompok.

References

Adhiputra, N (2015) “konsling kelompok teori dan aplikasi”. Yogyakarta: Media Akademik.
Berg, R., Landreth, G, L., & Fall, K, A., (2006) “group counseling concepts and procedures. Fourth edition New York: Brunner-Routledge
Brown, N.W (1994) “ group counseling for elementary and middle school children”. Connecticut London: Praeger
Corey, G. (2012) “Theory & Practice of Group Counseling”. Eighth Edition. Canada: Cengage Learning
Jacobs, ED.E., Masson, R., Harvill, R., Schimmel, C, J. (2009) “ group counseling strategi and skiils”. Canada: Linda Schreiber-Ganster.
Kurnanto, E. (2013) “ Konseling Kelompok”. Alfabeta. Bandung
Latipun. (2006) “Psikologi Konseling”. Malang: UMM Press
Rusmana, N. (2009) “ Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah Metode, Teknik dan Aplikasi. Bandung: Rizke Press
Sonstegard, M., Bitter, J, R., & Pelonis, P. (2004) “ Adlerian Group Counseling and Therapy Step-by Step. New York: Brunner-
Share this article :
 

1 komentar :

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muhamad Hamdi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger