Perkembangan teori kepribadian pada abad ke XX lebih menitikberatkan pada konsep sosial yaitu tokohnya Alfred Adler, Karen Horney, Erich Fromm, Harry Stack Sullivan. Konsep teori kepribadian dari ke empat tokoh tersebut dapat diambil perannya dalam melengkapi teori-teori kepribadian yang lahir terlebih dahulu. Alfred Adler dengan gagasannya yang kuat terhadap konsep sosial, maka ia
dipandang sebagai bapak ”pandangan psikologi sosial yang baru”.
Sejarah singkat
Alfred Adler lahir di pinggiran kota Wina pada tanggal 7 Februari 1870 dalam keluarga Yahudi, dan meninggal di Aberdeen, Skotlandia pada tahun 1937 pada
waktu ia mengadakan perjalanan keliling untuk memberikan ceramah. Ia meraih gelar dokter pada tahun 1895 dari Universitas Wina. Ia anak kedua dari enam bersaudara. Dia tumbuh dalam lingkungan dimana orang-orang memiliki berbagai jenis latar belakang kehidupan, Adler menghabiskan masa kecilnya bermain dengan teman-teman sebayanya termasuk anak-anak Yahudi dan bukan Yahudi keduanya kalangan menengah dan kalangan bawah. Tampak seperti perjalanan panjang
dengan berbagai aspek sosial kepribadian yang bersumber dari pengalamannya sejak awal.
Orang-orang yang telah berjasa melengkapi teori psikoanalisis dengan pandangan psikologi sosial abad XX terdapat empat orang , yakni Alfred Adler, Karen Horney, Erich Fromm, dan Harry Stack Sullivan. namun mengingat kapasitas tempat dengan tidak mengurangi kadar keseimbangan tempat bacaan dan benang merah masing-masing pandangan maka, pada kesempatan ini akan diuraikan pandangan Alfred Adler yang mungkin dianggap bapak "pandangan psikologi sosial yang baru" karena sudah sejak tahun 1911 ia berpisah dengan Freud karena persoalan mengenai teori seksualitas, dan mulai mengembangkan teori di mana minat sosial dan perjuangan ke arah superioritas menjadi dua pilar konseptualnya yang paling penting. Horney dan Fromm melawan dengan gigih psikoanalisis yang
terlalu berorientasi pada insting dan mempertahankan relevansi variabel-variabel psikologi sosial terhadap teori kepribadian. Harry Stack Sullivan dalam teorinya tentang hubungan-hubungan antar pribadi mengukuhkan pendirian teori kepribadian yang berlandaskan proses-proses sosial. Meskipun masing-masing
teori itu memiliki pandangan dan konsepnya sendiri, namun ada banyak persamaan di antara mereka sebagaimana telah dikemukakan oleh berbagai penulis
(James, 1947; Ansbacher, 1956).
Ciri pertama teori kepribadian Adler bahwa manusia pada mulanya dimotivasikan oleh dorongan-dorongan sosial dan bukan dorongan seksual seperti yang dikatakan Freud. Dorongan sosial adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, meskipun tipe-tipe khusus hubungan dengan orang dan pranata-pranata sosial yang
berkembang ditentukan oleh corak masyarakat tempat orang itu dilahirkan. Dalam satu segi, pandangan Adler sama-sama bersifat biologis seperti Freud dan
Jung. Ketiganya berpendapat bahwa seseorang mempunyai kodrat inheren yang membentuk kepribadiannya. Freud menekankan seks, Jung menekankan pola-pola
pemikiran primordial, serta Adler menekankan minat sosial.
Ciri kedua dari Adler bagi teori kepribadian adalah konsepnya mengenai diri yang kreatif. Tidak seperti ego Freud, yang terdiri dari kumpulan proses
psikologis yang melayani tujuan insting-insting. Diri yang kreatif merupakan sistem subjektif yang sangat dipersonalisasikan, yang menginterpretasikan danmembuat pengalaman-pengalaman organisme penuh arti. Diri kreatif mencari pengalaman-pengalaman yang membantu pemenuhan gaya hidup sang pribadi yang unik, apabila pengalaman-pengalaman ini tidak ditemukan di dunia, maka diri akan berusaha menciptakannya.
Ciri ketiga psikologi Adler yang membedakannya dari psikoanalisis klasik, bahwa setiap orang merupakan konfigurasi unik dari motif-motif, sifat-sifat,
minat-minat dan nilai-nilai; setiap perbuatan yang dilakukan orang membawa corak khas gaya hidupnya sendiri. Manusia berusaha berjuang mengembangkan gaya hidup unik, dan dorongan seksual memainkan peranan yang kecil. Sebenarnya, cara orang memuaskan kebutuhan-kebutuhan seksualnya ditentukan oleh gaya
hidupnya, bukan sebaliknya.
Menurut Adler mahluk hidup adalah suatu kesatuan sosial yang tidak dapat dipiahkan. Mereka menghubungkan dirinya dengan orang-orang lain disekitar mereka
dalam usaha kerja sama sosial, menempatkan kesekjahteraan umum diatas keinginan diri sendiri, dan mendapatkan gaya hidup yang bersifat lebih kuasa dalam
organisasi social. Adler memeiliki sumbangan pemikiran yang besar yaitu pertama, penekanan determinan sosial dari tingkah laku, kedua,
konsep tentang mengkreatifkan diri, dan ketiga, penekanan pada cirri khas dari masing-masing kepribadian.
Adler mengembangkan pokok-pokok pikirannya sehingga menjadi ciri khusus dari pemikiran Adlerian yaitu:
- Fictional finalism (Tujuan Hidup)
- Dorongan keakuan
- Perasaan rendah diri
- Dorongan kemasyarakatan
- Gaya hidup
- Daya kreatif
Pokok-pokok teori adler yang terdiri dari enam konsep pemikiran tersebatu dapat dijelaskan sebagai berikut.
a) Fictional Finalism (Tujuan hidup)
Merupakan suatu bentuk khayalan dalam usaha mencapai sasaran/tujuan yang belum tercapai. Manusia tidak dipengaruhi oleh masa lampaunya melainkan dipengaruhi oleh tujuan hidupnya. Adler dipengaruhi oleh filsafat Hans Vaihinger, dalam bukunya berjudul The Psychology of "as if" (1925), bahwa manusia hidup dengan banyak cita-cita yang semata-mata bersifat fiktif, yang tidak ada padanannya dalam kenyataan. Gambaran-gambaran fiktif ini, misalnya, "semua manusia diciptakan
sama", "kejujuran adalah politik yang paling baik", "tujuan membenarkan sarana", memungkinkan manusia menghadapi kenyataan secara lebih efektif.
Manusia lebih dimotivasikan oleh harapan-harapannya tentang masa depan daripada pengalaman-pengalaman masa lampaunya. Baik Vaihinger maupun Adler tidak
percaya pada nasib atau takdir - melainkan hadir secara subjektif atau secara mental di sini dan kini dalam bentuk perjuangan-perjuangan secara cita-cita yang mempengaruhi tingkah laku sekarang. Misalnya, apabila orang percaya bahwa ada surga bagi orang-orang saleh dan neraka bagi para pendosa, maka bisa
diandaikan bahwa kepercayaan ini akan sangat memengaruhi tingkah laku psikologisnya sekarang.
b) Perjuangan ke Arah Superioritas
Adler menegaskan bahwa superioritas bukan merupakan bentuk sosial yang terkotak-kotak, kepemimpinan, atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Tetapi
superioritas yang dimaksudkan Adler adalah sesuatu yang sangat mirip dengan konsep Jung tentang diri atau prinsip aktualisasi diri dari Goldstein. Superioritas adalah perjuangan ke arah kesempurnaan. Apakah tujuan final yang diperjuangkan oleh manusia dan yang memberikan konsistensi dan kesatuan pada kepribadian. Tujuan final manusia yakni: menjadi agresif, menjadi berkuasa, dan menjadi superior (aktualisasi diri). Dari lahir sampai mati perjuangan ke arah superioritas itu membawa pribadi dari satu tahap perkembangan ke tahap-tahap perkembangan berikutnya yang lebih
tinggi. Ia merupakan prinsip dinamik prepoten. Dorongan-dorongan, tidaklah terpisah, karena masing-masing dorongan mendapatkan dayanya dari perjuangan ke arah kesempurnaan. Adler mengakui bahwa dorongan ke arah superioritas itu dapat menjelma dengan beribu-ribu cara yang berbeda-beda, dan bahwa setiap orang
mempunyai cara konkret masing-masing untuk mencapai atau berusaha mencapai kesempurnaan.
c) Perasaan Inferioritas dan Kompensasi
Adler berpendapat bahwa perasaan rendah diri (inferiority) bukan merupakan hal yang abnormal. Dibawah keadaan normal, perasaan rendah diri dapat merupakan kekuatan penggerak yang sangat besar. Dengan kata lain jika manusia ditekan oleh keinginan untuk mengatasi rendah diri dengan keinginan menjadi superior. Usaha tersebut dapat dikatakan kompensasi. Jika seseorang mengalami gejala gangguan psikis rasa rendah diri, ia akan mengalami kompleks rendah
diri yang kemudian akan menimbulkan over kompensasi sehingga dapat diatasi dengan kompleks superior.
Adler mengemukakan ide tentang inferioritas organ tubuh dan kompensasi yang berlebihan, bahwa yang menentukan letak gangguan tertentu adalah inferioritas
dasar pada bagian itu, suatu inferioritas yang timbul karena hereditas maupun karena suatu kelainan dalam perkembangan. Selanjutnya ia mengamati bahwa orang yang mempunyai organ yang cacat seringkali berusaha mengkompensasikan kelemahan itu dengan jalan memperkuatnya melalui latihan intensif.
dasar pada bagian itu, suatu inferioritas yang timbul karena hereditas maupun karena suatu kelainan dalam perkembangan. Selanjutnya ia mengamati bahwa orang yang mempunyai organ yang cacat seringkali berusaha mengkompensasikan kelemahan itu dengan jalan memperkuatnya melalui latihan intensif.
Contoh
Theodore Roosevelt, yang lemah pada masa mudanya tetapi berkat latihan yang sistematik akhirnya menjadi orang yang berfisik tegap. Manusia didorong oleh kebutuhan untuk mengatasi inferioritasnya dan ditarik oleh hasrat untuk menjadi superior. Adler bukanlah seorang pendukung hedonisme.
Meskipun ia yakin bahwa perasaan inferioritas menyakitkan, namun ia tidak berpikir bahwa hilangnya perasaan-perasaan ini dengan demikian mendatangkan kenikmatan. Bagi Adler, tujuan hidup adalah kesempurnaan, bukan kenikmatan.
d) Minat Sosial
Minat sosial terjelma dalam bentuk-bentuk seperti kerjasama, hubungan antar pribadi dan hubungan sosial, identifikasi dengan kelompok, empati dan
sebagainya, namun makna istilah itu sendiri jauh lebih luas daripada hal-hal ini. Menurut artinya yang terdalam, minat sosial berupa individu membantu masyarakat mencapai tujuan terciptanya masyarakat yang sempurna. "Minat sosial merupakan kompensasi sejati dan yang tak dapat dielakkan bagi semua kelemahan alamiah manusia individual.". Dorongan ini sudah ada sejak lahir tetapi tidak secara spontan melainkan berkembang melalui bimbingan dan latihan.
Dorongan kemasyarakatan adalah dorongan untuk membantu masyarakat dan dorongan untuk mencapai tujuan masyarakat yang sempurna. Adler yakin bahwa minat sosial bersifat bawaan; bahwa manusia adalah makhluk sosial menurut kodratnya, bukan karena kebiasaan belaka. Akan tetapi sama seperti setiap bakat kodrati lainnya, kecenderungan yang dibawa sejak lahir ini tidak bisa muncul secara spontan, tetapi harus ditumbuhkan lewat bimbingan dan latihan. Karena ia yakin akan pentingnya pendidikan, maka Adler menyediakan banyak waktu untuk mendirikan klinik bimbingan kanak-kanak, menyempurnakan sekolah-sekolah, dan mendidik masyarakat tentang cara-cara yang tepat untuk mengasuh anak-anak. Minat kemasyarakatan menggantikan minat yang bersifat mementingkan diri.
e) Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan prinsip-prinsip idiografik Adler yang utama; itulah prinsip yang menjelaskan keunikan seseorang. Setiap orang mempunyai gaya hidup
tetapi tidak mungkin ada dua orang mengembangkan gaya hidup yang sama. ada yang pengembangan pada bentuk tubuh yaitu dengan menguatkan otot sehingga
kelihatan menjadi individu yang berotot sempurna. Gaya hidup sebagian besar ditentukan oleh inferioritas-inferioritas khusus, khayalan atau nyata yang dimiliki individu. Gaya hidup merupakan kompensasi dari suatu inferioritas khusus. Apabila anak memiliki kelemahan fisik, maka gaya hidupnya akan berwujud
melakukan hal-hal yang akan menghasilkan fisik yang kuat. Anak yang bodoh akan berjuang mencapai superioritas intelektual. Gaya hidup Napoleon yang bersifat serba menaklukkan itu bersumber pada tubuhnya yang kecil, sedangkan nafsu serakah Hitler untuk menaklukkan dunia bersumber pada impotensi seksualnya. Hal ini menjadi prinsip yang lebih dinamik dan menemukan diri yang kreatif.
Tingkah laku manusia dibentuk dari gaya hiduppnya yang dibentuk pada usia sekitar 4 – 5 tahun, kemudian berkembang sesuai dengan pengalaman-pengalamannya
dikelak kemudian hari. Gaya hidup manusia mungkin tidak berubah karena setelah manusia mendapatkan apa yang sesuai dengan keinginannya, ia akan berusaha
untuk memelihara dan mempertahankannya. Gaya hidup ditentukan oleh luasnya inferioritas-inferioritas yang istimewa. Jika anak lemah fisik, ia akan berusaha
untuk memiliki gaya hidup dan menguatkan intelektual yang tinggi.
f) Diri Kreatif
Daya kreatif merupakan konsep lanjutan yang berkembang dari gaya hidup. Isi dari daya kreatif merupakan hal yang paling berkuasa dalam struktur kepribadian
dimana daya kreatif ini terbentuk dari keturunan maupun pengalaman sehari hari. Selain itu daya kreatif meripakan prinsip yang aktif dari kehidupan manusia, merupakan jembatan antara stimulus-stimulus yang menerpa seseorang dan respon-respon yang diberikan orang yang bersangkutan terhadap stimulus-stimulus itu. Pada hakikatnya, doktrin tentang diri kreatif itu menyatakan bahwa manusia membentuk kepribadiannya sendiri. Adler menawarkan potret
manusia yang lebih memuaskan, lebih penuh harapan, dan lebih mengangkat harkat manusia. Konsepsi Adler tentang hakikat kepribadian sejalan dengan pengertian populer bahwa individu-individu dapat menjadi tuan, bukan korban dari suratan tangannya. Diri kreatif adalah ragi yang mengolah fakta-fakta dunia dan mentransformasikan fakta-fakta ini menjadi kepribadian yang bersifat subjektif, dinamik, menyatu, personal dan unik. Diri kreatif memberikan arti
pada kehidupan; ia menciptakan tujuan maupun sarana untuk mencapainya. Diri kreatif adalah prinsip aktif kehidupan manusia, dengan altruisme, humanitarianisme, kerjasama, kreativitas, keunikan, dan kesadaran, untuk mencapai kembali rasa martabat dan harga diri pada manusia yang telah dihancurkan
oleh psikoanalisis.
References
Alwisol. (2006). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
Blair,
Deirdre, Jung: A biography,
Boston: Little Brown, 2003. Shamdasani, Sonu, Jung and the
Making of modern Psychology: the dream of a science, Cambridge,
Cambridge University Press, 2003
Boeree,
C. George. (2009). Personality Theories.
Yogyakarta: Prismasophie.
Feist, Jess & Feist J. Gregory (2006). Theories of Personality. New York:
Pustaka Belajar: Penerjemah: Yudi Santoso.
Fey-Rohn,
Liliane. (1974) From Freud to Jung, New York: Putnam.
Hall,
Calvin S. & Lindzey, Gardner. (1985). Introduction
to Theorities of Personality. New York: John Wiley & Sons.
_________________, (1993). Teori-teori Psikoanalitik (Klinis). Psikologi kepribadian I.
Yogyakarta: Kanisius. Editor: A. Supratiknya.
Hamdi, M. (2016) Teori Kepribadian Sebuah Pengantar. Bandung. Alfabeta
Blair, Deirdre, Jung: A biography, Boston: Little Brown, 2003. Shamdasani, Sonu, Jung and the Making of modern Psychology: the dream of a science, Cambridge, Cambridge University Press, 2003
Boeree, C. George. (2009). Personality Theories. Yogyakarta: Prismasophie.
Feist, Jess & Feist J. Gregory (2006). Theories of Personality. New York: Pustaka Belajar: Penerjemah: Yudi Santoso.
Fey-Rohn, Liliane. (1974) From Freud to Jung, New York: Putnam.
Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner. (1985). Introduction to Theorities of Personality. New York: John Wiley & Sons.
_________________, (1993). Teori-teori Psikoanalitik (Klinis). Psikologi kepribadian I. Yogyakarta: Kanisius. Editor: A. Supratiknya.
Hamdi, M. (2016) Teori Kepribadian Sebuah Pengantar. Bandung. Alfabeta