1. HAKIKAT ASESMEN
Ada banyak istilah yang terkait dengan asesmen dalam bimbingan dan
konseling, diantaranya pengukuran (measurement), penilaian
(assessment), dan evaluasi (evaluation). Pada bagian ini perlu dijelaskan
istilah-istilah tersebut untuk membedakan
satu
istilah dengan istilah yang lainnya. Pengukuran (measurement) adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu
dan bersifat kuantitatif. Penilaian (assessment) adalah kegiatan
pengambilan keputusan untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik-buruk dan bersifat kualitatif. Evaluasi
(evaluation) merupakan kegiatan yang meliputi pengukuran dan penilaian.
Penjelasan lebih lanjut mengenai
konsep penilaian
atau asesmen ialah penilaian terhadap diri individu guna pemberian
pelayanan bimbingan dan konseling
agar sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan masalah konseli.
Pemahaman diri konseli
harus
didasarkan
pada adanya keterangan
tentang diri individu yang akurat
dan sahih. Data diri yang tidak akurat
dapat menimbulkan pemahaman yang keliru. Data yang demikian
hendaknya juga diikuti dengan pengamatan terhadap konseli. Untuk
itu diperlukan instrumen
asesmen baik dalam bentuk tes maupun non tes.
Penggunaan asesmen dalam bimbingan dan konseling, terkait dengan penanganan masalah konseli, bukan sesuatu yang berjalan secara otomatis atau mekanistis. Dalam penggunaan
instrumen asesmen hal yang harus dipertimbangkan adalah pertanyaan apakah memang
diperlukan sebuah asesmen. Apabila setelah dipertimbangkan dan jawabannya diperlukan, maka hal yang perlu dipertimbangkan selanjutnya adalah keputusan
tentang instrumen asesmen mana yang tepat diberikan pada konseli sesuai dengan prosedur baku yang ditetapkan, penskorannya tetap (teliti, cermat) dan penafsiran datanya tepat dengan
memperhatikan berbagai
hal, baik teknis maupun
non teknis.
Hal penting yang harus dicatat bahwa ukuran yang dihasilkan dalam
pengetesan (atau pengukuran psikologis) bersifat nisbi. Dengan kata lain
angka hasil pengukuran
itu
tidak mutlak
seperti halnya
jika
kita
mengukur panjang atau tinggi suatu benda. Setelah menjalankan pengukuran, tugas guru BK/Konselor adalah menafsirkan dan atau
membaca hasil
interpretasi pengukuran dan meng-komunikasikan hasilnya kepada peserta didik (konseli),
sehingga konseli memperoleh
pemahaman yang benar tentang arti skor yang diperoleh dan konseli
memperoleh pemahaman diri yang sesuai dengan kenyataan. Pengertian lain yang perlu dimiliki konseli adalah apa yang berhasil diungkapkan melalui pengukuran dan asesmen bukan gambaran keseluruhan
dirinya melainkan wakil atau potret sebagian dari keseluruhan segi kepribadian
yang diukur (Tim Penyusun Modul PPPPTK, 2013).
2. PENGERTIAN ASESMEN
Assessment is an umbrella term for the evaluation methods counselors use to better understand characteristics
of people, places, and things (Hays, Danica G (2013). Pernyataan ini menjelaskan bahwa penilaian
(asesmen) merupakan
istilah umum untuk metode evaluasi oleh seorang konselor yang digunakan untuk lebih memahami karakteristik individu, tempat, dan hal-hal. Untuk sebagian
besar tujuan, penilaian dapat
dikonseptualisasikan dalam hal pemecahan masalah.
Lebih lanjut dalam The Standards for Educational
and Psychological Testing (American Educational Research Association [AERA], American Psychological
Association [APA], & National Council on Measurement in
Education [NCME], 1999) menjelaskan definisi asesmen sebagai suatu
metode sistematis untuk memperoleh informasi dari tes dan sumber- sumber lain, dan digunakan untuk menggambarkan kesimpulan tentang karakteristik
orang, benda, atau program. Metode sistematis tersebut meliputi tes-tes terstandar, rating scale, observasi, wawancara,
teknik klasifikasi dan catatan-catatan, dan sebagainya. Ragam instrumen asesmen ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memperoleh data tentang konseli Menurut
Anastasi dan Urbina (1997), asesmen didefinisikan sebagai suatu pengukuran dari sampel perilaku yang
objektif dan terstandar. Cronbach (1990), menyatakan
hal yang sama, bahwa asesmen merupakan
suatu prosedur sistematik untuk mengobservasi dan mendeskripsikan perilaku (sampel perilaku) dengan
menggunakan skala numerik atau kategori yang ditetapkan (dalam Hays,
Danica G, 2013). Data asesmen memberikan informasi-informasi tentang aspek sosial individu, pendidikan, karir, dan riwayat psikologis individu).
Berdasarkan
pada
definisi tersebut, apabila dikaitkan dengan pelayanan
bimbingan dan konseling, asesmen dapat diartikan suatu proses
komprehensif dan sistematis dalam mengumpulkan
data-data peserta didik
untuk melihat gambaran karakteristik,
kemampuan, dan kesulitan
yang dihadapi sebagai bahan untuk menentukan kebutuhan nyata. Hasil asesmen ditujukan untuk memahami
kondisi, kebutuhan, dan masalah
konseli.
3. PRINSIP ASESMEN
Prinsip-prinsip asesmen dalam bimbingan dan konseling dikemukakan sebagai berikut (Tim Penyusun
Modul PPPPTK, 2013).
a. Sesuai dengan norma masyarakat atau filosofi hidup
Prinsip ini berkaitan
erat dengan filsafat dan tata nilai (norma) hidup yang berlaku di masyarakat. Artinya setiap tahapan asesmen yang
dilakukan jangan sampai bertentangan dengan filsafat hidup dan tata nilai
yang berlaku di masyarakat.
b. Keterpaduan
Asesmen hendaknya merupakan bagian integral dari program atau sistem pendidikan. Dengan demikian asesmen merupakan salah
satu dimensi yang harus dipenuhi dalam penyusunan
program disamping pemenuhan guna mencapai tujuan, bahan, metode, dan alat pelayanan. Oleh karena itu, perencanaan asesmen harus sudah ditetapkan pada saat perencanaan
program, sehingga antara jenis
instrumen asesmen dan tujuan pelayanan, alat pelayanan tersusun
dalam satu pola keterpaduan yang harmonis.
c. Realistis
Pelaksanaan asesmen harus didasarkan pada apakah sesuatu yang akan
diukur
itu benar-benar dapat
diukur? Dengan kata lain, instrumen asesmen yang akan
digunakan harus memiliki batasan
atau indikator-indikator yang jelas, operasional, dan dapat diukur.
d. Tester yang terlatih (qualified)
Mengingat tidak semua orang
dapat melakukan atau mengelola suatu program asesmen, maka sangat diperlukan
orang yang mampu melakukan atau qualified.
Hal ini harus benar-benar diperhatikan, karena keputusan
yang akan diambil merupakan
hal yang sangat penting
bagi sasaran asesmen.
e. Keterlibatan peserta didik
Untuk dapat mengetahui sejauh mana peserta didik berhasil
dalam proses pelayanan
bimbingan dan konseling yang dijalaninya secara
aktif, maka peserta memerlukan suatu asesmen. Dengan demikian,
asesmen bagi peserta didik merupakan tuntutan atau kebutuhan.
Pelaksanaan asesmen
oleh konselor merupakan upaya dalam
memenuhi tuntutan atau kebutuhan peserta didik akan layanan bimbingan dan konseling.
f. Pedagogis
Disamping sebagai alat, asesmen juga berperan sebagai upaya untuk perbaikan sikap
dan
tingkah
laku
ditinjau dari sisi
pedagogis.
Asesmen dan hasil-hasilnya hendaknya dapat dipakai sebagai alat
untuk memotivasi peserta didik dalam mengikuti kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Hasil assemen hendaknya juga
dirasakan sebagai penghargaan bagi peerta didik.
g. Akuntabilitas
Keberhasilan proses pelayanan bimbingan dan konseling perlu disampaikan
kepada pihak-pihak
yang terkait dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban
(accountability). Pihak-pihak
tersebut antara lain: orangtua
siswa, masyarakat,
calon pemakai
lulusan, sekolah, dan pemerintah.
Pihak-pihak tersebut perlu mengetahui keadaan atau tingkat kemajuan belajar siswa atau lulusan
agar
dapat dipertimbangkan pemanfaatan atau tindak lanjutnya.
h. Teknik asesmen yang bervariasi dan komprehensip
Agar diperoleh
hasil asesmen yang objektif, dalam arti dapat
menggambarkan prestasi atau kemampuan
peserta didik yang sebenarnya, maka asesmen harus menggunakan berbagai teknik dan sifatnya komprehensif. Dengan sifat komprehensif, dimaksudkan agar
kemampuan dan permasalahan yang diungkap komprehensif yang
mencakup berbagai bidang pelayanan bimbingan dan konseling.
i. Tindak Lanjut
Hasil asesmen hendaknya
diikuti dengan tindak lanjut. Data hasil
assemen sangat bermanfaat bagi konselor, tetapi juga sangat
bermanfaat bagi peserta didik, dan sekolah. Oleh karenanya
perlu dikelola dengan
sistem
administrasi
yang teratur.
Hasil asesmen
harus dapat ditafsirkan sehingga konselor dapat memahami
kemampuan dan permasalahan setiap peserta didik sehingga
dapat dijadikan dasar dalam
penyusunan program pelayanan bimbingan
dan konseling sehingga
sesuai dengan kondisi, kebutuhan
dan masalah peserta didik.
Prinsip-prinsip tersebut memberikan implikasi bahwa setiap Guru
BK/Konselor hendaknya perlu memahami aturan-aturan dan prinsip-
prinsip yang harus ditegakkan berkaitan dengan persiapan, proses, evaluasi dan tindak lanjut asesmen dalam bimbingan dan konseling.
4. TUJUAN ASESMEN
Tujuan Guru BK atau Konselor melakukan asesmen adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai
konseli, termasuk
dalam hal ini adalah
para peserta didik di sekolah.
Terdapat 4
(empat) tujuan
umum dari asesmen. Tujuan yang dimaksudkan adalah:
- Screening
- Identifikasi dan diagnosis, c. perencanaan intervensi,
- Kemajuan dan evaluasi hasil (Bagby, Wild, dan Turner, 2003; Erford, 2007; Sattler dan Hoge, 2006).
Selanjutnya Lidz (2003) mendefinisikan tujuan pengukuran adalah untuk
melihat kondisi peserta didik saat itu. Hasil pengukuran
digunakan sebagai bahan
dalam pemberian pelayanan bimbingan
dan konseling secara tepat.
Pada sisi lain Robb (2006), menyebutkan tujuan pengukuran sebagai
berikut.
- Untuk menyaring dan mengidentifikasi peserta didik
- Untuk membuat keputusan tentang penempatan peserta didik
- Untuk merancang individualisasi pendidikan
- Untuk memonitor kemajuan peserta didik secara individu
- Untuk mengevaluasi keefektifan program
Sumardi & Sunaryo (2006), menyebutkan tujuan
pengukuran sebagai berikut.
- Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang kondisi peserta didik saat ini
- Mengetahui profil peserta didik secara utuh terutama permasalahan dan hambatan belajar yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan- kebutuhan khususnya, serta daya dukung lingkungan yang dibutuhkan peserta didik
- Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya dan memonitor kemampuannya.
Hood & Johnson (1993) menjelaskan bahwa asesmen dalam bimbingan dan konseling mempunyai beberapa
tujuan, yaitu:
- Orientasi masalah, yaitu untuk membuat konselee mengenali dan menerima permasalahan yang dihadapinya, tidak mengingkari bahwa ia bermasalah
- Identifikasi masalah, yaitu membantu baik bagi konselee maupun konselor dalam mengetahui masalah yang dihadapi konselee secara m
- Memilih alternatif solusi dari berbagai alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilakukan oleh konselee
- Pembuatan keputusan alternatif pemecahan masalah yang paling menguntungkan dengan memperhatikan konsekuensi paling kecil dari beberapa alternatif tersebut
- Verifikasi untuk menilai apakah konseling telah berjalan efektif dan telah mengurangi beban masalah konselee atau belum
Selain
itu, asesmen
digunakan pula untuk menentukan variabel pengontrol dalam permasalahan yang dihadapi konselee, untuk memilih/ mengembangkan intervensi terhadap
area yang
bermasalah, atau dengan kata lain menjadi dasar untuk mendesain dan mengelola terapi, untuk membantu mengevaluasi intervensi, serta untuk menyediakan
informasi yang relevan untuk pertanyaan-pertanyaan yang muncul untuk setiap fase konseling.
5. Simpulan
Asesmen
atau pengukuran dalam bimbingan dan
konseling
merupakan proses mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data tentang peserta didik dan lingkungannya.
Asesmen atau pengukuran didefinisikan
sebagai suatu ukuran dari
suatu sampel perilaku yang objektif dan terstandar (Anastasi dan
Urbina, 1997). Hal ini diperkuat oleh Cronbach (1990), bahwa
pengukuran sebagai suatu prosedur sistematik
untuk mengobservasi dan mendeskripsikan
perilaku (sampel perilaku) dengan menggunakan
skala numerik atau kategori yang
ditetapkan. Sedangkan Smith(2002),
mengartikan pengukuran sebagai“ suatu penilaian yang
komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang
mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran”.
Asesmen peserta didik memiliki kedudukan strategis, karena memiliki kedudukan sebagai fondasi dalam perancangan program
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan. Hal ini disebabkan
karena kesesuaian program pelayanan peserta didik dan
gambaran dari
peserta didik dan kondisi lingkungannya
dapat mendorong pencapaian tujuan pelayanan.
Kajian Lanjutan
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
kependidikan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (2016) Modul Guru
pembelajar; Bimbingan dan Konseling
sekolah menengah pertama (SMP). Teori dan praksis Pendidikan; Konsep dan
Praksis Asesmen.