Pertama Anda menciptakan kebiasaan,
lalu kebiasaan menciptakan Anda.
Kita, adalah makhluk kebiasaan.
Lebih dari 95% dari apa yang kita lakukan adalah kebiasaan. Kita menjalankan
hidup dengan kebiasaan yang terbentuk dalam otak kita yang tersembunyi yaitu pikiran
bawah sadar yang menjadi pusat kebiasaan kita. Umumnya kita berpikir bahwa
pikiran sadarlah yang memegang semua kendali. Sebenamya tidaklah demikian.
Coba perhatikan saat Anda memakai
kemeja. Apakah lengan kiri Anda yang masuk duluan atau lengan kanan? Anda
melakukannya dengan otomatis. Apakah Anda memerhatikan dan menyadari, tadi pagi
saat anda bangun tidur, kaki mana yang pertama kali menginjak lantai? Apakah
kanan? Atau kiri?
Seberapa sering Anda meniatkan diri
Anda untuk menjaga pola makan guna menurunkan berat badan lalu kembali lagi? Seberapa
sering Anda membuat resolusi tahun baru yang isinya sama dengan tahun lalu? Bahkan
hanya satu dari tujuh orang yang sudah terkena serangan jantung yang mengubah
pola hidupnya. Berapa kali sudah Anda berjanji untuk melakukan olahraga tertentu
secara rutin, lalu tanpa sadar sudah tiga bulan bahkan satu tahun berlalu tanpa
memulainya sama sekali?
Semua kebiasaan adalah mekanisme
otomasi dari pikiran bawah sadar kita. Dengan menciptakan sebuah kebiasaan,
pikiran bawah sadar akan mengambil alih dan menciptakan bagaimana hasil hidup
kita. Otomasi dari pikiran bawah sadar ini sangatlah jarang kita sadari karena
sudah mekanisme pikiran manusia untuk menyaring informasi yang benar-benar
"penting" saja. Sisanya yang bersifat rutin dilakukan tanpa disadari
oleh pikiran sadar.
Setiap pakar, baik di bidang
olahraga, seni, maupun bidang lainnya mengandalkan kebiasaan atau pikiran bawah
sadar mereka, ini sangat berguna khususnya pada situasi dengan tekanan tinggi.
Mereka menyerahkannya kepada kebiasaan mereka, memercayai hasil latihan mereka
selama bertahun tahun, dan membiarkan semuanya muncul untuk mendapatkan hasil
maksimal. Sebaliknya, apabila mereka berusaha mengendalikan secara sadar apa
yang terjadi dalam diri mereka, bagaimana mereka melakukan kegiatan
(mengeluarkan jurus), masalah justru akan mengacaukan orang yang sudah ahli.
Begitulah penjelasan dari Roy Baumeister, seorang pakar yang meneliti kendali
diri. Sekarang kita beralih ke pemain sepak bola, jika. saat ingin menendang bola
pikirannya memikirkan bagaimana menendang bola yang benar, hasilnya akan
cenderung mengecewakan dan menghasilkan tendangan yang kacau.
Ingar kembali bagaimana kita selalu
ingin mengendalikan pikiran bawah sadar kita, ingin menyadari apa yang sedang
terjadi, ingin mengatur untuk mengeluarkan gerakan tertentu, namun justru
mengacaukannya. Anda mungkin pernah mengalaminya ketika berusaha mengingat nama
orang yang ada di depan Anda. Semakin berusaha semakin tidak ingat, lalu ketika
tidak sedang memikirkannya karena sudah tidak lagi bertatap muka, nama itu
malah muncul. Hukum pikiran mengatakan apabila usaha pikiran sadar semakin
besar, semakin kecil respons dari pikiran bawah sadar. Saat sudah tidak memikirkan
nama orang itu, sebenarnya pikiran bawah sadar masih terus bekerja karena sudah
mendapatkan perintah dari pikiran sadar, mengapa saat tatap muka namanya tidak
muncul? Karena pikiran bawah sadar terus menerus mendapatkan inteferensi
sehingga pola kerjanya kacau.
Sikap dan tingkah laku yang spontan sebenamya merupakan database yang sudah ada dalam diri kita, keluar dengan otomatis. Keotomatisan ini dibuktikan dengan begitu cepat dan luwes suatu kegiatan dilakukan. Semua terjadi begitu cepat sampai pikiran sadar tidak bisa menganalisis bahkan menyadarinya, begitu pula kecenderungan yang terjadi bagi mereka yang tidak terbiasa membaca. Buku-buku yang mereka baca sering kali keluar dalam aktivitas mereka sehari-hari. Semua terjadi secara otomatis, tanpa sempat diinisiasikan oleh pikiran sadar. Namun demikian membangun kebiasaan harus dimulai dari pikiran sadar. Untuk menjadikan kegiatan yang ingin kita lakukan menjadi kebiasaan seperti membaca terdapat langkah-langkah tertentu yang harus dilakukan.
Gigitlah Apa yang Bisa Anda Kunyah
Langkah pertama membangun sebuah
kebiasaan adalah dengan menangani tidak lebih dari satu atau dua kegiatan.
Menciptakan sebuah kebiasaan baru bisa merupakan sebuah kegiatan yang cukup
menentang arus. Dengan menciptakan kebiasaan satu demi satu, menggigit sejumlah
yang bisa kita kunyah, sebuah kebiasaan bisa lebih mudah dibentuk.
Perjalanan seribu mil dimulai dengan
satu langkah. Mulailah dengan kegiatan kecil hingga akhimya membuahkan kesuksesan.
Banyak yang mengatakan bahwa dibutuhkan waktu 21 sampai 30 hari untuk
menciptakan kebiasaan. Berdasarkan pengalaman, untuk menciptakan kebiasaan baru
dibutuhkan waktu yang bervariasi. Ada yang beberapa minggu sampai beberapa
bulan, bergantung seberapa berat kegiatan yang sedang dilatih. Bangunlah satu
kebiasaan demi satu kebiasaan. Dalam setahun kita bisa menghasilkan beberapa
kebiasaan baru yang mendukung kesuksesan.
Misalnya selama ini Anda memerlukan
waktu satu bulan untuk menyelesaikan satu buku, sekarang mungkin bisa dimulai
dengan setengah jam membaca dalam sehari, atau empat hari satu buku. Gigitlah apa
yang bisa kita kunyah. Jangan sampai Anda menyatakan niat untuk menyelesaikan 4
buku sehari dengan sejarah tidak pernah membaca habis sebuah buku.
Kejelasan
Hal kedua dalam membangun sebuah
kebiasaan adalah kejelasan. Kapan dan di mana sebuah kebiasaan akan dilakukan?
Dalam sebuah riset, orang yang sangat suka menunda menyelesaikan sebuah tugas
dengan waktu tertentu yang spesifik memiliki kemungkinan delapan kali lebih
besar untuk melakukan dan menyelesaikan tugasnya.
Ada sebuah penelitian yang membagi
peserta menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama diminta untuk berolahraga 20 menit
selama seminggu ke depan. Kelihatannya mudah, namun hanya 29 persen yang menyelesaikannya.
Kelompok kedua diberi tugas yang sama, disertai dengan informasi tentang kesehatan,
peran olahraga secara terperinci, dan risiko penyakit jantung. Hasilnya, 39
persen yang melakukannya. Kelompok ketiga diminta untuk berkomitmen melakukan
olahraga di tempat tertentu dalam jam dan hari yang ditentukan. Hasilnya 91
persen melakukannya.
Mengapa demikian? Dengan kejelasan
dalam diri kita, kita mengurangi energi yang akan kita keluarkan untuk
menyelesaikannya. Kita mungkin bergelut setiap kali ingin melakukan sebuah
kebiasan baru, rasanya selalu ada yang lebih mudah dan lebih menyenangkan untuk
dilakukan dibanding, misalnya, membaca. Semakin besar tantangan sebuah
kegiatan, semakin kuat kejelasan yang dibutuhkan. Untuk membaca, siapkan waktu
yang menurut Anda paling ideal. Siapkanlah waktu yang presisi, kapan dan berapa
lama, di mana, dan bersama siapa Anda membaca.
Yang Kita Hindari Akan Semakin Kuat
Kunci selanjutnya untuk membangun
kebiasaan adalah berfokus pada apa yang ingin Anda lakukan, bukan pada
tantangannya. Misalnya seseorang harus menjaga pola makannya. Daripada
memikirkan apa yang tidak boleh dimakan dan apa yang harus dihindari, lebih
baik memikirkan makanan apa yang ingin atau bisa dikonsumsi.
Nightingale Conant mengatakan bahwa
apa yang kita pikirkan sepanjang hidup kita, itulah yang terjadi. Jika
seseorang selalu memikirkan makanan yang harus dihindarinya, ke mana pun pergi
ia akan selalu berfokus pada makanan tersebut. Ia jadi terpaksa memberikan energi
ekstra besar untuk menolak makanan pantangannya. Kemungkinan besar malah
determinasi orang itu kalah kuat dan akhimya tetap saja melahap pantangannya.
Fokuskanlah pada apa yang ingin Anda
lakukan. Pikirkan dalam pikiran Anda begitu mudahnya kebiasaan membaca, begitu
mudahnya melakukan hal itu, sungguh cepat dan prosesnya amat menyenangkan. Dengan
begitu, Anda memikirkannya sepanjang hari. Pikiran Andapun menangkap perintah
bahwa seharusnya inilah yang terjadi, bukan sebaliknya.
Bagaimana nikmatnya dan mudahnya
membaca dalam keseharian Anda? Bayangkanlah hal itu terjadi. Bagaimana bila
Anda masih sulit untuk tidak memikirkan hal yang sebaliknya? Ciptakanlah sebuah
keyakinan bahwa semua hal yang terus menerus kita pikirkan dengan perasaan
yakin akan menjadi kenyataan dalam hidup kita.
Ketahui Tantangan Anda
Seorang pakar dalam dunia
transformasi diri dan keluarga, Virginia Satir, mengatakan bahwa tantangan manusia
untuk berubah adalah zona familiaritas. Kita tidak melakukan hal yang harus
kita lakukan karena kita lebih senang melakukan apa yang sudah biasa kita lakukan.
Hal ini juga lebih dikenal dengan istilah homeostatis.
Secara otomatis, kita selalu ingin
mempertahankan apa yang sudah biasa kita lakukan, mempertahankan status quo
dalam diri. Untuk itu Anda membutuhkan komitmen lebih banyak untuk mengarahkan
fokus pada hal yang paling Anda prioritaskan. Tanyakan apakah saat ini Anda
sedang melakukan (atau tidak melakukan) hal yang seharusnya Anda lakukan?
Mungkin apa yang Anda lakukan adalah terus -menerus memeriksa email, melakukan
beberapa kegiatan sekaligus, dan aktivitas yang satu dengan yang lainnya saling
terganggu.
Hadapilah asumsi Anda yang tidak
mendukung kesuksesan. Mungkin Anda berpikir, "Wah, kalau saya berhasil
membangun kebiasaan membaca ini, nanti saya akan kehabisan waktu hanya untuk
membaca. Bagaimana dengan pekerjaan lain? Bagaimana dengan klien saya?" Mungkin
Anda sudah memikirkan berbagai perubahan yang mungkin akan terjadi dalam diri
Anda, dan situasi apa yang berbeda dengan yang sudah ada saat ini. Menyadari
hal ini memberi kita kesempatan untuk melihat apakah ketakutan yang kita
rasakan logis atau tidak. Karena selama ini kita tidak memperhatikan perasaan
takut itu, kita pada akhirnya melakukan sabotase pada diri sendiri. Ketakutan
adalah sesuatu yang seolah nyata dalam pikiran, namun kenyataannya tidak sama dengan
yang ada di benak kita. Bertanyalah kepada diri sendiri cara untuk bisa
menikmati kebiasaan yang baru dan bagaimana meminimalkan ketakutan pada perubahan
masa depan.
Bekerja Sama Membangun Budaya
Membuat orang lain mengetahui apa
yang akan Anda lakukan akan memberi sebuah tekanan sosial. Orang sering kali
bisa mengecewakan diri sendiri, namun sangat sungkan mengecewakan orang lain.
Ajaklah seseorang yang Anda percaya untuk membantu membuat Anda lebih konsisten.
Minta dukungan darinya, lalu tawarkan dukungan yang bisa Anda lakukan untuk membantunya.
Bergerak sendirian dalam membuat suatu budaya akan terasa jauh lebih berat dibandingkan jika lingkungan Anda juga melakukan apa yang Anda lakukan. Dengan melakukannya bersama, Anda saling menguatkan sebuah budaya dalam lingkungan Anda. Saya ingat ketika masa kuliah, saya selalu membawa buku kemana-mana dan selalu membaca setiap kali ada kesempatan. Ketika pekerjaan sedang tidak sibuk, saya membaca. Saya pun mengajak orang lain untuk membaca, menceritakan buku-buku yang bagus kepada orang-orang di sekitar saya. Ini membuat saya terus harus dan harus membaca. Lalu tanpa disadari, orang disekitar saya pun melakukan hal yang sama. Mereka juga membawa buku kemana-mana dan mulai membaca ketika ada waktu luang. Saya disadarkan oleh salah satu rekan kerja setelah 2 tahunan saya meninggalkan pekerjaan. "Sekarang mau membaca buku rasanya malas banget, karena nggak ada kamu di sini," begitu ujarnya. Ternyata penting sekali kita saling membangun budaya dalam lingkungan kita, terutama dalam keluarga. Andalah orang pertama yang harus memulainya.
Selalu Merasa Baru
Langkah-langkah membangun kebiasaan
ini adalah serangkaian cara yang tepat. Untuk menjaga agar perkembangan yang
terjadi semakin baik dari hari ke hari dan sesuai dengan tujuan awal, kita
perlu menanamkan pikiran seorang pemula. Seorang pemula selalu menganggap
sebuah hal sebagai sesuatu yang baru yang masih segar. Dalam pikiran seorang
pemula, segala sesuatu bisa terjadi. Dalam pikiran orang yang "ahli"
(sudah tahu semua hal), banyak keterbatasan dan kebuntuan.
Melatih kebiasaan baru merupakan
sebuah tantangan. Selalu akan ada godaan untuk tidak melakukannya. Kesediaan
kita untuk selalu menjaga diri bertanggungjawab setiap kali mendapat kesulitan
itulah yang akan menjaga kita terus membangun kebiasaan produktif, terus
belajar, dan terus bertumbuh.
Selamat membangun kebiasaan membaca!