Pendahuluan
Prinsip utama teori Adlerian adalah kepeduliannya pada sosial interest atau minat sosial. Minat sosial didefinisikan sebagai " not only a interest in others but an interest in the interest in the interest of others" Ansbacher; Gladding. (Supriatna, N, 2009: 37). Artinya, bahwa minat sosial bukan hanya satu minat dalam orang lain, tetapi suatu minat di dalam minat pada orang lain. Esensi normalitas dalam pandangan Adlerian adalah memiliki perasaan yang mempedulikan orang lain. Perasaan dapat dikembangkan dalam konteks kelompok.
Adler dan para pembantunya meggunakan pendekatan kelompok dalam pusat bimbingan anak di Wina sejak tahun 1921. Rudolf Dreikurs (1969) salah seorang pembantunya memperluas dan mempopulerkan karya Adler, terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penerapannya dalam kelompok. Kelompok memberikan konteks sosial dimana para anggotanya mengembangkan rasa diterima dan rasa bermasyarakat. Para peserta dalam kegiatan kelompok akan melihat bahwa kebanyakan dari masalah yang mereka hadapi itu pada hakikatnya merupakan persoalan antarpribadi, bahwa perilaku mereka itu mempunyai makna sosial, dan bahwa tujuan-tujuan mereka akan dapat dipahami sebaik-baiknya apabila dikaitkan dengan tujuan-tujuan sosial.
Adler dan para pembantunya meggunakan pendekatan kelompok dalam pusat bimbingan anak di Wina sejak tahun 1921. Rudolf Dreikurs (1969) salah seorang pembantunya memperluas dan mempopulerkan karya Adler, terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penerapannya dalam kelompok. Kelompok memberikan konteks sosial dimana para anggotanya mengembangkan rasa diterima dan rasa bermasyarakat. Para peserta dalam kegiatan kelompok akan melihat bahwa kebanyakan dari masalah yang mereka hadapi itu pada hakikatnya merupakan persoalan antarpribadi, bahwa perilaku mereka itu mempunyai makna sosial, dan bahwa tujuan-tujuan mereka akan dapat dipahami sebaik-baiknya apabila dikaitkan dengan tujuan-tujuan sosial.
Selanjutnya Corey (2013: 29 – 30) menyatakan konsep utama Adler yaitu: (1) pandangan tentang sifat manusia; (2) inferioritas dan kompensasi; (3) usaha untuk mencapai superioritas; (4) gaya hidup; (5) pengalaman-pengalam masa kanak-kanak.
Pandangan tentang sifat manusia
Manusia dimotivasl terutama oleh dorongan-dorohgah sosial. Laki-laki dan perempuan adalah makhluk sosial dan masing-masing orang dalam berelasi dengan orang lain mengembangkan gaya hidup yang unik. Adler menekankan determinan-determinan sosial kepribadian, bukan determinan-determinan seksual. Pusat
kepribadian adalah kesadaran, bukan ketaksadaran. Manusia adalah tuan, bukan korban dari nasibnya sendiri.
Inferioritas dasar dan kompensasi
Manusia didorong oleh kebutuhan untuk mengatasi inferioritasnya yang inheren serta untuk mencapai superioritas. Tujuan hidup adalah kesempurnaan, bukan
kesenangan. Adler menekankan bahwa setiap orang memiliki perasaan rendah diri. Anak (karena ukuran dan ketidakberdayaannya) merasa rendah diri. lndividu berusaha mengatasi ketidak berdayaannya itu dengan berkompensasi, yakni mengembangkan gaya hidup yang memungkinkan tercapainya keberhasilan.
Usaha untuk mencapai superioritas
Orang mencoba mengatasi inferioritas dasarnya dengan mencari kekuasaan, dengan berusaha untuk mencapai superioritasnya, ia ingin mengubah kelemahan dengan
kekuatan atau mencoba mencapai keunggulan pada suatu bidang sebagai kompensasi bagi kekurangannya di bidang-bidang lain.
Gaya hidup
Konsep gaya hidup menerangkan keunikan setiap individu. Setiap individu memiliki gaya hidupnya sendiri dan tidak ada dua orang yang memiliki gaya hidup
yang presis sama. Dalam usahanya untuk mencapai superioritas, sebagian orang mengembangkan inteleknya, sebagian orang yang lainnya mengembangkan bakat
seninya, sedangkan sebagian orang yang lainnya lagi mengembangkan bakat olah raga, dan seterusnya. Gaya hidup individu dibentuk pada masa kanak-kanak sebagai kompensasi bagi inferioritasnya dalam hal tertentu.
Pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak
Adler menekankan jenis-jenis pengaruh awal yang menyebabkan anak mengembangkan gaya hidup yang keliru. Susunan dalam keluarga bias memperkuat perasaan
rendah diri pada anak. Anak sulung yang diberi perhatian yang banyak sampai anak kedua lahir memiliki kemungkinan menjadi demikian dilemahkan oleh kejatuhan dari kekuasaan sehingga dia bisa mengembalikan kebencian kepada orang lain dan merasa diri tidakaman. Anak kedua memiliki kemungkinan berjalan di
bawah bayangan kakaknya yang ingin digantikannya. Anak bungsu cenderung menjadi manja dan takut bersaing dengan kakak-kakaknya. Sedangkan anak tunggal
cenderung dimanjakan oleh orang tuanya dan memiliki kemungkinan menghabiskan sisa hidupnya dengan usaha memperoleh kembali kedudukan yang menyenangkan.
Tujuan konseling Konseling Kelompok Adlerian
Tujuan utama dari konseling Adlerian difokuskan pada pertumbuhan dan tindakan-tindakan individu dalam kelompok, alih-alih pada kelompok itu sendiri. Pada
tingkat global, individu yang menjadi anggota kelompok Adlerian memperoleh pengalaman yang lebih berorientasi sosial, terintegrasi secara pribadi, dan
memperoleh keterarahan tujuan. Mereka juga mampu memperbaiki kepercayaan-kepercayaan yang salah, menghilangkan pendirian perilaku kompetititf, dan menjadi
lebih mampu berhubungan dengan isu-isu yang berasal dari keluarga. Jika anggota kelompok konseling terdiri dari siswa maka kelompok Adlerian percaya mereka
akan mengenal lebih jelas konsekuensi logis dari tindakan mereka. Sedangkan anggota kelompok yang terdiri dari orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya yang bekerja dan berhubungan dengan anak mereka akan lebih menyadari sistem kepercayaan anak yang salah dan mengukur secara korektif untuk membantu mereka menghilangkan perilaku-perilaku serta pemikiran-pemikiran yang keliru. Kendatipun dangkalanya literatur kelompok kerja Adlerian, hasil dari kelompok juga
menekankan kerjasama sosial dan kerjasama tim. Saat kerjasama berlangsung, anggota kelompok kerja menyadari kembali bahwa mereka lebih mampu tugas bersama daripada sendiri atau terpisah.
Prosedur Konseling Kelompok Adlerian
Seperti halnya dalam pendekatan psikoanalitik, konseling kelompok dengan pendekatan Adler pun mencakup penelitian dan penafsiran masa lampau konseli.
Walaupun demikian, terdapat perbedaan yang mendasar di antara paham Adler dan paham Freud. Hubungan lain yang menunjukkan kelompok Adlerian dalam praktek,
berlangsung melalui tahapan-tahapan. Sebagaimana Dreikurs; Supriatna; (Supriatna, N (2009: 39) menguraikan empat tahap konseling kelompok Adlerian, yaitu:
- Membangun dan memelihara hubungan terapeutik yang tepat.
- Mengeksplorasi dinamika-dinamika dalam diri individu.
- Mengkomunikasikan suatu pernahaman diri kepada individu.
- Membuka altematif-altematif dan pilihan-pilihan baru.
Membangun dan memelihara hubungan terapeutik yang tepat
Pada tahapan ini konselor mendorong kerjasama dan semangat yang sama kepada anggota kelompoknya. Anggota kelompok dapat melakukan kontrak formal atau informal untuk bekerja pada wilayah yang memiliki makna personal bagi rnereka. Setelah suasana keikut sertaan tercipta, anggota kelompok depersilahkan mengeksplorasi gaya hidup mereka dan memahami lebih jelas bagaimana mendorong perilaku mereka sekarang atau menentukan fungsi dalam tugas-tugas seluruh
kehidupan mereka (Mosak, 1984).
Mengeksplorasi dinamika-dinamika dalam diri individu
Pada tahapan ini rnencakup eksplorasi tentang konstelasi-konstelasi keluarga, rekoleksi-rekoleksi awal, dan kesalahan-kesalahan dasar. Setelah
analisis-analisis ini, anggota kelompok mulai bergerak kearah wawasan dan tahapan reorientasi kelompok.
Mengkomunikasikan suatu pernahaman diri kepada individu
Pada tahapan ini identik dengan suatu pemahaman dan wawasan meliputi cara membantu anggota kelompok memahami alasan mereka membuat pilihan-pilihan di masa
lalu. Tahapan ini dirangkaikan melalui penggunaan tafsiran konselor. Tafsiran dilakukan sebagai hipotesis tentatif dalam kelompok.
Membuka altematif-altematif dan pilihan-pilihan baru
Pada tahap terakhir anggota-anggota kelompok konseling dianjurkan untuk bertindak dan lebih rnenerima kehidupan mereka yang terkontrol. Setiap prosedur
dalam tahap ini berarti penerirnaan risiko, bertindak "seolah-olah/ tafsiran" saat rnereka sebagai pribadi yang bijak dan mengoreksi pola-pola mereka yang
tidak efektif di masa lalu.
Selajunya Kurnanto, E (2013:53 – 54) Terdapat empat tahapan dalam konseling kelompok Adlerian yaitu sebagai berikut:
1. Tahap membentuk dan memelihara hubungan
Adapun tahap pertama yang dilakukan dalam Adlerian ini ialah upaya bantuan ditekankan kepada pembentukan hubungan terapeutik yang baik, didasarkan atas
kerja sama dan saling menghargai. Peserta didorong aktif dalam proses itu, karena mereka bertanggung jawab tentang partisipasinya sendiri dalam kelompok
itu. Hubungan terapeutik dalam kelompok konseling dengan pendekatan Adler terjalin dalam bentuk hubungan antara pihak-pihak yang sama martabatnya.
2. Tahap Analisis dan Penilaian
Ada dua tujuan dari tahap ini, yaitu memahami gaya hidup konseli dan mengamati bagaimana gaya hidup itu mempengaruhi perilaku konseli yang bersangkutan
dalam menjalankan tugas hidupnya dewasa ini. Dalam hal ini konselor dapat memulai dengan menjajaki bagaimana para anggota berfungsi dalam pekerjaannya dan
di dalam kehidupan sosial sehari-hari pada saat ini, dan bagaimana perasaan mereka sendiri serta statusnya. Tujuan tahap ini adalah untuk mengarahkan
konseli supaya dapat keluar dari kekeliruannya sendiri dengan selalu memberikan syarat untuk keberhasilannya. Ada beberapa teknik untuk menilai dan menganalisis suatu masalah yaitu, menyatakan kembali (paraphrasing), konfrontasi, pertanyaan, dan hipotesis sementara.
3. Tahap Wawasan
Dalam suasana kelompok tahap wawasan itu diarahkan untuk membantu para konseli memahami mengapa mereka itu berfungsi dan berbuat seperti yang dilakukannya
itu, untuk mempermudah proses peroleh wawasan dan memadukannya ke dalam gaya hidup konseli, konselor dapat menggunakan teknik penafsiran. Penafsiran
bersangkutan dengan alasan mengapa para peserta berperilaku seperti dilakukannya.
4. Tahap Orientasi Kembali
Dalam tahap ini, peranan kelompok sangat penting, karena kelompok itu merangsang tindakan dan orientasi yang baru. Dalam kelompok para konseli dapat
mengenal bahwa di dalam dirinya terdapat sikap-sikap yang keliru terhadap orang lain. Orientasi kembali merupakan tahap pengambilan tindakan, apabila para
peserta telah menentukan keputusannya dan tujuan-tujuannya telah diubah. Apabila para konseli mengharapkan suatu perubahan, mereka harus bersedia menyusun
tugas-tugas untuk mereka sendiri. Komitmen ini diperlukan juga untuk menerjemahkan wawasan konseli menjadi perbuatannya yang nyata.
Peran konselor pada Konseling Kelompok Adlerian
Secara keseluruhan, konselor kelompok Adlerian terfokus pada pemahaman pola perilaku yang ditampilkan anggota kelompok dan menantang anggota kelompok atau
konseli untuk berubah. Pemimpin yang efektif menggunakan dinamika kelompok untuk membantu kelompok menolong dirinya sendiri (Hansen, 1980). Sebagai contoh,
konselor dapat menganjurkan anggota kelompok untuk menghadapi perilaku spesifik masing-masing dengan kenyataannya; Di dalampekerjaan kelompok, anggota
belajar sesuatu tentang kepercayaan dan tujuan hidup mereka. Dalam bekerja dengan kelompok, konselor dapatmenggunakan dorongan (mengambil risiko dengan
mengetahui hasil akhirnya) dan konsekuensi alamiah (hidup dengan menghasilkan perilaku nyata, seperti tidak mengikuti instruksi). Dengan kelompok orang dewasa, perencanaan yang lebih sistematis mungkin dilakukan. Dalam kasus lain, konselor kelompok Adlerian dianjurkan untuk menguasai teori disamping proses dan harus rnemiliki daya cipta.
Konselor dapat berperan sebagai seorang peserta dalam upaya terapeutik yang berdasarkan kerja sama antar anggotanya. Peran aktif konselor tampak pula sebagai penerapan fungsi konselor sebagai contoh atau model bagi para konseli. Dalam hal ini para konseli lebih banyak belajar dari contoh konselor, yaitu meniru atau meneladani apa yang diperbuat oleh konselor dari pada melakukan apa yang dikatakan konselor. Para konselor seyogyanya menyadari kondisi dasar
yang sangat penting bagi pertumbuhan para konselinya, yaitu empati, rasa hormat, perhatian, keaslian, keterbukaan, penghargaan yang positif, pemahaman mengenai dinamika perilaku, dan kemampuan menggunakan teknik-teknik yang berorientasi mendorong perubahan pada diri konseli.
yang sangat penting bagi pertumbuhan para konselinya, yaitu empati, rasa hormat, perhatian, keaslian, keterbukaan, penghargaan yang positif, pemahaman mengenai dinamika perilaku, dan kemampuan menggunakan teknik-teknik yang berorientasi mendorong perubahan pada diri konseli.
References
Adhiputra, N (2015) “konsling kelompok teori dan aplikasi”. Yogyakarta: Media Akademik.
Berg, R., Landreth, G, L., & Fall, K, A., (2006) “group counseling concepts and procedures. Fourth edition New York: Brunner-Routledge
Brown, N.W (1994) “ group counseling for elementary and middle school children”. Connecticut London: Praeger
Corey, G. (2012) “Theory & Practice of Group Counseling”. Eighth Edition. Canada: Cengage Learning
Jacobs, ED.E., Masson, R., Harvill, R., Schimmel, C, J. (2009) “ group counseling strategi and skiils”. Canada: Linda Schreiber-Ganster.
Kurnanto, E. (2013) “ Konseling Kelompok”. Alfabeta. Bandung
Latipun. (2006) “Psikologi Konseling”. Malang: UMM Press
Rusmana, N. (2009) “ Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah Metode, Teknik dan Aplikasi. Bandung: Rizke Press
Sonstegard, M., Bitter, J, R., & Pelonis, P. (2004) “ Adlerian Group Counseling and Therapy Step-by Step. New York: Brunner-Routledge