Kepribadian seorang konselor merupakan faktor yang paling penting dalam konseling. Seperti yang dinyatakan Perez “ temuan penelitian menunjukkan bahwa pengalaman, orientasi teoritis dan teknik yang digunakan bukanlah penentu utama efektivitas seorang terapis, akan tetapi kualitas pribadi konselor, bukan pendidikan dan pelatihannya sebagai kriteria dalam evaluasi keefektifannya. (Surya, 2003: 57) Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik.
Pembahasan mengenai kualitas konselor mencakup alasan pentingnya kualitas itu bagi konseling, deskripsi mengenai bagaimana kualitas itu dimanifestasikan, dan hambatan-hambatan dalam mewujudkan kualitas itu. Berikut ini akan dikemukakan beberapa karakteristik kualitas kepribadian konselor secara komprehensif yang terkait dengan keefektifan konseling.
sebagaimana Cavanagh dan Levitop (Surya 2003: 58 - 68) kualitas kepribadian konselor tersebut meliputi (1) pengetahuan mengenai diri sendiri; (2) kompetensi; (3) kesehatan psikologis yang baik; (4) dapat dipercaya; (5) kejujuran; (6) kekuatan atau daya (strenght); (7) kehangatan; (8) pendengaran aktif; (9) kesabaran; (10) kepekaan; (11) kebebasan; dan (12) kesadaran holistik, masing-masing kualitas konselor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri
Pengetahuan diri sendiri (self-knowledge) mempunyai makna bahwa konselor mengetahui secara baik tentang dirinya, apa yang dilakukan, mengapa melakukan itu, masalah yang dihadapi, danmasalah klien yang terkait dengan konseling. Pentingnya pengetahuan konselor tentang dirinya sendiri dengan alasan, pertama, seorang konselor yang mengetahui persepsi dirinya dengan baik cenderung mengetahui persepsi diri klien yang sedang dibantu. Kedua, keterampilan konselor yang digunakan untuk memahami dirinya adalah keterampilan yang sama untuk memahami diri konseli.
Dengan demikian, semakin besar kemampuan yangdimiliki, semakin besar pula kemungkinan untuk memahami konseli. Ketiga, konselor yang telah memiliki keterampilan yang digunakan untuk memahami diri sendiri memungkinkan konselor mengajarkannya kepada klien. Keempat, pengetahuan diri sendiri memungkinkan konselor merasakan dan berkomunikasi secarabaik dengan klien.
Kualitas konselor yang tinggi tingkat pengetahuannya terhadap diri sendiri
menunjukkan karakteristik sebagai berikut:
menunjukkan karakteristik sebagai berikut:
- Menyadari kebutuhannya. Sebagai konselor, harus mengenal bahwa mereka menyadari akan kebutuhan yang harus dicapai, seperti merasa penting, merasa dibutuhkan, memiliki kelebihan, terkendali, memiliki kekuasaan, dan tegas.
- Menyadari perasaannya. Perasaan terluka, takut, marah, bersalah, mencintai, atau seks, menjadi bagian dari respon setiap konselor dalam konseling. Kondisi perasaan itu akanbanyak berpengaruh terhadap situasi hubungan konseling. Oleh karena itu, konselor harus menyadari dan mampu mengendalikannya selama konseling berlangsung.
- Menyadari apa yang membuat cemas selama proses konseling, dan cara yang harus dilakukan untuk mengurangi kecemasan. Dalam konseling sering terjadi serangan terhadap konselor yang dapat menimbulkan kecemasan seperti pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan, seksualitas, moral, nilai-nilai terapeutik, dsb. Konselor harus menyadari pertahanan yang dilakukan untuk menghindari kecemasan seperti: pasif atau dominan; berharap klien akan merasa bersalah dan menghentikan serangan; mengubah topik; segera menjadi nondirektif dan reflektif; mencaci, menyalahkan, atau menakut-nakuti; menggunakan contoh atau analogi untuk mengacaukan (Saya mengerti frustrasi anda bersama saya. Saya juga akan bertindak hal yang sama jika seseorang berkata kepada saya ...) mengintelektualisasi ("Perbolehkan saya mengerti bagaimana perasaan seksual anda terhadap saya"); mengajarkan ("Saya kira anda akan merasa lebih terluka dari pada marah kepada saya. Anda lihat apa yang dilakukan oleh jiwa kita apabila terluka adalah ... ") berkhayal; menggunakan humor; mencegah timbulnya kecemasan hingga waktu yang lebih tepat.
- Menyadari kelebihan dan kekurangan diri. Kesadaran akan kelebihan dan kekurangan diri akan membantu· konselor dalam mengefektifkan hubungan konseling. Dengan kelebihannya, konselor dapat meningkatkan wibawa dan pengaruhnya terhadap konseli, sementara kesadaran akan kelemahan mendorong konselor untuk senantiasa memperbaiki diri.
Satu hambatan yang sering terjadi dalam mewujudkan pengetahuan tentang diri sendiri adalah konselor menggunakan pertahanan yang sama dilakukan oleh klien dalam melindungi diri sendiri dari ketepatan dalam memandang dirinya dan pekerjaannya. Mereka cenderung tergesa-gesa memuji diri sendiri ketika berhasil, dan cenderung menyalahkan manakala tidak memperoleh kemajuan dalam memotivasi konseli.
2. Kompetensi
Kompetensi (competence) mencakup aspek fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu klien. Kompetensi ini sangat penting bagi seorang konselor, karena klien datang pada konseling untuk belajar dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai hidup yang lebih efektif dan bahagia. Peranan seorang konselor ialah untuk mengajarkan semua kompetensi ini kepada konseli. Oleh karena itu makin banyak kompetensi yang dimiliki konselor, makin besar kemungkinan konselor dapat membantu konseli baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memperoleh kompetensi hidup. Hal yang membedakan hubungan persahabatan dengan hubungan konseling adalah terletak pada kompetensi konselor. Konselor yang efektif memiliki kombinasi kompetensi pengetahuan akademik, kualitas kepribadian, dan keterampilan membantu. Apila konselor tidak memiliki ketiga kompetensi tersebut, maka hubungan konseling tidak ada bedanya dengan hubungan persahabatan.
Kompetensi seorang konselor juga membangkitkan kepercayaan konseli dalam konseling. Makin besar kepercayaan konseli terhadap konselor, makin besar kemungkinan konselor dapat membantu konseli secara efektif. Di samping itu kompetensi konselor sangat penting untuk efisiensi penggunaan waktu konseling. Semakin kompeten seorang konselor, maka konseling semakin lebih memiliki tujuan yang spesifik dan metode pencapaiannya dengan penggunaan waktu secara efisien.
Seorang konselor yang senantiasa berusaha menjadi lebih kompeten memiliki dri-ciri sebagai berikut:
- Secara berkelanjutan senantiasa berusaha meningkatkan pengetahuan tentang perilaku dan konseling/antara lain melalui bacaan, menghadiri konferensi atau seminar, mengikuti pelatihan, berdiskusi dengan rekan sejawat,
- Senantiasa mencari pengalaman-pengalaman hidup yang baru yang dapat membantunya meningkatkan kompetensi dan mempertajam keterampilannya,
- Senantiasa mencoba berbagai gagasan dan pendekatan dalam konseling,
- Senantiasa melakukan penilaian dalam setiap langkah konseling untuk mencapai keefektifan konseling.
Peningkatan kompetensi konselor sering terhambat oleh adanya mitos bahwa tingkatan akademik dan jumlah pengalaman akan secara otomatis meningkatkan kualitas seseorang menjadi konselor yang efektif.
3. Kesehatan psikologis yang baik
Konselor harus menjadi model kondisi kesehatan psikologis yang baik bagi konselinya. Artinya, konselor harus lebih sehat psikisnya daripada konseli. Kesehatan psikologis yang baik akan mendasari pemahaman perilaku dan keterampilan dan pada gilirannya akan mengembangkan satu daya yang positif dalam konseling. Seorang konselor merupakan model perilaku, dan setiap sesi dalam konseling merupakan proses adaptasi perilaku. Konselor yang memiliki kekurangan kesehatan psikologisnya,· dapat menimbulkan kecemasan dalam diri konseli. Akibatnya konselor justru menjadi sumber masalah ketimbang menjadi solusi.
Karakteristik konselor yang memiliki kesehatan psikologis yang baik antara lain:
- Mencapai pemuasan kebutuhan seperti kebutuhan rasa aman, cinta, memelihara, kekuatan, seksual, danperhatian di luar hubungan konseling,
- Tidak membawa pengalaman masa lalu dan masalah pribadi di luar konseling ke dalam konseling,
- Menyadari titik penyimpangan dan kelemahan yang dapat membantu mengenal situasi yang terkait dengan masalah,
- Tidak hanya mencapai kelestarian hidup, tetapi mencapai kehidupan dalam kondisi yang baik. Salah satu kendala yang timbul adalah konselor membiarkan ketakutan dan ketidakpuasan atas kehidupan pribadinya menjadi satu komunitas samaran (pseudocommunity) dalam konseling. Dalam komunitas ini, mereka merasa aman, kepuasan, dan merasa penting akan tetapi hanya bersifat samaran atau tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.
4. Dapat dipercaya
Dapat dipercaya (trustworthtness) penting bahwa konselor bukan sebagai satu ancaman bagi konseli akan tetapi sebagai pihak yang memberikan rasa aman. Alasan pentingnya konselor dapat dipercaya, yaitu (a) kepercayaan terhadap konselor diperlukan dalam mencapai tujuan esensial konseling yaitu mendorong konseli agar menjadi dirinya sendiri, (b) untuk memberikan jaminan kerahasiaan konseli dalam konseling, (c) konseli membutuhkan keyakinan untuk
mempercayai motivasi dan watak konselor, (d) pengalaman konseli terhadap konsistensi, penerimaan, dan kerahasiaan konselomya; akan membantu klien dalam mengembangkanrasa percaya yang lebih mendalam terhadap dirinya sendiri.
mempercayai motivasi dan watak konselor, (d) pengalaman konseli terhadap konsistensi, penerimaan, dan kerahasiaan konselomya; akan membantu klien dalam mengembangkanrasa percaya yang lebih mendalam terhadap dirinya sendiri.
Konselor yang dapat dipercaya memiliki kualitas sebagai berikut: (a) dapat dipercaya dan konsisten seperti dalam menepati janji dalam setiap perjanjian konseling, dalam ucapan dan.·perbuatan, dsb. (b) baik secara verbal maupun nonverbal menyatakan jaminan kerahasiaan konseli, (c) membuat konseli tidak merasa menyesal membuka rahasia dirinya, (d) bertanggung jawab terhadap semua ucapannya dalam konseling sehingga konseli mendapatkan lingkungan yang bersifat mendukung. Satu hambatan utama dalam perwujudan kepercayaan terhadap konselor adalah gangguan yang berasal dari masalah lain yang dialami konselor. Misalnya ada kesibukan konselor dalam tugas-tugas lain sehingga mempengaruhi konsistensi konselor seperti dalam menepati waktu, tempat, dsb. Konselor yang merupakan "orang sibuk" harus sangat berhati-hati akan hal ini.
5. Kejujuran
Kejujuran (honest) yang mutlak mempunyai makna bahwa seorang konselor harus terbuka, otentik, dan sejati dalam penampilannya. Karakteristik tersebut sangat penting dalam konseling, mengingat beberapa alasan berikut ini. Pertama, transparansi atau sikap keterbukaan memudahkan konselor dan konselinya berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis. Ke-dua, kejujuran memungkinkan konselor untuk memberikan umpan balik yang belum diperhalus. Ke-tiga, kejujuran konselor merupakan ajakan sejati kepada klien untuk nienjadi jujur. Ke-empat, konselor dapat menjadi model bagaimana menjadi manusia jujur dengan cara-cara yang konstruktif. Konselor yang benar-benar jujur memiliki kualitas: (a) memiliki kongruensi dalam arti ada kesesuaian antara kualitas diri aktual atau nyata (real self) dengan penilaian pihak lain terhadap dirinya (public self) (b) menyatakan bahwa kejujuran dapat menimbulkan kecemasan klien dan mempersiapkan untuk menghadapinya, (c) memiliki pemahaman yang jelas dan beralasan terhadap makna kejujuran, (d) mengenal pentingnya menghubungkan antara kejujuran “positif” dan kejujuran "negative”. Satu hambatan dalam memeroleh kejujuran konselor adalah adanya stres yang dialami oleh konselor. Oleh karena itu, konselor harus mengupayakan
agar sedapat mungkin tetap bebas dari stres.
agar sedapat mungkin tetap bebas dari stres.
6. Kekuatan atau daya (strength)
Keberanian konselor melakukan apa yang dikatakannya dapat membantu keseluruhan konseling. Kondisi ini merupakan titik tengah antara intimidasi dan kelemahan. Kekuatan konselor mempunyai peranan yang penting dalam konseling karena memungkinkan konseli merasa aman dalam konseling. Konselor memerlukan daya untuk mengatasi serangan dan manipulasi konseli dalam konseling. Kekuatan konselor juga dapat menepis anggapan bahwa konselor sebagai sumber yang mengacaukan pikiran konseli. Selanjutnya kekuatan ini penting karena dapat membantu konseli dalam mengembangkan perlindungan diri konseli. Konselor dengan kekuatan yang baik memiliki kualitas sebagai berikut: (a) mampu menetapkan batasan yang beralasan dan mematuhinya untuk menetapkan hubungan yang baik dan menggunakan waktu dan tenaga secara efisien, (b) dapat mengatakan sesuatu yang sulit dan membuat keputusan yang tidak populer, (c) fleksibel dalam melakukan pendekatan dalam konseling, (d) dapat tetap menjaga jarak dengan klien, untuk tidak terbawa emosi yang timbul pada waktu konseling.
References
Adhiputra, N (2015) “konsling kelompok teori dan aplikasi”. Yogyakarta: Media Akademik.
Berg, R., Landreth, G, L., & Fall, K, A., (2006) “group counseling concepts and procedures. Fourth edition New York: Brunner-Routledge
Brown, N.W (1994) “ group counseling for elementary and middle school children”. Connecticut London: Praeger
Corey, G. (2012) “Theory & Practice of Group Counseling”. Eighth Edition. Canada: Cengage Learning
Jacobs, ED.E., Masson, R., Harvill, R., Schimmel, C, J. (2009) “ group counseling strategi and skiils”. Canada: Linda Schreiber-Ganster.
Kurnanto, E. (2013) “ Konseling Kelompok”. Alfabeta. Bandung
Latipun. (2006) “Psikologi Konseling”. Malang: UMM Press
Rusmana, N. (2009) “ Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah Metode, Teknik dan Aplikasi. Bandung: Rizke Press
Sonstegard, M., Bitter, J, R., & Pelonis, P. (2004) “ Adlerian Group Counseling and Therapy Step-by Step. New York: Brunner-Routledge