Fungsi konseling kelompok
Berangkat dari sejumlah definisi konseling kelompok di atas maka konseling kelompok memiliki beberapa fungsi. Sebagaimana Nurihsan, J (2006:24) menyatakan bahwa konseling kelompok mempunyai dua fungsi yaitu layanan yang diarahkan untuk mengatasi persoalan yang dialami individu, dan fungsi layanan preventif; yaitu layanan konseling yang diarahkan untuk mencegah terjadinya persoalan pada diri individu.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa konseling kelompok bersifat pencegahan dan penyembuhan. Sifat pencegahan sebagaimana dimaksud mengandung arti bahwa individu yang dibantu mempunyai kemampuan normal atau berfungsi secara wajar di masyarakat namun memiliki beberapa kelemahan dalam kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain.
Sementara itu konseling yang bersifat penyembuhan mengandung arti membantu individu untuk dapat keluar dari persoalan yang dialaminya dengan cara memberikan kesempatan, dorongan, juga pengarahan individu untu mengubah sikap dan perilakunya agar selaras dengan lingkungannya. Improvisasi penyembuhan disini bertolak dari hakikat keberadaan konseli yang merupakan subjek dan bukan objek yang artinya konseli bebas untuk memilih dan membuat suatu keputusan atas apa yang tengah dihadapinya, dengan diberikannya kebebasan kepda konseli ini juga berati bahwa konseling kelompok bukan persepsi pada penyembuhan individu yang sakit secara psikologsi namun untuk individu yang normal.
Saat ini konseling kelompok telah diterapkan diberbagai institusi seperti, sekolah, rumah sekolah, perusahaan dan masyarakat luas, untuk mengatasi masalah-maslah kesehatan (prawitasari, 1997); perilaku anti sosial, Latipun, 1999); pendidikan dan remaja (Prayitno, 1995) dan sebagainya. Pendekatan kelompok diskembangkan dalam proses konseling didasakan atas pertimbangan bahwa pada dasarnya kelompok dapat pula membantu memecahkan individu atausejumlah individu yang bermasalah (Latipun, 2006: 183).
Tujuan dan manfaat koseling kelompok
Tujuan konseling kelompok pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu, tujuan teoritis dan tujuan operasional. Tujuan teoritis berkaitan dengan tujuan yang secara umum dicapai melalui proses konseling, sedangkan tujuan operasional disesuaikan dengan harapan konseli dana masalah yang dihadapi konseli. Tujuan-tujuan tersebut diupayakan melalui proses dalma konseling kelompok. Pemberi dorongan (supportive) dan pemahaman melalui redukatif ( insight-reeducative) sebagai pendekatan yang digunakan konseling. Diharapkan konseli dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut Nelson-Jones (Latipun,2006: 182). Tujuan operasionalnya disesuaikan dengan masalah konseli, dan dirumuskan secara bersama-bersama antara konseli dan konselor.
Tujuan mengacu pada mengapa kelompok mengadakan pertemuan dan apa tujuan serta sasaran yang hendak dicapai. Sebagaimana Brow (2009) mengatakan bahwa ketika pemimpin sepenuhnya memahami tujuan dari kelompok, lebih mudah baginya untuk memutuskan hal-hal seperti ukuran, keanggotaan, panjang sesi, dan jumlah sesi dalam kelompok, sementara itu Hulse-Killacky, Killacky & Donigian, (2001) menyatakan tujuan dari kelompok berfungsi sebagai peta bagi pemimpin. Anggota dan pemimpin harus jelas tentang kedua tujuan umum dan tujuan spesifik setiap sesi kelompok, kadang-kadang tujuannya jelas, seperti menurunkan berat badan, berhenti merokok, mengatasi fobia, atau belajar keterampilan belajar.
Dikatakan oleh Jacob, at all. (2012: 57) bahwa· ketika seorang pemimpin kelompok belum jelas tentang tujuan kelompok yang dipimpinnya, maka ada kecenderungan kelompok tersebut akan sering membingungkan, membosankan, atau tidak produktif atau pemimpin tidak mengikuti tujuan yang dinyatakan. Selain itu, tujuan kelompok dapat berubah sebagaimana perkembangan yang terjadi pada kelompok. Jika konselor menguasai proses klarifikasi tujuan, berikutnya yang penting dari aspek kepemimpinan kelompok yang efektif adalah perencanaan.
Konseling kelompok berfokus pada membantu konseli dalam melakukan perubahan dengan menaruh perhatian pada perkembangan dan penyesuaian sehari-hari, misalnya modifikasi tingkah laku, pengembangan keterampilan hubungan personal, nilai, sikap atau membuat keputusan karier Gibson dan Mitchell, (Latipun, 2006: 181).
Sementara itu menurut Winkel (1997: 544), konseling kelompok dilakukan dengan beberapa tujuan, yaitu:
Pertama: Masing-masing anggota kelompok memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman diri itu dia lebih rela menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif dalam kepribadiannya.
Ke-dua: Para anggota kelompok mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas pada fase perkembangan mereka.
Ke-tiga: Para anggota kelompok memperoleh kemampuan pengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontra antar pribadi di dalam kelompok dan kemudian juga dalam kehidupan sehari-hari di luar kehidupan kelompoknya.
Ke-empat: para anggota kelompok menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain. Kepekaan dan penghayatan ini akan lebih membuat mereka lebih sensitif juga terhadap kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan sendiri.
Ke-lima: Masing-masing anggota kelompok menetapkan suatu sasaran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.
Ke-enam: Para anggota kelompok lebih berani nielangkah maju dan menerima resiko yang wajar dalam bertindak dari pada tinggal diam dan tidak berbuat apa-apa.
Ke-tujuh: Para anggota kelompok lebih menyadari dan menghayati makna dan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama, yang mengandung tuntutan menerima orang lain dan harapan akan diterima orang lain.
Ke-delapan: Masing-masing anggota kelompok semakin menyadari bahwa hal-hal yang memprihatinkan bagi dirinya sendiri kerap kali juga menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang lain, dengan demikian dia tidak merasa terisolir, atau seolah-olah hanya dialah yang mengalami ini dan itu.
Ke-sempbilan: Para anggota kelompok belajar berkomunikasi dengan anggota-anggota yang lain secara terbuka, dengan saling menghargai dan menaruh perhatian. Pengalaman bahwa komunikasi demikian dimungkinkan akan membawa dampak positif dalam kehidupan dengan orang-orang yang dekat di kemudian hari.
Bagi konseli, konseling kelompok dapat bermanfaat sekali karena melalui interaksi dengan anggota-anggota kelompok, mereka akan mengembangkan berbagai keterampilan yang pada intinya meningkatkan kepercayaan diri (self confidence) dan kepercayaan terhadap orang lain. Dalam suasana kelompok mereka merasa lebih mudah membicarakan persoalan-persoalan yang mereka hadapi daripada ketika mereka mengikuti sesi konseling individual. Dalam suasana kelompok mereka juga lebih rela menerima sumbangan pikiran dari seorang rekan anggota atau dari konselor yang memimpin kelompok itu dari pada bila mereka berbicara dengan seorang konselor dalam konseling individual. Dalam konseling kelompok konseli juga dapat berlatih untuk dapat menerima diri sendiri dan orang lain dengan apa adanya serta meningkatkan kepercayaan diri (self confidence) dan kepercayaan pada orang lain serta meningkatkan pikirannya.
Tujuan pelaksanaan konseling kelompok ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri konseli. Kepercayaan diri dapat ditinjau dalam kepercayaan diri lahir dan batin yang diimplementasikan ke dalam tujuh ciri yaitu, cinta diri dengan gaya hidup dan perilaku untuk memelihara diri, sadar akan potensi dan kekurangan yang dimiliki, memiliki tujuan hidup yang jelas, berfikir positif dengan apa yang akan dikerjakan dan bagaimana hasilnya, dapat berkomunikasi dengan orang lain, memiliki ketegasan, penampilan diri yang baik, dan memiliki pengendalian perasaan.
References
Adhiputra, N (2015) “konsling kelompok teori dan aplikasi”. Yogyakarta: Media Akademik.
Berg, R., Landreth, G, L., & Fall, K, A., (2006) “group counseling concepts and procedures. Fourth edition New York: Brunner-Routledge
Brown, N.W (1994) “ group counseling for elementary and middle school children”. Connecticut London: Praeger
Corey, G. (2012) “Theory & Practice of Group Counseling”. Eighth Edition. Canada: Cengage Learning
Jacobs, ED.E., Masson, R., Harvill, R., Schimmel, C, J. (2009) “ group counseling strategi and skiils”. Canada: Linda Schreiber-Ganster.
Kurnanto, E. (2013) “ Konseling Kelompok”. Alfabeta. Bandung
Latipun. (2006) “Psikologi Konseling”. Malang: UMM Press
Rusmana, N. (2009) “ Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah Metode, Teknik dan Aplikasi. Bandung: Rizke Press
Sonstegard, M., Bitter, J, R., & Pelonis, P. (2004) “ Adlerian Group Counseling and Therapy Step-by Step. New York: Brunner-Routledge