BUDAYA DENGAN PERILAKU BAHASA, EMOSI, SOSIAL DAN PSIKOMOTORIK

Pengertian budaya

Secara etimologis budaya adalah sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yg sudah sukar diubah dalam konteks peradaban masyarakat. Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan  dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah,
  mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Gordon, (1964:32) menyatakan proses budaya yang paling tepat digambarkan sebagai totalitas belajar, cara-cara social, acting dan cara melakukan sesuatu yang  diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, bukan melalui warisan genetic tetapi dengan metode formal dan informal pengajaran dan demokrasi. Karena konseling adalah proses yang memungkinkan klien untuk berfungsi lebih efektif sebagai individu lain. Focus utama dari konseling adalah bahwa setiap  klien memiliki hubungan dirinya dengan orang lain dalam konteks budaya dan lingkungan.

Dimensi-dimensi budaya
Konselor yang sensiif terhadap dinamika budaya akan dapat memahami dan merespon lebih baik terhadap perkembangan klien dalam konseling. Misalnya: ekspresi  social dasar seperti bahasa (berbicara, menulis, symbol, gerak tubuh), norma (sesuai kolektif dari apa yang diinginkan atau tidak diinginkan) menceritakan banyak tetang konteks budaya dari setiap kelompok orang, budaya konselor yang responsif mungkin juga dapat mengambil karakteristik ini menjadi pertimbangan  khusus apabila diperlukan.

Budaya sebagai struktur social
Istilah-istilah seperti struktur social, system social, dan orgnisasi social sering digunagakan secara bergantian sebagai konsep inti untuk mengambarkan budaya suatu masyarakat adalah “ seperangkat hubungan social yang mengkristal anggotanya memliki satu sama lain” (Gordon, 1964, hal.30). Lembga-lembaga pemerintahan, pendidikan, agama, unit keluarga, dan sitem ekonomi politik mencerminkan representasi budaya yang teroganisir.

Budaya sebagai system kerabat
Istilah kekerabatan meliputi perkawinan, orang tua, silsilah patriarkal dan matriarkal, unit keluarga, keluarga inti, keluarga besar, dan keluarga rata.  suatu sistem masyarakat yang tinggal dalam hubungan satu sama lain.

Budaya sebagai kepribadian
Konselor dan terapis harus focus pada salah satu dan hubungan yang mempengaruhi, asumsi subjektif kognitif bahwa klien memiliki beragam tentang hidup dan  yang akibatnya menyebabkan perilaku tertentu. Hal ini juga penting bagi para konselor dan terapis untuk memperluas kemampuan mereka berbicara tentang,pengamatan, dan memahami kedua perbedaan dan persamaan dalam kelompok-kelompok budaya yang beragam orang untuk berempati dengan pengalaman klien dan titik  pandang yang subjektif.

Budaya sebagai penyesuaian
Suatu penafsiran psikologis budaya yang menekankan hubungan individu di dalam kelompok dimensi yang konseptual.

Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,  tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi  dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah
segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup (Soekidjo Notoatmodjo, 1987:1).

Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili kumpulan kata atau kosakata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad,disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus. Berikut ini beberapa pengertian bahasa menurut para ahli :

Harimurti Kridalaksana (1985:12) Menyatakan bahwa:
Bahasa adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk komunikasi oleh kelompok manusia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia: 
Bahasa adalah sistem bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan  mengidentifikasikan diri.

Finoechiaro (1964:8) Menyatakan bahwa:
Bahasa adalah sistem simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang mempelajari sistem  kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi.

Carol (1961:10) Menyatakan bahwa:
Bahasa merupakan sistem bunyi atau urutan bunyi vokal yang terstruktur yang digunakan atau dapat digunakan dalam komunikasi internasional oleh kelompok manusia dan secara lengkap digunakan untuk mengungkapkan sesuatu, peristiwa, dan proses yang terdapat di sekitar manusia.

I.G.N. Oka dan Suparno (1994:3) Menyatakan bahwa:
Bahasa adalah sistem lambang bunyi oral yang arbitrer yang digunakan oleh sekelompok manusia (masyarakat) sebagai alat komunikasi.

Kamus Linguistik (2001:21)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk kerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan
diri.

Gorys Keraf (1984:1 dan 1991:2) Menyatakan bahwa:
Bahasa adalah komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambang bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

D.P. Tambulan (1994:3) Menyatakan bahwa:
Bahasa adalah untuk memahami pikiran dan perasaan, serta menyatakan pikiran dan perasaan.

H.G. Brown (1987:4) Menyatakan bahwa:
Bahasa adalah suatu sistem komunikasi menggunakan bunyi yang diucapkan melalui organ-organ ujaran dan didengar di antara anggota-anggota masyarakat, serta  menggunakan pemrosesan simbol-simbol vokal dengan makna konvensional secara arbitrer.

Kajian lanjut

Bahasa merupakan salah satu bentuk hasil karya budaya. Bahasa merupakan instrument (alat) untuk mengungkapkan apa yang dipelajari dan dipikirkan oleh manusia secara verbal. Bahasa digunakan oleh manusia untuk mengatasi keterbatasan manusia dalam interaksi dan komunikasi. Instrument interaksi yang berupa bahasa dibangun oleh satuan-satuan pembentuk tuturan (mulai dari satuan bunyi, kata, kalimat, sampai pada satuan wacana). System yang mengatur tatanan  satuan-satuan tersebut menjadi sebuah bahasa, serta makna yang dikandungnya.

Bertolak dari paparan di atas jika dilihat dari perpsektif bimbingan konseling lintas budaya maka, probabilistik pertanyaan yang berpotensi muncul diantaranya:
  1. Apakah bahasa hanya berfungsi semacam wahana komunikasi?
  2. Apakah bahasa juga difungsikan untuk merumuskan hasil proses pembelajaran melalui nilai-nilai dan atau norma-norma   kebudayaan yang dimiliki oleh setiap etnik?
  3. Adakah rumusan verbal (dengan menggunakan kata-kata representement kebudayaan)?
  4. Apakah implikasi terhadap bimbingan dan konseling lintas budaya itu sendiri.
Tiga hal mengenai bahasa, (Kramsch (1998:3) Language expresses cultural reality (bahasa mengungkapkan realitas budaya). language embodies cultural reality (bahasa mewujudkan realitas budaya) language embodies cultural reality (bahasa melambangkan realitas budaya).

Kramsch dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, bahwa bahasa bukan sekedar alat komunikasi. Namun melalui bahasa kebudayaan pemilik bahasa dapat diketahui, karena realitas kultural diungkapkan, diwujudkan dan dilambangkan. Piaget, (Chaer, 2003:52-58). seorang sarjana Perancis, menyebutkan bahwa budaya (pikiran) akan membentuk bahasa seseorang, perilaku bahasa juga alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain.

Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim, 2001). Sebagai bukti bahwa  manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain.Ada ikatan saling ketergantungan diantara satu orang dengan yang lainnya. Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam  kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat. Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey (1982) dalam Rusli Ibrahim (2001), perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain (Baron & Byrne, 1991 dalam Rusli Ibrahim, 2001). Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Perilakusosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerja sama, ada orang yang melakukannya dengan tekun, sabar dan selalu mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadinya. Sementara di pihak lain, ada orang yangbermalas-malasan, tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri. Sesungguhnya yang menjadi dasar dari uraian di atas adalah bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial (W.A. Gerungan, 1978:28). 

Sejak dilahirkan manusia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memuhi kebutuhan biologisnya. Pada perkembangan menuju kedewasaan, interaksi social diantara manusia dapat merealisasikan kehidupannya secara individual. Hal ini dikarenakan jika tidak ada timbal balik dari interaksi sosial maka manusia tidak dapat merealisasikan potensi-potensinya sebagai sosok individu yang utuh sebagai hasil interaksi sosial. Potensi-potensi itu pada awalnya dapat diketahui dari  perilaku kesehariannya.
 
Faktor-Faktor Pembentuk Perilaku Sosial
Beberapa yang sangat berpengaruh dalam pembentukan Perilaku Sosial diantaranya faktor kepribadian seseorang, faktor lingkungan dan faktor budaya Baron dan Byrne berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang dapat membentuk perilaku sosial seseorang, yaitu :

Perilaku dan karakteristik orang lain.
Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun, ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam lingkungan pergaulannya. Proses kognitif. Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh  terhadap perilaku sosialnya.actor lingkungan. Lingkungan alam terkadang dapat memengaruhi perilku social seseorang Latar budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi.
 
KECENDERUNGAN PERILAKU DALAM HUBUNGAN SOCIAL

1. Kecenderungan Perilaku Peran Sifat pemberani dan pengecut secara sosial.
Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial, biasanya dia sukamempertahankan dan membela haknya, tidak malu-malu atau tidak seganmelakukan sesuatu  perbuatan yang sesuai norma di masyarakat dalam mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga. Sedangkan sifatpengecut menunjukkan perilaku atau keadaan sebaliknya, seperti kurang suka mempertahankan haknya, malu dan segan berbuat untukmengedepankan kepentingannya.

Sifat berkuasa dan sifat patuh.
Orang yang memiliki sifat sok berkuasa dalam perilaku sosial biasanya ditunjukkan oleh perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi kepada kekuatan,  percaya diri, berkemauan keras, suka memberi perintah dan memimpin langsung. Sedangkan sifat yang patuh atau penyerah menunjukkan perilaku sosial yang sebaliknya, misalnya kurang tegas dalam bertindak, tidak suka memberi perintah dan tidak berorientasikepada kekuatan dan kekerasan.

Sifat inisiatif secara sosial dan pasif.
Orang yang memiliki sifat inisiatif biasanya suka mengorganisasi kelompok, tidak sauka mempersoalkan latar belakang, suka memberi masukan atau saran-saran  dalam berbagai pertemuan, dan biasanya suka mengambil alih kepemimpinan. Sedangkan sifat orang yang pasif secara sosial ditunjukkan oleh perilaku yang bertentangan dengan sifat orang yang aktif, misalnya perilakunya yang dominan diam, kurang berinisiatif, tidak suka memberi saran atau masukan.

Sifat mandiri dan tergantung.
Orang yang memiliki sifat mandiri biasanya membuat segala sesuatunya dilakukan oleh dirinya sendiri, seperti membuat rencana sendiri, melakukan sesuatu  dengan cara-cara sendiri, tidak suak berusaha mencari nasihat atau dukungan dari orang lain, dan secara emosiaonal cukup stabil. Sedangkan sifat orang yang ketergantungan cenderung menunjukkan perilaku sosial sebaliknya dari sifat orang mandiri, misalnya membuat rencana dan melakukan segala sesuatu harus  selalu mendapat saran dan dukungan orang lain, dan keadaan emosionalnya relatif labil.
 
2. Kecenderungan Perilaku Dalam Hubungan Social dapat diterima atau ditolak oleh orang lain.
Orang yang memiliki sifat dapat diterima oleh orang lain biasanya tidak berprasangka buruk terhadap orang lain, loyal, dipercaya, pemaaf dan tulus menghargai kelebihan orang lain. Sementara sifat orang yang ditolak biasanya suak mencari kesalahan dan tidak mengakui kelebihan orang lain.

Suka bergaul dan tidak suka bergaul.
Orang yang suka bergaul biasanya memiliki hubungan sosial yang baik, senang bersama dengan yang lain dan senang bepergian. Sedangkan orang yang tidak  suak bergaul menunjukkan sifat dan perilaku yang sebaliknya.

Sifat ramah dan tidak ramah.
Orang yang ramah biasanya periang, hangat, terbuka, mudah didekati orang,dan suka bersosialisasi. Sedang orang yang tidak ramah cenderung bersifat  sebaliknya.

Simpatik atau tidak simpatik.
Orang yang memiliki sifat simpatik biasanya peduli terhadap perasaan dan keinginan orang lain, murah hati dan suka membela orang tertindas.Sedangkan orang yang tidak simpatik menunjukkna sifat-sifat yang sebaliknya.

3. Kecenderungan Perilaku Ekspresif Sifat suka bersaing dan tidak suka bersaing.
Orang yang suka bersaing biasanya menganggap hubungan sosial sebagai perlombaan, lawan adalah saingan yang harus dikalahkan, memperkaya dirisendiri.  Sedangkan orang yang tidak suka bersaing menunjukkan sifat-sifat yang sebaliknya.

Sifat agresif dan tidak agresif.
Orang yang agresif biasanya suka menyerang orang lain baik langsungataupun tidak langsung, pendendam, menentang atau tidak patuh padapenguasa, suka bertengkar dan suka menyangkal. Sifat orang yang tidak agresif menunjukkan perilaku yang sebaliknya.

Sifat kalem atau tenang secara sosial.
Orang yang kalem biasanya tidak nyaman jika berbeda dengan orang lain, mengalami kegugupan, malu, ragu-ragu, dan merasa terganggu jika ditontonorang.

Sifat suka pamer atau menonjolkan diri.
Orang yang suka pamer biasanya berperilaku berlebihan, suka mencari pengakuan, berperilaku aneh untuk mencari perhatian orang lain.

Pola Perilaku Sosial
Bentuk-bentuk perilaku sosial anak menurut Hurlock (1991: 263) yaitu:
Kerjasama
Sejumlah kecil anak belajar bermaian atau bekerja secara bersama dengan anak lain sampai mereka berumur 4 tahun. Semakin banyak kesempatan yang mereka  miliki untuk melakukan sesuatu bersama-sama, semakin cepat mereka belajar melakukannya dengan cara bekerja sama.
Persaingan
Jika persaingan merupakan dorongan bagi anak-anak untuk berusaha sebaik-baiknya, hal ini akan menambah sosialisasi mereka. Jika hal itu diekspresikan dalam  pertengkaran dan kesombongan, akan mengakibatkan timbulnya sosialisasi yang buruk.
Kemurahan hati
Kemurahan hati, sebagaimana terlihat pada kesedihan untuk berbagi sesuatu dengan anak lain, meningkatkan dan sikap mementingkan diri sendiri semakin  berkurang setelah anak belajar bahwa kemurahan hati menghasilkan penerimaan sosial.
Hasrat akan peneriamaan sosial
Jika hasrat untuk diterima kuat, hal ini mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. Hasrat untuk diterima oleh orang dewasa biasanya  timbul lebih awal dibandingakan dengan hasrat untuk diterima oleh teman sebaya
Simpati
Anak kecil tidak mampu berperilaku simpati sampai mereka pernah mengalami situasi yang mirip dengan duka cita. Mereka mengekspresikan simpati dengan berusaha dengan menolong atau menghibur seseorang yang sedang sedih.
Empati
Empati kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini hanya berkembang jika anak dapat  memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang lain.
Ketergantungan
Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan, perhatian dan kasih sayang mendorong anak untuk berperilaku dengan cara yang diterima secara sosial. Anak yang berjiwa bebas kekurangan motivasi ini.
Sikap ramah
Anak kecil memperlihatkan sikap ramah melalui kesediaan melakukan sesuatu untuk bersama anak atau orang lain dan dengan mengekspresikan kasih sayang kepada mereka.
Sikap tidak mementingkan diri sendiri.
Anak yang mempunyai kesempatan dan mendapat dorongan untuk membagi apa yang mereka miliki dan yang tidak terus menerus menjadi pusat perhatian keluarga, belajar memikirkan orang lain dan berbuat untuk orang lain dan berbuat untuk orang lain dan bukannya hanya memusatkan perhatian pada kepentingan dan milik mereka sendiri.
Meniru
Dengan meniru seseorang yang diterima baik oleh kelompok sosial, anak-anak mengembangkan sifat yang menambah penerimaan kelompok terhadap diri mereka.

SUMMARY

Bahasa dan budaya terjalin sedemikian rupa sehingga orang-orang di masyarakat tidak dapat hidup tanpa menggunakan keduanya. Bahasa digunakan untuk mengekspresikan ide-ide seseorang sehingga mengekspresikan pandangan dunia dari budaya itu. Budaya, lingkungan, dan variasi manusia dibahas dalam fenomena interaktif dimana orang mengembangkan pikiran, tindakan, dan cara mengekspresikan perasaan. Dalam hal ini, budaya digambarkan sebagai totalitas perilaku belajar dari orang yang muncul dari transaksi interpersonal mereka. Dimensi spesifik dari  budaya secara umum yang dicatat dalam struktur mode masyarakat, kekerabatan / pola hubungan sosial, kepribadian dan penyesuaian psikologis. Budaya berorientasi konseling responsif terhadap bahasa klien, perilaku norma / sanksi, nilai, keluarga dan peran gender, keyakinan agama / spiritual, dan pribadi  etnis / ras identitas.

Proses konseling multikultural sinergis selanjutnya didefinisikan sebagai tatap muka utama antara konselor dan klien yang memperhitungkan dinamika pribadi konselor dan klien. Konselor lintas budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimilikinya dan sumsiasumsi terbaru tentang perilaku manusia. Dalam hal ini, konselor yang melakukan praktik konseling lintas budaya, seharusnyasadar bahwa dia memiliki nilai nilai sendiri yang harus dijunjung tinggi. Konselor harussadar bahwa nilai nilai dan norma norma yang dimilikinya itu akan terus dipertahankansampai kapanpun juga. Di sisi lain, konselor harus menyadari bahwa klien yang akandihadapinya adalah mereka yang mempunyai nilai nilai dan norma yang berbeda dengandirinya. Untuk hal itu, maka konselor harus bisa  menerima nilai nilai yang berbeda itudan sekaligus mempelajarinya.

Konselor lintas budaya sadar terhadap karakteristik konseling secara umum. Konselor dalam melaksanakan konseling sebaiknya sadar terhadap pengertian dan kaidah dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena pengertian terhadap kaidahkanseling yang terbaru akan membantu konselor dalam memecahkan masalah yangdihadapi oleh klien. Terutama mengenai kekuatan baru dalam dunia konseling yaitu konseling lintas budaya.

Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan, dan mereka harus mempunyai perhatian terhadap lingkungannya.Konselor dalam melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan dengan nilainilai atau norma norma yang dimiliki oleh suku suku tertentu. Terlebih lagi, jika konselor melakukan praktek konseling di indonesia. Dia harus sadar bahwa Indonesiamempunyai kurang  lebih 357 etnis, yang tentu saja membawa nilai nilai dan norma yang berbeda. Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus mau belajar dan memperhatikan lingkungan di mana dia melakukan praktik. Dengan mengadakan perhatian atau observasi nilai-nilai lingkungan di sekitarnya, diharapkan konselor dapat mencegah terjadinya kemandegan atau pertentangan selama proses konseling Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong seseorang (klien) untuk dapatmemahami budayanya (nilai-nilai yang dimiliki konselor)Untuk hal ini, ada aturan  main yang harus ditaati oleh setiap konselor. 

Konselor mempunyai kode etik konseling, yang secara tegas menyatakan bahwa konselor tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada klien. Hal ini mengimplikasikan bahwa sekecilapapun kamauan konselor tidak bolah dipaksakan kepada klien. Klien tidak bolehdiintervensi  oleh konselor tanpa persetujuan klien. Konselor lintas budaya dalam melaksanakan konseling harus mempergunakan pendekaten eklektik Pendekatan eklektik adalah suatu pendekatan dalam konseling yang mencoba untuk menggabungkan beberapa pendekatan dalam konseling untuk membantu memecahkan masalah klien. Penggabungan ini dilakukan untuk membantu klien yang mempunyai perbedaan gaya hidup. Selain itu, konseling eklektik dapat berupa penggabungan pendekatan konseling yang ada dengan pendekatan yang digali dari masyarakat pribumi (indegenous).

REFERENCESS

Alex Sobur. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Elly. M. Setiadi. Dkk. (2007). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Hersey, Paul dan Kenneth H. Blanchard. (1995). Manajemen Perilaku Organisasi :Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Terjemahan Agus Dharma. Jakarta.Erlangga
Kluckhohn, (1952). Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions. Cambridge, MA: Peabody Museum
Matsumoto, D. (2008). Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta. pustaka pelajar
Ratner, C. (2000). Outline of Coherent, Comprehensive Concept of Culture : The Problem of Fragmentary Notions of Culture. Cross-Cultural Psychology Bulletin, 35 : 5-11
Robbins, Stephen P. (2002) Prinsip – prinsip Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Segall, M.H., Dasen, P.R., Berry, J.W., & Poortinga, Y.H. (1999). Human Behavior in Global Perspective : An Introduction to Cross-Cultural Psychology. New York : Pergamon Press.
Triandis, H.C. (1994). Culture and Social Behavior. New York : McGraw-Hill.
Yusuf, Yusmar. (1991). Psikologi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Share this article :
 
Comments
0 Comments
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muhamad Hamdi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger