OPTIMALISASI PERKEMBANGAN ANAK PRASEKOLAH



PENDAHULUAN

Perkembangan adalah perubahan psikologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam peredaran waktu tertentu menuju kedewasaan dari lingkungan yang banyak berpengaruh dalam kehidupan anak menuju dewasa.

Perkembangan merupakan suatu proses yang tidak akan pernah berakhir dan berhenti. Setiap saat manusia mengalami perkembangan (Developmental) baik berupa perkembangan fisik maupun mental. Hakikat dari perkembangan adalah sebagai proses yang tidak pernah berhenti dan berakhir (never ending process). Perkembangan dapat diartikan perubahan yang agresif dan kontinu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Syamsu Yusuf (2005) mengungkapkan bahwa perkembangan individu adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik menyangkut fisik maupun psikis.

Sebutan anak dalam dimensi perkembangan diberikan kepada individu yang berusia 1 sampai dengan 11 tahun atau sudah mengalami menarche yang pertama. Hurlock memberikan sebutan anak terbagi dalam dua kelompok yaitu kanak-kanak dan anak. Kanak-kanak adalah individu dalam rentang usia 1-5 tahun dan anak adalah individu pada rentang 5-11 tahun. Sebutan lain yang digunakan oleh Bredekamp adalah anak usia dini bagi individu berusia 4 sampai 8 tahun dan anak untu yang berusia 8 hingga 11 tahun. Sebutan lain yang digunakan oleh Bredekamp adalah anak usia dini bagi individu dibawah 18 tahun, sehingga di dalamnya termasuk bayi, anak dan remaja awal.

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita atau masa prasekolah, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, kesadaran emosional dan inteligensia berjalan sangat cepat. Perkembangan psiko-sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tuanya. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan. Perkembangan menandai maturitas dari organ-organ dan sistem-sistem, perolehan ketrampilan, kemampuan yang lebih siap untuk beradaptasi terhadap stress dan kemampuan untuk memikul tanggung jawab maksimal dan memperoleh kebebasan dalam mengekspresikan kreativitas.

Psikologi Perkembangan Anak Prasekolah
Salah satu tahap perkembangan yang berlangsung dalam kehidupan manusia adalah tahap usia prasekolah yang berlangsung pada sekitar umur 2-6 tahun. Seperti halnya pada masa bayi, maka pada masa usia pra sekolah ini berbagai aspek perkembangan anak sedang berada pada keadaan perubahan yang sangat pesat, baik dalam kemampuan fisik, motorik, bahasa, kecerdasan, emosi, social dan kepribadian.

Bimbingan perkembangan merupakan usaha pemberian bantuan kepada individu supaya individu tersebut mencapai tugas-tugas perkembangan. Ahman (1998) berpendapat bahwa pada bimbingan perkembangan lebih menitikberatkan pada kebutuhan, kekuatan, minat dan issue-isue yang berkaitan dengan tahapan perkembangan dan merupakan bagian penting dan integral dari keseluruhan program pendidikan. Bimbingan yang merupakan bagian integral dari pendidikan dikarenakan tujuan akhir dari bimbingan dan pendidikan pada dasarnya sama, yaitu mencapai kedewaaan atau perkembangan yang optimal.

Terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dikuasai oleh anak prasekolah yaitu:1) belajar mengenal perbedaan jenis kelamin dan kesopanan sosial; 2) membentuk konsep-konsep dan belajar berbahasa untuk menggambarkan realitas sosial dan fisik; 3) bersiap-siap untuk membaca; 4) belajar membedakan salah dan benar serta mulai mengembangkan hati nurani (Havighurst dalam Turner dan Helms, 1995).

Anak TK (taman kanak kanak) yang pada umumnya berusia 4-6 th diharapkan telah mampu menyelesaikan tugas-tugas perkembangan masa bayi dan sekarang sedang berkembang menuju pencapaian kemampuan dan keterampilan anak usia Sekolah Dasar. Dunia anakpun bertambah luas; ia mulai mengenal dunia lain selain keluarganya. Dalam menuju tahap perkembangan lebih lanjut, anak TK memerlukan orangtua, guru, teman-teman dan lingkungan yang dapat membantunya untuk mengembangkan segenap potensinya.

Ada beberapa ciri umum yang terdapat pada kelompok anak prasekolah, antara lain yaitu: penuh rasa ingin tahu; senang membentuk dan memainkan benda-benda, berkeingingan meniru perilaku orang dewasa, berkeinginan berkomunikasi dan berbagi pengalaman dengan orang lain; berkeinginan  untuk mengekspresikan diri secara kreatif serta membutuhkan partisipasi dalam kegiatan fisik.

Dari ciri-ciri tersebut diatas, dibawah ini akan diuraikan secara khusus tiga aspek perkembangan anak. Yaitu perkembangan keterampilan motorik dan perubahan fisik, perkembangan bahasa dan kognisi serta perkembangan emosi dan sosial.

1. Perkembangan Keterampilan Motorik dan Perubahan Fisik 
Aspek perkembangan fisik – psikomotorik : pertumbuhan fisik telah mencapai kematangan, anak mampu mengontrol tubuh dan keseimbangan, melakukan berbagi aktifitas dan keterampilan fisik yang berhubungan dengan berbagai variasi, memegang benda dan berjalan, membaca, duduk dan mendengarkan dalam periode waktu yang cukup lama. Pertumbuhan fisik berjalan lamban, rata-rata tinggi badan antara 105 cm – 129 cm dengan variasi antara 10 cm hingga 20 cm, serta rata-rata berat badan antara 17 kg hingga 24 kg dengan variasi antara 2 kg hingga 10 kg.

Perkembangan motorik anak lebih terkoordinasi  terutama dengan tangan, kaki dan mata. Siap mempelajari dan terlibat aktif dalam berbagai keterampilan dan bermain olah raga formal seperti senam, renang, sepak-bola dan permainan yang menggunakan alat Bantu. Keterampilan motorik kasar lebih dikuasai anak laki-laki, sementara anak perempuan lebih menguasai keterampilan motorik halus. Perkembangan motorik yang makin baik dan beragam memungkinkan anak mengenal dunia secara fisik maupun simbolik secara lebih luas.

Kegiatan fisik penting bagi anak untuk mengembangkan berbagai keterampilan serta upaya mengontrol dan mengekspresikan kekuatan fisik. Keterlibatan dalam aktivitas fisik mendorong pertumbuhan rasa aman, memperoleh tempat dalam kelompok teman sebaya dan konsep diri yang positif. Aktivitas fisik merupakan hal utama bagi pertumbuhan kognitif secara baik. Anak membutuhkan kegiatan fisik untuk membantu memahami berbagai konsep abstrak, seperti orang dewasa memerlukan contoh dan ilustrasi untuk memahami konsep yang tidak diketahui. Anak tergantung secara total terhadap pengalaman pertama menangani sesuatu hal bagi perkembangan kognitif pada tahap yang lebih tinggi.

Keterampilan fisik yang mendasar harus dikembangkan secara terus menerus selama masa sekolah sebagai respon terhadap minat, sikap fisik, pengalaman hidup anak, serta harapan orang lain. Anak menggunakan keterampilan dalam berbagi situasi kompleks pada saat bermain. Memfasilitasi anak bermain berarti memberi kesempatan penting yang diperlukan dalam kehidupan.

2. Perkembangan Bahasa dan Kognisi
Dilihat dari aspek perkembangan kognitif – bahasa, kemampuan mental anak usia dini berada pada tahap pra-operasional menuju operasional konkret. Anak memiliki kemampuan mental untuk berpikir tentang sesuatu dan menyelesaikan permasalahan dengan pemikiran , karena telah dapat memanipulasi objek-objek simbolik. Anak mampu membedakan secara jelas antara fantasi dan realitas serta mampu menggunakan pemikiran untuk memberikan penilaian atau membuat keputusan . Aktivitas mental terfokus pada hal yang nyata, objek-objek yang dapat diukur oleh peristiwa-peristiwa. Anak membutuhkan kesempatan untuk mengeksplorasi, berpikir tentang sesuatu, menggunakan symbol kata nomor untuk melambungkan objek dan hubungan antara objek, serta berkomunikasi dengan teman sebaya dan orang dewasa.

Kualitas kemampuan kognisi yang dimilki anak ialah : (a) desentrasi (decentration), yakni memahami masalah yang berhubungan dengan waktu; (b) sensitivitas transformasi (sensitivity of transformation), yaitu memperhatikan dan mengingat secara signifikan objek serta menyimpan ingatan dalam waktu yang lama; dan (c) reversibilitas (reversibility) atau langkah awal memecahkan masalah dengan cara membayangkan kembali kondisi nyata permasalahan .

Keterampilan kognitif yang dimiliki pada tahap perkembangan ini adalah: klasifikasi, konservasi, merangkai / mengurut / membandingkan, memahami perbedaan waktu, memahami hubungan tempat dan ruang, mengorganisasi dan mengingat informasi, negasi, identifikasi, kompensasi, serta membuat hipotesis sederhana. Anak memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuan dari pengalaman.

Perkembangan bahasa ditandai dengan pembendaharaan kata yang bertambah. Anak memahami arti atau makna kata, menggunakan dan membuat kata berstruktur, menggunakan dua bahasa dengan pemahaman masing-masing, memahami pandangan orang lianh, melakukan komunikasi/ percakapan dengan teman sebaya dan orang dewasa serta menggunakan kekuatan komunikasi.

3. Perkembangan Emosi dan Sosial 
Perkembangan psikososial, emosional dan moral ditandai dengan pertanyaan yang terfokus pada “apa yang dapat saya lakukan sendiri ?” Tugas perkembangan social tahap ini adalah mengembangkan perasaan berkewmampuan. Pengembangan perasaan berkemampuan menurut anak untuk memiliki pengetahuan dan mengenal keterampilan dalam budayanya.

Penting bagi anak untuk mengembangakn hubungan positif dengan teman sebaya dalam rangka mempromosikan kemampuan mengatasi egosentris, memahami nilai proses demokratis, melakukan kompreomi, kerajsama, kompetisi, kesehatan mental dan berfunbgsi sebagai anggota keluarga. Anak mulai mengembangakan perasaan tentang diri dari pengalaman dan pengetahuan tentang keunikan diri sebagai manusia, memiliki keyakianan , memahami sifat diri dan belajar membedakan pemikiran dan perasaan mereka dari orang lain. Perasaan diri yang positif mengembangkan konsep diri yang positif, memahami peran dan posisi diri serta melakukan penyesuaian diri.

Pada usia enam tahun anak mulai menginternalisasikan aturan-aturan moral berperilaku dan memiliki kata hati. Tahapan pertimbangan moral anak berkembang dari perilaku baik, apabila dapat saling memberi pada pertimbangan baik atas dasar hukum.

Upaya Orangtua dalam Meningkatkan Kecerdasan dan Kreativitas Balita Unsur Penunjang Pengembangan Kecerdasan

Setiap anak lahir dengan potensi tertentu dan kebutuhan perkembangan yang perlu dipenuhi. Selain kebutuhan akan gizi dan kesehatan, anak memerlukan lingkungan yang memberinya berbagai kesempatan dan kemungkinan untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.

Perkembangan sesudah tahun pertama ditandai oleh beberapa proses-proses yang fundamental. Tanda esensial, dalam perkembangan usia 1-4 tahun, yaitu:
  1. Pada permulaan periode ini, anak bias duduk, berdiri dan berjalan dengan bantuan. Selanjutnya anak dapat meloncat, memanjat, merangkak dibawah meja dan kursi, dapat melakukan gerakan-gerakan yang kasar dan halus dengan tangan.
  2. Pada usia 4 tahun, tangan dan mata mulai bekerja sama dalam koordinasi yang baik. Pada usia ini, tangan merupakan alat untuk mengadakan eksplorasi keliling.
  3. Pada usia 4 tahun, anak sudah dapat mengambil bagian secara aktif dala percakapan di rumah, dan berkomunikasi dengan teman-teman sebaya.
  4. Pada akhir periode ini, anak sudah mengerti nama-nama benda dan dapat menanyakan nama benda yang belum diketahuinya.
  5. Anak sudah mengerti ruang dan waktu. Ia mulai mengerti perbedaan siang dan malam.
  6. Mulai ada pengertian akan norma-norma melalui kata-kata “baik”, “buruk”, “tidak boleh”, “jangan”, dsb.
  7. Anak sudah dapat membuat rencana, memikirkan apa yang akan dilakukannya.
  8. Adanya keinginan bergaul bersama orang dewasa, dan mampu untuk bermain bersama dengan teman sebaya dan memperhatikan aturan-aturan yang ada. (Prof. Dr. F.J. Monks dan Prof. Dr. A.M.P. Knoers dalam Prof. Dr. Siti Rahayu Haditono)
Syamsu Yusuf (2004:156) menjelasknan bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga akan sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan pada keluarga tersebut. Bila anak diasuh dengan menggunakan pola yang mengarahkan pada pribadi yang sehat mental maka anak akan cenderung memiliki mental yang sehat.

Pola Sikap Atau Perlakuan Orang Tua Terhadap Anak

Pola perilaku orang tua
Perilaku orang tua
Profil tingkah laku anak
Overprotection
Kontak yang berlebihan dengan anak; perawatan/pemberian bantuan kepada anak dengan terus-menerus, meskipun anak sudah mampu merawat dirinya sendiri; mengawasi kegiatan anak secara berlebihan; memecahkan masalah anak
Perasaan tidak aman, agresif dan dengki, mudah gugup, melarikan diri dari kenyataan, sangat tergantung, ingin menjadi pusat perhatian, bersikap menyerah, lemah dalam”ego strength”, aspirasi dan toleransi terhadap frustasi, kureang mampu mengendalikan emosi, menolak tanggung jawab, kurang percaya diri, sudah terpengaruh, peka terhadap kritik, bersikap ”yes men”, egois/selfish, suka bertengkar, tromblemaker (pembuat onar), sulit dalam bergaul, mengalami ”homesick”
Premissiveness
Memberikan kebebasan untuk berpikir (berusaha), menerima gagasan atau pendapat , membuat anak merasa diterima dan merasa kuat; toleran dan memahami kelemahan anak; cenderung lebih suka memberi yang diminta anak daripada menerima
Pandai mencari jalan keluar, dapat bekerja sama, percaya diri, penuntut dan tidak sabaran.
Rejection
Bersikap masa bodoh; bersikap kaku; kurang mempedulikan kesejahterakan anak;menampilkan sikap permusuhan atau dominasi terhadap anak
Agresif; subnissive (kurang dapat mengerjakan tugas, pemalu, suka mengasingkan diri, mudah tersinggung dan penakut; sulit bergaul; pendiam; sadis.
ascceptance
Memberikan perhatian dan cinta kasih kepada anak; menempatkan anak dalam posisi yang penting didalam rumah; mengembangkan hubungan yang hangat dengan anak; bersikap respek terhadap anak; mendorong anak untuk menyatakan perasaan/pendapatnya; berkomunikasi dengan anak secara terbuka dan mau mendengarkan masalahnya
Mau bekerjasama, bersahabat, royal, emosinya stabil, ceria dan bersikap optimis, mau menerima tanggung jawab, jujur, dapat dipercaya, memiliki perencanaan yang jelas untuk mencapai masa depan, bersikat realistik.
Domination
Mendominasi anak
Bersikap sopan dan sangat hati-hati; pemalu, penurut, inverior dan mudah bingung, tidak bisa bekerjasama.
Subnission
Senantiasa memberikan sesuatu yang diminta anak; membiarkan anak berperilaku semaunya di rumah.
Tidak patuh; tidak bertanggung jawab; agresif dan teledor; bersikap otoriter; terlalu percaya diri.
Punitiveness/ overdiscipline
Mudah memberikan hukuman; menanamkan kedisiplinan secara keras
Implusif; tidak dapat mengambil keputusan; nakal; sikap bermusuhan atau agresif.

Orangtua dan masyarakat mendambakan balita yang cerdas, sehat, bermoral, berbudi pekerti luhur, ceria, mandiri dan kreatif. Untuk tercapainya harapan itu maka perlu diupayakan beberapa faktor sebagai berikut.

1. Unsur Penunjang Pengembangan Kecerdasan
  • Panca Indra: Panca indra perlu dirangsang agar anak memiiki ketajaman dan kemampuan mendeferensiasikan berbagai rangsang.
  • Otot-otot: Anak perlu diberi kebebasan bergerak guna mengmbangkan kemampuan gerakan kasar dan mengendalikan koordinasi geraknya.
  • Rasa ingin tahu: Rasa ingin tahu emrupakan kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi bahkan oleh anak prasekolah sekalipun. Mereka menyatakannya melalui gerak isyarat maupun pertanyaan. Oleh karena itu orangtua dan oengasuh harus tanggap sehingga dapat memberikan rangsangan yang tepat.
  • Bahasa: Ada empat tugas perkembangan bicara yang perlu diperhatikan pengembangannya yaitu mengerti pembicaraan oranglain, menyusun dan menambah pembendaharaan kata, menggabungkan kata menjadi kalimat, serta pengucapan yang baik dan benar.
  • Intelegensi: Bila sejak dini seorang anak dilatih belajar mengorganisasi berbagai informasi dan rangsangan yang diterimanya, maka diharapkan anakakan menjadi tanggap dan cerdas.
    2. Pengembangan Kreativitas Pada Balita   
    Dengan berkembangnya kemampuan bicara, koordinasi sensomotorik dan daya pikir anak, maka seorang anak dapat mengekspresikan semua gagasan yang ada dalam pikiran dan perasaannya baik dalam bentuk verbal, grafis maupun perbuatan.

    Torrance mengajukan beberapa saran untukmenciptakan suasana kondusif untuk terjadinya ekspresi kreatif. Antara lain dengan menghormati oertanyaan yang tidak biasa, menghormati ide imajinatif dan kreatif, menunjukkan kepada anak bahwa ide anak memiliki makna, serta menghindari tumbuhnya perasaan takut dinilai pada diri anak.

    3. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Kreativitas Balita
    • Mengusahakan agara anak tetap sehat
    • Memberi rangsangan pada seluruh indera
    • Memberi peluang agar anak senang bercakap-cakap, membaca, menyanyi, menari.
    • Memberi cukup perhatian, kasih sayang dan rasa aman dalam takaran yang tepat.
    • Terlibat dalam kegiatan anak secara wajar. Usahakan agar anak menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.
    • Memberi kemudahan dalam berbagai sarana untuk mengembangkan kcerdasandan krativitas.
    • Memberi waktu dan suasana yang memungkinkan anak menyibukkan diri, berimajinasi dan bereksperimen secara aman.
    • Memberi kesempatan bagi anak untuk menyalurkan hasrat ingin tahu dan keinginan menjelajahi dunia luar selain keluarganya serta memberi kesempatan untuk mencoba mengerjakan tugas yang sulit dan mengandung resiko dalam batasan usianya.

      Stimulasi Mental Anak Balita: Suatu Upaya Meningkatkan Kualitas Anak Indonesia     

      Di dalam psikologi perkembangan, masa sebelum usia lima tahun merupakan masa dimana semua aspek-aspek perkembangan sedang berkembang dengan pesat. Masa ini merupakan masa terbentuknya “pola kepribadian dasar”.

      Di samping kebutuhan akan gizi dan kesehatan, seorang anak membutuhkan lingkungan berkualitas tempat ia dapat mengembangkan potensi-potensi dirinya. Kualitas lingkungan awal yang sangat penting bagi seorang anak adalah adanya rangsangan dalam bicara dan kegiatan bermain. Kedua unsur ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan mental intelektual, emosi, kemandirian, dan perilaku sosial anak balita.

      Beberapa ciri umum yang ada pada anak balita antara lain:
      • Penuh dengan rasa ingin tahu
      • Senang membentuk dan memainkan benda-benda
      • Ingin dan senang meniru perilaku orang dewasa
      • Ingin berkomunikasi dan berbagi pengalaman dengan orang lain
      • Ingin menyatakan dirinya secara kreatif
      • Memiliki kebutuhan untuk berpartisipasi dalam kegiatan fisik
      Dengan memahami ciri-ciri umum tersebut, semua anggota keluarga dapat turut aktif dalam menumbuhkembangkan empat unsur yang dianggap merupakan dasar dari kesanggupan seseorang untuk belajar sesuatu. Keempat unsur tersebut adalah:
      • Perkembangan bahasa dan bicara
      • Rasa ingin tahu
      • Perkembangan sosial
      • Dasar-dasar kecerdasan
        Ada berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh orang tua atau anggota keluarga yang lain, misalnya melakukan hubungan atau interaksi timbal balik dengan anak secara terarah dan efektif. Selain itu, orang tua dapat melakukan kegiatan bermain bersama anak, dengan menggunakan benda-benda sekitar atau alat permainan edukatif, serta bernyanyi dan bercerita.

        Karena sebagian besar waktu dari anak balita digunakan untuk bermain, maka melalui bermain dan permainanlah berbagai kemampuan dan keterampilan anak balita dapat dikembangkan. Sejauhmana anak balita dapat menarik manfaat dari berbagai stimulasi dari lingkungan sangat tergantung pada bagaimana keluarga merancang kegiatan atau pemberian stimulasi kepada anak.

        1. Bermain Merupakan Cara Anak Balita Belajar
        Anak belajar melalui kelima inderanya. Unsur gerak merupakan hal yang sangat menonjol pada tahap perkembangan anak balita. Untuk mendukung proses belajar pada anak balita, diperlukan interaksi atau hubungan verbal, sosial, dan emosional yang stabil.

        Keluarga dapat merupakan lingkungan pertama dari anak yang dapat berfungsi sebagai lingkungan yang merangsang anak sejak usia dini.
        Berikut ini adalah butir-butir dari metode Ruth Bowdoin yang diterapkan oleh orangtua:
        1. Ajarlah anak melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan
        2. Timbulkan motivasi/keinginan belajar dan mencoba
        3. Anak perlu bergerak dan berbuat/bekerja untuk dapat belajar
        4. Dengan mengulang-ulang, anak belajar banyak
        5. Jadilah orang tua sebagai sumber peniruan anak
        6. Tumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baik
        7. Tumbuhkan rasa ingin tahu
        8. Perlu ada reward dan punishment
        9. Doronglah anak untuk menerka arti/hal baru berdasarkan atas apa yang pernah dipelajari
        10. Pupuklah rasa aman dan perasaan dicintai
        11. Ajaklah anak mempelajari sesuatu menurut dua arah yaitu keseluruhan menuju bagian dan sebaliknya dari bagian menuju keseluruhan
        12. Orang tua harus lebih pengertian dan penuh dengan kesabaran
        13. Kembangkan seluruh aspek dari anak (fisik, mental,emosi,sosial) secara utuh
        Para ahli konstruktivisme mengasumsikan, bahwa pada dasarnya anak memiliki kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan. Keterlibatan, kreativitas dan inisiatif anak dalam proses belajar merupakan hal esensial yang harus diperhatikan dan dikembangkan oleh guru dalam proses pembelajaran agar siswa memperoleh kebermaknaan belajar. Bermain memfasilitasi keterlibatan anak untuk berbuat sesuatu terhadap lingkungan atau membangun suatu pengetahuan baru.  Melalui bermain, proses belajar menjadi natural, hangat dan menyenangkan karena sesuai dengan karakteristik kegiatan anak usia dini.

        2.  Sekilas Tentang Program Stimulasi Mental Anak Balita
        Program Bina Keluarga dan Balita (BKB) merupakan salah satu program stimulasi mental untuk usia balita yang diprakarsai oleh Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Program ini telah dimulai sejak tahun 1982.
        Program disusun berdasarkan kegiatan yang merangsang tujuh aspek perkembangan, yang meliputi:
        • Gerakan kasar
        • Gerakan halus
        • Komunikasi pasif
        • Berbicara
        • Kecerdasan
        • Menolong diri sendiri
        • Tingkah laku sosial
        Stimulasi anak sejak dini diperlukan agar seorang anak dapat mengembangkan seluruh kemampuan dirinya. Stimulasi ini dapat dilakukan melalui kegiatan sehari-sehari, bercakap-cakap, mendongeng, bernyanyi, menari dan bermain.
        Bermain dan Stimulasi Perkembangan Anak

        Tumbuh kembang seorang anak dipengaruhi berbagai kondisi dari dalam diri anak maupun kondisi lingkungan. Berbagai rangsang akan berpengaruh pada segi fisik, kognisi, emosional dan sosialnya. Salah satu kegiatan yang penting bagi perkembangan anak adalah kegiatan bermain. Melalui bermain beberapa tujuan perkembangan dapat tercapai.

        1. Stimulasi Perkembangan Anak
        Melalui rangsangan yang diterima secara terus menerus akan menstimulasi anak untuk memproses rangsangan. Rangsangan pada anak akan berpengaruh positif jika lingkungan sekitarnya memberikan responsivitas verbal dan emosional yang positif, menghindari restriksi dan hukuman, organisasi dari lingkungan, keanekaragaman alat untuk bermain, keterlibatan ibu dan ayah, dan banyaknya ragam stimulasi.

        2. Fungsi Bermain Bagi Perkembangan Anak
        Hal esensial dari bermain menurut Vigotsky adalah menciptakan situasi imagier yang membantu individu membangun dan mengkonstruksi skema mental secara berkesinambungan menjadi jaringan yang luas dan banyak. Mengkonstruksi skema mental tentang suatu konsep merupakan belajar bermakna dan akan terakumulasi menjadi pengalaman belajar yang bermakna.

        Sependapat dengan Vigotsky, Wisberg dan Fuad Hasan menyatakan bahwa proses pembelajaran pengembangan perilaku kognitif dan akdemis harus dipromosikan dalam adegan pengarahan tidak langsung  atau bermain agar anak tidak hanya mengikuti tetapi memahami makna. Bagi anak, dunia bermain merupakan pengalaman yang berdampak sebagai proses belajar . Kegiatan bermain memberikan pengalaman pada anak untuk membangun dunia melalui berbagai fungsi mental dan emosional.

        Tahapan bermain anak usia dini menurut Piaget (Heideman dan Hewit:1992) berada pada tahapan bermain simbolik dengan tahapan bermain game. Tahapan bermain simbolik ialah anak menggunakan skema mental suatu objek untuk objek lain dalam bentuk bernmain konstruksi dan bermain dramatic. Tahapan bermain sebagai game (permainan) ialah bermain dengan menggunakan berbagai aturan formal yang dikembangkan oleh diri sendiri maupun dari luar diri atau orang lain. Benjtuk bermain adalah konstruksi tingkat tinggi dan sosiodramatik.

        3. Program Interaksi dalam Program Bina Keluarga Balita
        Pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui pendekatan Developmentally Appropriate Practice (DAP), yaitu cara merancang bahan pengajaran sejalan atau sepadan dengan karakteristik perkembangan. Cara ini dipandang sebagai upaya menetapkan perkembangan. Cara ini dipandang sebagai upaya menetapkan perkembangan secara tepat. Pertimbangan guru dalam memilih dan menetapkan bentuk dan jenis permainan yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah kondisi alamiah anak , struktur isi kurikulum, waktu, tempat, dan bagian lingkungan belajar, prosedur dan sistem belajar, serta bimbingan orang dewasa pada pengalaman belajar. Pengajaran dibangun atas dasar kurikulum yang terintegrasi, yang memberikan fasilitas bagi anak untuk merencanakan merencanakan dan menyeleksi kegiatan serta menstimulus bermain secara spontan.

        4. Memilih Alat Bermain untuk Anak
        Jenis permainan yang disarankan oleh Vigotsky bagi anak usia dini meliputi : (a) membangun balok dan puzzle yang bertujuan membangun pengaturan diri, perencanaan dan koordinasi peran; (b) membuat peta untuk mempromosikan berfikir simbolik, kemampuan berbahasa dan mediator eksternalo; (c) bercerita bertujuan mengembangkan kemampuan berbahasa. , kreativitas, berfikir logis, pengaturan diri, p[ertimbangan memori yang mendalam, pertimbangan perilaku serta pola umum dan makna cerita; (d) menulis jurnal untuk membantu anak menuliskan pokok pikiran; (e) membaca sebagai keterampilan kognitif yang pokok ;(f) permainan aktifitas otot besar yang berperan membantu mengontrol gerakan, belajar pewrilaku kognitif serta pengaturan emosi diri; dan (g) serta permainan aktifitas otot kecil sebagai cara mengontrol gerakan kecil dengan menggunakan koordinasi tangan dan mata.

        Kualitas perkembangan melalui aktivitas bermain dalam proses pembelajaran mencakup :
        1. Menilai kemampuan diri dan orang lain, mempelajari pengetahuan serta keterampilan baru, mengembangkan ekspresi perasaan, mengembangakan kemampuan serta konsep diri, mengembangkan konsep berpikir, kemampuan memecahkan masalah dajn menanggulangi stress.
        2. Menurut lebih cerdas, kerja otak lebih efisien dan gembira , Memperoleh pengalaman akademik, sikap dan persepsi yang positif tentang belajar. Belajar keterampilan kognitif termasuk keterampilan logika , strategi kognitif dan keterampilan intelektual. Belajar keterampilan social termasuk relasi kerja orang dewasa. Mengembangkan kemampuan membaca, menulis dan berbahasa termasuk pengembangan pembendaharaan kata. Belajar dan bersikap positif terhadap matematika dan IPA serta minat terhadap computer.
        3. Mengatur diri, mengembangkan kemampuan verbal, menambah pembendaharaan kata dan kemampuan berbahasa.
        4. Meningkatkan kualitas perhatian strategi memecahkan masalah dan konsentrasi. Mengembangkan empati, partisipasi dalam kelompok dan memimpin aktifitas belajar.
        5. Memimpin aktivitas belajar dan membangun dasar teoritis termasuk konsep pengetahuan Menimbulkan fungsi mental yang tinggi termasuk merencanakan, memonitor dan mengevaluasi  pikiran serta mempertinggi daya ingat.
        6. Membangun suatu pengetahuan baru, mengembangkan keterampilan social, kecakapan untuk mengatasi kesulitan rasa memiliki kemampuan dan keterampilan motorik. Mengembangkan otot-otot besar, keterampilan intelektual, keterampilan sosial dan mengendalikan ekspresi perasaan.
        Upaya menilai anak dilakukan dengan Dynamic Assessement, yaitu penilaian yang dirancang untuk mendorong anak memperlihatkan apa yang diketahui atau tingkatan pemahaman paling tinggi yang dimiliki anak. Hasilpenilaian dimaknai sebagai indikator kebermaknaan belajar yang dapat diperoleh anak. Prestasi yang ditampilkan bersifat individualistic. Perubahan perilaku yang terjadi tergantung pada seberapa  besar pengaruh proses bermain menyentuh diri anak. Bredekamp menyarankan teknik penilaian dapat digunakan untuk mengembangkan program yang dapat memfasilitasi pengalaman belajar dan pengalaman hidup yang lebih baik.

        Simpulan

        Perkembangan merupakan suatu proses yang tidak akan pernah berakhir dan berhenti. Setiap saat manusia mengalami perkembangan (Developmental) baik berupa perkembangan fisik maupun mental. Hakikat dari perkembangan adalah sebagai proses yang tidak pernah berhenti dan berakhir (never ending process). Perkembangan dapat diartikan perubahan yang agresif dan kontinu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati.

        Upaya optimalisasi anak usia prasekolah tidak terlepas dari beberapa aspek yaitu memahami hakikat psikologi perkembangan anak prasekolah, pengetahuan dan upaya orangtua dalam meningkatkan kecerdasan serta kreativitas balita, menstimulasi mental anak balita agar berkembang secara baik, dan menstimulasi permainan-permainan bagi anak yang mendidik.

        B. Rekomendasi
        Rekomendasi yang tepat dalam optimalisasi anak prasekolah  bagi guru, orangtua dan atau pemerhati tugas-tugas pekembangan anak Diantaranya sebagai berikut:

        1. Menciptakan Rasa Aman
        Rasa ini umumnya muncul pada saat anak berada di luar rumah. Saat itu ia merasa harus terpisah dari keluarganya, terutama ayah dan ibu. Agar anak merasa aman, orang tua perlu memberi penjelasan sederhana yang mudah dimengerti, contohnya, "Om ini baik, kok. Dia juga pintar nyanyi dan bikin mainan lucu-lucu. Jadi, kamu enggak perlu takut." Selain aman, tumbuhkan pula rasa nyaman. "Kenapa takut? Kan, Mama ada di sini, di samping Adik," misalnya. Jangan lupa, tersenyumlah kepadanya agar tumbuh perasaan nyaman. Rasa aman dan nyaman merupakan modal penting dalam melakukan berbagai aktivitas.

        2. Binalah Rasa Percaya Diri
        Rasa percaya diri erat kaitannya dengan kemampuan menjadi mandiri. Jika diteruskan, kemandirian adalah lepasnya ketergantungan anak dari orang tua. Pupuklah rasa percaya diri anak dengan memberinya kebebasan dan kepercayaan melakukan segala sesuatu, asalkan tidak berbahaya. Contohnya, biarkan anak memutuskan sendiri hari ini akan memakai baju yang mana. Beri kesempatan padanya untuk mengenakan baju dan sepatunya sendiri, bahkan menyisir rambut. Melalui kesempatan dan kebebasan yang kita berikan, rasa percaya dirinya akan terpupuk. Dari hari ke hari ia jadi semakin yakin dapat melakukan tugas-tugas tadi. Bila kebiasaan ini terpupuk dengan baik, nantinya anak dapat memutuskan apakah dia memang bisa dan harus melakukan sesuatu atau tidak.

        3. Hargai Anak
        Jangan pelit memberi penghargaan yang pas. Jangan pula menghubung-hubungkannya dengan pemberian materi. Pujian, belaian, ucapan kata-kata sayang dan hal-hal sejenis sudah cukup menumbuhkan rasa percaya diri anak. Penghargaan atas hasil yang dicapai anak juga merupakan fondasi bagi bangunan percaya dirinya. "Setiap individu, termasuk anak pasti ingin mendapat penghargaan atas apa pun yang sudah dilakukannya. Termasuk bila masih terdapat kesalahan di sana-sini." Pada anak yang merasa dihargai akan terbentuk konsep diri yang positif.

        4. Keleluasaan Bermain
        Biarkan anak bebas bermain bersama teman-temannya. Jangan lelah mendorongnya agar tertarik bermain bersama teman-teman. "Lihat, tuh. Kayaknya asyik banget, ya, main bola dengan teman-teman. Ayo, ikut main sana." Memperbanyak hubungan anak dengan dunia luar, baik dengan teman-teman sebaya maupun dengan yang beda usia akan menguatkan rasa percaya dirinya. Buang jauh sikap overprotektif yang hanya akan merusak rasa percaya dirinya. Larangan ini-itu hanya akan mematikan kreativitas anak yang selanjutnya memperkuat rasa ketergantungan pada orang tua. Agar anak bisa diarahkan melakukan segala sesuatu sendiri, mulailah dari hal-hal kecil yang kemudian meningkat ke hal-hal besar. Bila dari awal rasa percaya diri anak relatif rendah, sementara ia juga kurang atau bahkan tidak mendapat stimulasi sama sekali, bukan mustahil akan makin sulit meminta anak tampil bersama orang lain. Tak heran, dalam melakukan aktivitas apa pun ia hanya mau bersama-sama dengan orang tua saja.

        5. Perkenalkan Lingkungan Di Luar Rumah
        Buka wawasannya dan beri ia alternatif kegiatan yang melibatkan banyak orang. Misalnya mengajaknya ke rumah tetangga atau kerabat yang memungkinkannya bermain bersama kawan sebaya. Anak yang sudah memiliki rasa percaya diri umumnya akan lebih mudah diajak berkenalan dengan lingkungan luar rumah. Dengan rasa percaya diri, anak lebih mampu diharapkan menekan rasa takut dan mindernya saat berada di lingkungan yang lebih luas. Kesempatan untuk mengenal lingkungan yang lebih luas inilah yang sepatutnya diberikan orang tua.

        6. Hindari Intervensi
        Ketika anak mengalami masalah, orang tua sebaiknya jangan langsung menolong, apalagi mengambil alih semua permasalahan anak. Pola asuh semacam ini hanya akan membuatnya kurang memiliki citra diri positif dan semangat juang. Mungkin, intervensi orang tua dilakukan atas dasar rasa sayang. Tujuannya, membebaskan anak dari masalah. Namun kenyataannya, sikap seperti ini sama sekali tidak menguntungkan anak. Sebaliknya, kalau orang tua memang sayang, latihlah ia menolong diri sendiri. Mulailah dari hal-hal sederhana, seperti menyuap makanan sendiri. Yang tidak kalah penting, janganlah mudah menyerah. Upaya yang merupakan salah satu dari tahapan belajar ini memang butuh waktu yang panjang disamping kesabaran.

        7. Arahkan yang menjadi tujuan
        Jika anak keliru atau tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya, barulah orang tua boleh ikut campur. Itu pun sebatas memberi arahan dan bukan merampas kesempatan. Hanya saja, arahan yang diberikan haruslah disampaikan secara bijak. "Lo, kok, pegang sendoknya terbalik. Nasinya jadi tumpah, deh. Harusnya kamu pegang seperti ini (sambil mencontohkan) lalu masukkan ke mulut." Penjelasan bijak yang bersifat mengarahkan akan sangat membantu dalam memperbaiki kesalahan tanpa membuat ketergantungannya jadi semakin kuat. Hindari pula sikap maupun kata-kata yang bersifat memojokkan, apalagi yang bernada menghujat. Kata-kata seperti itu hanya akan membuatnya merasa rendah diri dan takut mencoba atau melakukan sesuatu sendiri. Inisiatifnya surut ke batas minimum. Jika mendapat tugas apa pun, ia akan selalu kembali ke orang tuanya tanpa berusaha hanya karena ia takut salah, dicemooh, dan dipojokkan. Yang lebih celaka, anak akan merasa orang tuanya selalu benar, sementara dirinya selalu salah, yang akhirnya timbul ketergantungan.

        8. Tidak terlalu Menuntut
        Orangtua, sebaiknya jangan terlalu menuntut anak untuk bisa melakukan apa saja sesuai standar tertentu. Misalnya, menuntut anak mengancing baju sendiri dengan sempurna. Bila tuntutan-tuntutan semacam ini dipaksakan kepadanya, sementara kemampuannya belum tumbuh dengan baik, hal itu hanya akan memunculkan konsep diri yang negatif. Padahal, agar bisa berkembang secara optimal, dibutuhkan suasana kondusif yang bisa memunculkan semua potensi anak.

        Referensi

        Ahman. (1998). Bimbingan Perkembangan: Model Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar. Bandung: Disertasi PPS IKIP Bandung
        Haditono. Siti Rahayu. Prof. Dr. (1982). Psikologi Perkembangan, Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Jogjakarta: Gadjah Mada Press
        Turner, J.S dan Helms, D. B (1995). Lifespan Development. Orlando: Harcourt Brace.
        Yusuf LN, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan anak dan remaja. Bandung : Rosda Karya.
        Share this article :
         
        Comments
        0 Comments
        Silahkan Tinggalkan Komentar Anda :

        Posting Komentar

         
        Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
        Copyright © 2011. Muhamad Hamdi - All Rights Reserved
        Template Created by Creating Website Published by Mas Template
        Proudly powered by Blogger