TES BAKAT DIFERENSIAL
Marthen Pali (2008) menguraikan bahwa Tes Bakat Diferensial, nama aslinya Differential Aptitude Tests (DAT), dirancang untuk dipergunakan dalam konseling pendidikan bagi siswa usia sekolah lanjutan, yakni SLTP dan SMU/ SMK (Bennett et al., 1982). DAT disusun oleh Bennett, Seashore, dan Wesman pada tahun 1947. Bentuk aslinya ialah Bentuk A dan B. Dalam perkembangannya telah dilakukan revisi dan standardisasi ulang. Pada tahun 1962 dikembangkan dalam Bentuk L dan M; tahun 1972 berkembang Bentuk S dan T; dan pada tahun 1980 Bentuk V dan W (Bennett et al., 1982). Untuk memahami terminologi aptitude yang digunakan dalam penamaan tes ini, Bennett menggunakan definisi yang terdapat dalam Warren’s Dictionary of Psychology (1934) sebagai berikut.
“Aptitude, a condition or set of characteristics regarded as symptomatic of an individual’s abillity to acquire with training some (usually specified) knowledge, skill, or set of responses, such as the ability to speak a language, to produce music …”. (Bennett et al., 1982: 5).
Subtes-subtes Bakat Diferensial dikembangkan berdasarkan suatu teori abilitas pengukuran bakat, dan terutama dikembangkan dengan lebih mengutamakan ke-gunaannya. Kegunaan yang dimaksud adalah lebih sebagai alat bantu pada pekerjaan bimbingan dan konseling sekolah daripada untuk meneliti dan melukiskan struktur dan organisasi abilitas manusia (Raka Joni dan Djumadi, 1976). Dengan kata lain, pemberian bakat-bakat yang dimaksud tidak bertolak dari konsep faktor-faktor murni, melainkan lebih menitikberatkan pada kemungkinan penggunaan daya ramal hasil tes bagi perkembangan dan karir hidup individu (Raka Joni dan Djumadi, 1976; Nunnally, 1970, 1972).
Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Aiken sebagai berikut.
“Although the correlations among the tests are fairly law, the Differential Aptitude Tests are not measures of ‘pure factors’: each test assesses a complex of mental abilities by experience.”. (Aiken, 1985: 251) Perangkat Tes Bakat Diferensial terdiri atas delapan macam subtes (Bennett et al., 1982), yaitu:
- Berpikir Verbal (Verbal Reasoning),
- Kemampuan Numerikal (Numerical Ability),
- Berpikir Abstrak (Abstract Reasoning),
- Berpikir Mekanik (Mechanical Reasoning),
- Relasi Ruang (Space Relations),
- Kecepatan dan Ketelitian Klerikal (Clerical Speed and Accuracy),
- Pemakaian Bahasa I (Language Usage I),
- Pemakaian Bahasa II (Language Usage II).
Semua sub tes di atas, kecuali Tes Kecepatan dan Ketelitian Klerikal, merupakan power test, sedangkan Tes Kecepatan dan Ketelitian Klerikal sesuai dengan namanya merupakan speed test (Bennett et al., 1952; Bennett et al., 1982; Anastasi, 1988; Anastasi, 1990).
Dalam pengembangan Tes Bakat Diferensial ditemukan bahwa kombinasi skor Tes Berpikir Verbal dan Kemampuan Numerikal dapat memprediksi kemampua akademik (Bennett et al., 1982; Anastasi, 1988; Aiken, 1985). Oleh karena itu, gabungan kedua subtes tersebut dikenal pula sebagai Tes Kemampuan Skolastik (Anastasi, 1988).
Berkaitan dengan kemampuan skolastik ini, Subtes Berpikir Verbal dan Kemampuan Numerikal dapat digunakan untuk menyeleksi siswa program “keberbakatan” (gifted). Demikian juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang akan melanjutkan ke pendidikan dan pelatihan yang lebih tinggi (Bennett et al., 1952; Bennett et al., 1982). Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan setiap Sub-Tes Bakat Diferensial sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut
Waktu Pengadministrasian Tes
SUBTES
|
WAKTU
|
Berpikir Verbal (Verbal Reasoning),
|
30 menit
|
Kemampuan Numerikal (Numerical Ability),
|
30 menit
|
Berpikir Abstrak (Abstract Reasoning),
|
25 menit
|
Berpikir Mekanik (Mechanical Reasoning),
|
30 menit
|
Relasi Ruang (Space Relations),
|
30 menit
|
Kecepatan dan Ketelitian Klerikal (Clerical Speed and
Accuracy) I |
3 menit
|
Kecepatan dan Ketelitian Klerikal (Clerical Speed and
Accuracy) II |
3 menit
|
Pemakaian Bahasa I (Language Usage I),
|
10 menit
|
Pemakaian Bahasa II (Language Usage II).
|
25 menit
|
Butir-butir pada setiap Subtes Bakat Diferensial (Bennett et al., 1952; Bennett et al., 1982) sebagaimana ditunjukkan pada berikut.
Butir-butir sub Tes bakat Diferensial
SUBTES
|
BUTIR
|
Berpikir Verbal (Verbal Reasoning),
|
50 butir
|
Kemampuan Numerikal (Numerical Ability),
|
40 butir
|
Berpikir Abstrak (Abstract Reasoning),
|
50 butir
|
Berpikir Mekanik (Mechanical Reasoning),
|
68 butir
|
Relasi Ruang (Space Relations),
|
60 butir
|
Kecepatan dan Ketelitian Klerikal (Clerical Speed and Accuracy) I
|
100 butir
|
Kecepatan dan Ketelitian Klerikal (Clerical Speed and Accuracy) II
|
100 butir
|
Pemakaian Bahasa I (Language Usage I),
|
100 butir
|
Pemakaian Bahasa II (Language Usage II).
|
95 butir
|
Interpretasi hasil Tes Bakat Diferensial dinyatakan dalam angka persentil (Bennett et al., 1952; Bennett et al., 1982). Norma persentil selalu diperbaharui dari waktu ke waktu. Untuk membuat laporan individual digunakan Individual Report Form (Bennett et al., 1952; Bennett et al., 1982) yang tersedia dalam dua bentuk yaitu laporan secara manual dan denga komputer.
TES MINAT JABATAN
Dhany M. Handarini (2008) menjelaskan
pengertian minat sebagai suatu
konstruk psikologis, minat dapat didefinisikan sebagai “his (or) her like for,
dislike for, or indifference
to something such as an object, occupation,
a person, a task, an
idea, or an activity”
(Layton, 1958).
Minat adalah
salah satu aspek yang secara umum dikategorikan
sebagai motivasi. Jadi minat
merupakan salah satu struktur kepribadian individu (Hansen, 1984). Bila minat seseorang
dikaitkan dengan pekerjaan atau dunia kerja, maka disebut minat
pekerjaan atau jabatan.
Ada dua kelompok teori yang membahas tentang minat jabatan (Hansen,1984). Kelompok
pertama adalah kelompok
teori dinamis dan statis. Dalam pandangan teori dinamis, minat jabatan adalah product of a wide range of
psychological and environmental
influences. Teori ini menekankan
pengaruh sosialisasi dan belajar dalam perkembangan
minat. Sebaliknya, dalam
pandangan teori statis, minat adalah trait kepribadian yang bersifat genetis.
Kelompok teori pertama menetapkan
ada lima determinan minat. Determinan
yang dimaksud sebagai berikut: (1) minat muncul karena pengaruh lingkungan dan/atau sosial, (2) minat bersifat genetik, (3) minat merupakan
trait kepribadian, (4) minat merupakan motives, drives, atau kebutuhan,
(5)
minat merupakan ekspresi
self-concept. Determinan-determinan
tersebut diklasifikasikan sebagai faktor-faktor dinamis dan faktor-faktor statis. Dalam
pembahasan tentang
minat
jabatan,
pentingnya
kelima
determinan minat untuk
setiap teori sangat bervariasi.
Penetapan pentingnya determinan minat
sangat bergantung pada bagaimana para teoritisi memandang perkembangan
karier atau proses pemilihan
karier, sedangkan bagaimana perkembangan minat kurang menjadi pertimbangan para teoritisi.
Kelompok teori kedua adalah
teori empiris. Dalam
teori-teori ini, minat
jabatan dikonstruksikan
dengan menggunakan analisa minat secara struktural. Biasanya hal itu dilakukan dengan menggunakan analisis faktor atau analisis
cluster. Analisis yang dilakukan itu lebih difokuskan untuk
memperoleh struktur minat jabatan, ketimbang untuk memperoleh
gambaran bagaimana minat terbentuk.
Dalam pengukuran minat, ada tiga manfaat yang diperoleh dalam
pengujian terhadap struktur minat, yaitu: (a) penegasan kembali tes-tes minat
yang telah ada, (b) pengembangan tes-tes minat jabatan yang baru, dan (c) pengumpulan data validitas konstruk untuk mengidentifikasi trait psikologis yang diukur oleh suatu inventori
minat.
Dua
teori yang masuk dalam kategori
teori empiris
adalah teori Roe (1956)
dan
teori Holland (1957). Roe
mengklasifikasikan jabatan menjadi 8 kelompok dan 6 level. Teori Holland menyatakan bahwa (a) individu dapat dibagi menjadi 6 tipe kepribadian atau
tipe gabungan antara kepribadian-kepribadian itu; (b) lingkungan juga dapat dideskripsikan berdasarkan
menjadi enam tipe; (c) pilihan dilakukan individu
sesuai dengan lingkungannya dan karakteristik
kepribadiannya. Keenam tipe yang dikembangkan
Holland adalah Realistic, Investigative, Artistic,
Social, Enterprising,
dan Conventional. Teori Roe dan Holland banyak digunakan sebagai landasan teori dalam mengembangkan tes-tes
minat jabatan.
Kajian Lanjutan
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
kependidikan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (2016) Modul Guru
pembelajar; Bimbingan dan Konseling
sekolah menengah pertama (SMP). Teori dan praksis Pendidikan; Konsep dan
Praksis Asesmen.