Kerendahan Hati Dwight D. Eisenhower



Betapa seorang tentara rendahan dari pedesaan Kansas membuat keputusan terpenting dalam Perang Dunia Kedua dan menyelamatkan dunia dari tirani kedurjanaan.

Ia berjalan di antara mereka, menebarkan senyumnya yang terkenal, gambaran kepercayaan diri dan keramahan, menjabat tangan mereka, menepuk punggung mereka, menghibur mereka, bertanya dengan aksen Midwest kentalnya: "Dari mana Anda berasal, Prajurit?

Texas ... Montana ... Indiana ... New York…
Apa pekerjaan Anda?
Tukang pipa uap, Tuan….
Petani Tuan…….
Pengemudi taksi Tuan…..
Sekolah Jenderal…..
Ada yang dari Kansas?
Ya, Tuan
Ayo habiskan mereka, Kansas.

Jangan khawatir, Jenderal, kami akan melakukan ini untukmu. Ketika para prajurit dari Divisi Udara 101 mengangkat perbekalan mereka, dengan ransel yang berbobot lebih dari lima puluh kilogram perorangnya, berbaris menaiki pesawat yang menunggu mereka, menjabat tangan komandan mereka, Brigadir Jenderal Max Taylor. Namun diantara prajurit-prajurit yang bergerak dengan semangat juangnnya yang membakar, seorang prajurit muda berhenti tepat sebelum ia memasuki pesawat, berbalik, dan memberi hormat dengan tegas kepada sang komandan Utama Sekutu Jenderal Dwight D. Eisenhower dan dengan segera mereka mendapatkan balasan hormat yang sama serta senyumannya yang khas. 

Kemudian sang komandan utama sekutu Dwight D. Eisenhower yang terkenal akan kesabaran, kesantunan, dan keanggunannya dengan gerakan yang penuh pertimbangan, cepat, akurat dan tepat sasaran. Berbalik, berjalan menuju ke arah mobilnya, dan tanpa disadari matanya telah menghujani pipinya, menangis."Sungguh berat," Ungkapnya, "untuk memandang mata seorang prajurit ketika khawatir bahwa Ia sedang dikirimkan menuju kematian."

Saat itu pukul tujuh malam, 5 Juni 1944. Para pria yang baru ia beri ucapan selamat berpisah adalah bagian dari tahap awal Operasi Overlord.Tiga divisi udara, lebih dari dua puluh ribu pria, menaiki ratusan alat angkut yang akan membawa mereka menyeberangi Selat lnggris dengan menembus semburan tembakan anti pesawat. Mereka akan memasuki Normandy, tempat mereka akan terjun dengan parasut ke daratan sementara senapan mesin Jerman menyalak dan peluru cahaya membelah langit malam. 

Mereka yang bisa mendarat dengan aman harus menguatkan sayap kiri dan kanan dalam invasi Sekutu terhadap Jerman yang marah. Sebagaimana mereka ketahui ketika berjalan dan bergurau dengan sesamanya, banyak dari mereka, bahkan mungkin sebagian besar dari mereka, tahu bahwa mereka tidak akan pernah kembali ke tempat asalnya.

Pada pukul 6.30 keesokan paginya, hari H (dalam sejarah Perang Dunia Kedua disebut sebagai "D-Day"), lebih dari 150.000 prajurit mendarat di lima pantai pertama, prajurit lnggris dan Kanada di Juno, Gold, dan Sword; parjurit Amerika Serikat di Utah dan Omaha. Lebih dari lima ribu kapal membawa mereka, beserta persenjataan dan perbekalan yang lengkap, serta lima puluh ribu kendaraan segala jenis melalui enam puluh sampai seratus mil laut yang kelabu dan berbadai. 

Sekarang tidak ada lagi kata mundur. Satu orang, dan hanya seorang, telah membuat keputusan yang tidak dapat ditarik lagi untuk meluncurkan serangan udara dan laut terbesar dalam sejarah, Dwight D. Eisenhower. Meskipun ia tampak gembira ketika mengucapkan selamat berpisah kepada pasukan paranya, pasukan berani mati mereka, tidak seorangpun yakin bahwa mereka akan berhasil. Dan diperkirakan bahwa prajurit yang cedera sebanyak 75 persen dari berbagai latar.

Hari paling menentukan nasib dalam sejarah abad kedua puluh ialah pada 6 Juni 1944. Masa depan dunia sedang dipertaruhkan. Dan tak seorangpun tahu bagaimana hasilnya. Mereka telah merencanakan dengan cermat dan berlatih tanpa lelah. Mereka telah mencapai superioritas terhadap angkatan udara Jerman, dan nyaris berhasil menghapus ancaman kapal selamnya. Mereka telah mengkaji pertahanan Jerman dengan sebaik mungkin. Semangat mereka tinggi. Mereka teguh dan menguatkan diri atas risiko kematian serta cedera yang akan timbul nantinya. 

Tetapi tidak ada yang pasti dalam perang, kecuali munculnya hal-hal yang mengejutkan. Kondisi itu menyiratkan bahwa, sebuah bencana sama kuatnya dengan keberhasilan. Churchill sendiri yang tidak pernah terlalu setuju pada penyerangan menyeberangi Selat, mengakui kekhawatiran tersebut kepada Eisenhower bahwa ribuan "bunga" kaum muda lnggris dan Amerika akan mati begitu saja. "Saya ragu," omelnya."Saya ragu." Mereka yakin akan menghadapi perlawanan yang kuat, Tembok Atlantik. Jenderal terbaik Jerman, Field Marshal Erwin Rommel yang diberi gelar "Serigala Gurun" baru saja memberikan perintah pertahanan. Begitu sampai pada pasukan pertahanan, ia terkejut akan betapa tidak memadainya mereka. Tetapi ia segera bertindak memperbaiki. Mereka menjaga pantai di mana-mana, menanam hambatan di setiap pantai, menguatkan karung-karung pasir tempat senapan mesin Jerman akan menghujani peluru kepada para penyerang, menggerakkan lebih banyak artileri dan pasukan bergerak ke area pantai. 

la telah memindahkan salah satu divisi terbaiknya, Divisi 325, ke tebing-tebing tinggi di atas pantai Omaha. Dan ia telah meminta lebih banyak tentara dan amunisi kepada Berlin untuk menguatkan posisi lainnya. "Satu-satunya kemungkinan kesempatan adalah di pantai-pantai," Tegas Rommel, "Di situlah mereka selalu paling lemah." Tetapi, dalam beberapa hari, Sekutu telah mendaratkan sejuta orang di pantai-pantai tersebut. Sekali mereka berada di sana, terutama di Omaha, maka kecerdikan, kekuatan, dan keberanian mereka sendirilah yang bisa melepaskan dari pantai. Mereka bisa mengandalkan keberuntungan ketika mendarat. Namun sekali lagi cuaca semakin mempersulit usaha kerasnya. Sebenarnya penyerangan dijadwalkan sehari sebelumnya, tetapi Eisenhower harus menunda karena badai telah mengacaukan Selat dan dukungan udara tidak dapat menembus awan. 

Ahli meteorologi kepercayaan Eisenhower telah mengatakan padanya bahwa mungkin ada celah kecil cuaca yang tidak sempurna namun dapat ditoleransi pada tanggal 6. Pada pukul 4.15 pagi tanggal 5, ia meminta pendapat kepada komandan-komandan seniornya. Beberapa diantaranya menganjurkan serangan, dan beberapa yang lainnya menganjurkan penundaan. Eisenhower mondar-mandir di ruangan, kepalanya tertunduk dengan sebuah rokok yang selalu terjepit di antara jari-jarinya. 

Sebagaimana tampak dalam pandangan lima menit sebelumnya oleh salah seorang pengamat, ia menegakkan kepala dan sekadar berkata, "Baiklah, mari berangkat." Dan berangkatlah mereka. Para jenderal-jenderal dan panglima bergegas dari ruangan itu ke berbagai pos-posnya untuk mulai menggerakkan serangan. Sementara Eisenhower ditinggal seorang diri bersama pikiran dan kekhawatiran, menghimpun strategi brilian yang penuh pertimbangan, cepat, akurat dan tepat sasaran. 

Sekarang ini tidak ada yang dapat dia lakukan kecuali kekhawatiran yang begitu kental. la telah membuat keputusan, dan tidak akan ada jalan berbalik kebelakang. Ketika mereka merencanakan Overlord, ia telah berkata kepada Omar Bradley, temannya yang akan mengepalai pasukan serangan Amerika Serikat, "Operasi ini tidak direncanakan dengan alternatif lain. Operasi ini direncanakan sebagai kemenangan, kita menuangkan segala yang kita punya ke dalamnya, dan kita akan membuatnya sukses besar." Ungkapnya. Sekarang, ia hanya bisa berbisik kepada dirinya sendiri, "Saya berharap kepada Tuhan bahwa saya tahu apa yang akan saya lakukan. Yakinnya" yang menakjubkan darinya ialah ia mengetahui apa yang harus ia lakukan. Sebelum perang, sebelum menerima bintang empat yang ia kenakan di pundaknya. 

Eisenhower yang angkrap dipanggil “Ike” saat itu berusia lima puluh tiga tahun yang belum pernah mengomandani pasukan begitu besar di dalam perang. Penunjukkannya sebagai komandan utama dari pasukan Sekutu merupakan suatu kejutan tersendiri baginya. Meskipun Ike telah mengomandani serangan Sekutu di Afrika Utara, semua orang percaya bahwa Jenderal Angkatan Darat dan Kepala Staf AS George C. Marshall adalah orang yang telah mengirim Ike ke Afrika Utara yang akan mengepalai serangan ke Eropa. Tetapi Presiden Franklin D. Roosevelt merasa ia bisa menahan Marshall, yang merupakan orang yang ia andalkan di Washington. Jadi keputusannya ialah memberikan tugas tersebut kepada orang yang telah bekerja sebagai stafnya dan telah mengesankan orang yang sulit dikesankan, Marshall, sebagaimana ia telah mengesankan semua bosnya, dengan kepandaian, kerja keras, dan visi strateginya. 

Mekipun ada beberapa perwira senior yang mengkritik kinerjanya di Afrika Utara, Ike telah membuktikan bahwa ia mampu melakukannya dengan penuh pertimbangan, cepat, akuran dan tepat sasaran. Marshall memercayainya karena ia tahu bahwa Ike telah membantu mengembangkan dan mempertahankan konsepnya dengan kuat dari cara perang yang harus dilaksanakannya, baik di Eropa, kemudian Pasifik, dan sebuah invasi ke Prancis begitu keadaan memungkinkan. Disamping itu, kepribadian Ikepun cocok untuk salah satu aspek terpenting dari pekerjaan sebagai komandan utama, yaitu diplomasi. Ike terkenal oleh kesabaran, kesantunan, dan keanggunannya. Tidak semua tokoh terkemuka Sekutu memiliki kesederhanaan, kesetiakawanan, dan altruistik seperti Ike. 

Beberapa dari mereka bahkan seperti primadona, seperti jenderal Inggris yang angkuh Field Marshal Bernard Montgomery. Dia tidak pernah puas kecuali menerima lebih banyak kejayaan dan perhatian daripada jenderal lainnya. Jenderal Prancis Charles de Gaulle juga menyengat kesombongan dan perasaan berhaknya yang jauh melebihi kebesaran pasukan yang ia pimpin. Winston Churchill yang agung bersama perasaan takdir, pengetahuan, pengalaman perang yang luas, dan kepribadian yang mantap dapat mengecilkan hati setiap bintang terbesar di hadapannya. Kendatipun demikian Ike dapat menghibur pergi ego mereka, menerima kritik, mendamaikan pertengkaran, membimbing, meneguhkan, mengecewakan, mempertahankan, dan membuat mereka tetap bekerjasama. Hal itu selaras dengan pemikiran Marshall yang mengatahui bahwa ia tahu kemenangan haruslah bertolak dari usaha TIM, dan diberangkatkan dengan penuh pertimbangan, cepat, akurat dan tepat sasaran.

Sekutu sebenarnya bisa lebih bersatu dibandingkan pada perang terakhir, ketika kecemburuan, pertengkaran, dan kecurigaan telah mengakibatkan banyak kematian dari bagian terbaik sebuah generasi Inggris dan Prancis. Banyak komandan senior Sekutu yang menjadi bawahannya percaya bahwa ia lebih superior dalam pengalaman dan kemampuan. Mungkin mereka cukup menghormatinya. Tetapi seperti kenyataan mengatakan, tiada orang yang bisa melakukan pekerjaan itu·lebih baik daripada dirinya.

Dwight D. Eisenhower lahir pada 14 Oktober 1890, putra ketiga dari tujuh putra David dan Ida Eisenhower. Dia dibesarkan di kota peternakan tua, Abilene, Kansas. Orangtuanya miskin dan tidak memiliki kemewahan. Mereka harus berjuang untuk memenuhi keperluan hidup pokoknya. Sang ayah bertemperamen keras; kelak sifat itu ia wariskan kepada putra kecilnya Ike. Ayahnya lebih banyak diam daripada bicara, dan mengajarkan disiplin kepada putra-putranya dengan pukulan sabuk kepunggung mereka sebagai ciri khas didikannya. Sebenarnya ia adalah pria yang sopan, baik dan bijaksana, pekerja keras dan bertanggung jawab, tetapi keras dalam kepribadiannya. Sedangkan sang ibu adalah seorang religius yang saleh. Meskipun tegas, ia merupakan ibu yang bijaksana dan berpengabdian, yang kelak selalu diingat oleh Ike sebagai pengaruh terbesar dalam hidupnya. Selain itu sang ibu juga seorang pencinta damai yang teguh, memandang perang sebagai salah satu dosa besar, kendatipun kicauan perang selalu menjadi iklim pertama waktu itu, namun sang ibu tetap mengungkapkan kerendahan hati dan pengabdian tulus terhadap kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang ibu bagi keluarganya.

Ike mengingat masa kanak-kanaknya sebagai masa yang paling bahagia, dengan banyak saudara untuk diajak bermain di tempat terbuka di tepian Great Plains. Ia belajar disiplin, mengandalkan diri sendiri, dan selalu rendah hati yang terilhami dari sang ibu. Ia seorang murid yang baik, dan ini didukung oleh orangtuanya yang menganggap pendidikan sebagai jalan untuk menyediakan kehidupan lebih baik daripada hidup yang dapat mereka berikan. Ia juga seorang atlet yang menjanjikan, menonjol dalam basket dan rugbi. Kualitasnya sebagai atlet dan akademisi memberikan tempat di Akademi Militer West Point pada tahun 1911. 

Semua anak keluarga Eisenhower berhasil. Kedua orang tuanya telah membesarkan anak-anak dengan sangat sempurna. Saat lulus dari West Point, di tengah-tengah kelasnya termasuk didalam kelas ini ialah beberapa orang yang kelak memegang komando senior pada Perang Dunia Kedua Amerika Serikat belum terlibat perang yang saat itu sudah berkobar di Eropa. Begitu dua tahun kemudian Presiden Woodrow Wilson memerintahkan orang Amerika Serikat terjun ke medan Perang Dunia Pertama, Ike yang saat itu seorang kapten muda berharap dirinya akan mendapatkan kesempatan pertama untuk mengabdikan diri di medan pertempuran. Tetapi ia sangat kecewa karena harus tinggal di negaranya untuk melatih pasukan. Ia telah diberi kenaikan jabatan semasa perang sebagai letnan kolonel, tetapi seperti impian pengalaman perangnya, ini juga berakhir seiring dengan berakhimya perang.

Ia kembali ke jabatan kapten di masa damai, kemudian pangkatnya dinaikkan menjadi mayor, dan tetap berada di pangkat itu selama tahun-tahun di antara kedua Perang Dunia. Perang berakhir, dan ada banyak tentangan terhadap keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik Eropa di masa depan, sehingga terjadi pengurangan jumlah tentara. Jutaan orang Amerika Serikat terjun dalam ketentaraan di masa perang Eropa. Sedangkan jumlah tentara di masa damai jarang melebihi 200.000 orang. Jadi hanya menyisahkan kesempatan yang sedikit serta kenaikan pangkat yang juga jarang terjadi. 

Ike mendapat beberapa tugas yang kurang memadai, dan hanya sedikit harapan untuk mendapatkan karier militer yang cemerlang sebagai komandan perang. Tetapi ia melaksanakan tugasnya dengan baik, cerdas dan keras, menunjukkan kecerdikan hingga akhirnya Ike mendapatkan kepercayaan dari atasannya. Ike juga seorang yang memiliki ambisi yang sangat besar. Ia bukanlah seorang penuntut ilmu yang malas, ia mendambakan keberhasilan besar. Tetapi, situasi memberinya sedikit harapan untuk memenuhi ambisinya, namun apapun situasi dan jabatannya Ike selalu memperhitungkan tindakannya dengan penuh pertimbangan, cepat, akurat dan tepat sasaran.

Meski jabatannya tidak sepadan dengan apa yang telah dilakukannya, hal itu tidaklah membuatnya putus asa. Seperti yang selalu ia lakukan, dia mencurahkan seluruh dirinya kepada pekerjaan, dengan penuh pertimbangan, cepat, akuran dan tepat sasaran, bergerak dan maju dengan perlahan. Selang beberapa waktu kemudian akhimya Ikepun mendapatkan penugasan bergengsi pertama, bersama temannya George Patton, seseorang dengan kepribadian yang berlawanan dengannya. Patton adalah seorang flamboyant, sementara Ike sebaliknya. Mereka berdua memajukan perkembangan dan penggunaan tank-tank bersenjata agar tidak harus menghadapi pertempuran di parit perlindungan. Tetapi yang ia anggap sebagai penugasan paling beruntung dimulai pada tahun 1922, ketika ia melayani di Zona Terusan Panama sebagai kepala staf untuk Brigadir Jenderal Fox Conner. 

Conner juga salah satu dari sedikit perwira Amerika Serikat yang percaya bahwa perang Eropa sudah mendekat, bahkan boleh disebut sebagai salah satu dari yang sedikit itu. Ia tahu bahwa perang sebelumnya justru banyak dihambat oleh kurangnya persatuan Sekutu, kepada Ike ia menekankan pentingnya peningkatan kerjasama pada perang berikutnya, yang sebenarnya jauh sebelum ungkapan itu Ike sudah memercayainya. 

Setelah bertugas di Panama, Ike mendapatkan penugasan bergengsi berikutnya ke Sekolah Staf Komandan dan Jenderal di Ft. Leaven worth, yang kelak menjadi lulusan terbaik di kelasnya. la dinilai sebagai perwira staf muda yang menjanjikan, dan itu membuatnya berhasil memasuki jabatan pada departemen perang yang sulit bisa didapat. la ditugaskan sebagai tenaga bantuan untuk Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Douglas MacArthur dan menemani MacArthur ke Filipina sebagai kepala stafnya ketika jenderal besar ini mengambil alih pembentukan pasukan pertahanan Filipina karena militer Jepang mengancam Asia. 

Ketika empat tahun berselang ia kembali, sementara Perang Dunia Kedua kian mendekat, dan untuk pertama kalinya ia diberi jabatan komando yang singkat dalam kariernya, yakni sebuah batalion dari Divisi lnfanteri ke-15, di Ft. Lewis, Washington, dan diangkat menjadi kolonel, pangkat tertinggi yang pernah ia harapkan.

Pada juni 1941, ia bertugas sebagai kepala staf dari jenderal yang mengomandani Angkatan Darat Ke-tiga di San Antonio. Di sana ia mulai menganalisis perubahan-perubahan besar yang harus diberlakukan kepada organisasi dan pelatihan tentara jika mereka akan dimobilisasi untuk bertempur pada perang lainnya. Ike membuat rencana perang Angkatan Darat Ke-tiganya pada latihan-latihan peperangan yang dibuat dengan cermat dan berskala besar. Pada tahun itu ia melakukan rencana latihan peperangan melawan Angkatan Darat Ke-dua. Ike melatih dan membuat strategi perang yang brilian dengan penuh pertimbangan, cepat, akurat dan tepat sasaran sehingga akhirnya pasukan Ke-tiganyapun meraih kemenangan. Atas keberhasilannya Ikepun diangkat menjadi brigadir jenderal yang dipindahkan ke departemen perang untuk bekerja bersama George Marshall yang cerdas, kaku dan penuntut.

Ike telah luwes dalam melayani pimpinannya yang sukar dan sulit. MacArthur merupakan atasan yang sangat sulit dan melelahkan. Tetapi ia tahu bahwa Ike adalah seorang perwira terbaik yang pernah ia kenal, beberapa waktu berlalu Ikepun akhirnya memegang komando yang setara dengannya. Marshall masih kurang eksentrik bila dibandingkan MacArthur, namun sama tegas, sama resmi, dan tidak simpatetik kepada para bawahannya. Segera ia mengenali kemampuan unik yang dimiliki oleh Ike sebagai seorang ahli strategi militer, perwira staf yang berbakat, dan diplomat yang terampil. la juga mengenali ketulusan dan pengabdian total seorang Ike dalam menyelesaikan tugas tanpa memedulikan siapa yang akan mendapatkan pujian, ia selalu membereskan pekerjaannya dengan penuh pertimbangan, cepat, akurat dan tepat sasaran.

Ike diyakinkan sangat cocok untuk pertempuran koalisi. Ternyata pekerjaan ini merupakan penugasan Ike yang paling menguntungkan. Ia menjadi anak didik Marshall, dan pilihan logis dari Marshall sebagai komandan Sekutu untuk kampanye di Afrika Utara Pada tahun 1943, setelah Roosevelt, Churchill, dan Stalin berunding di Teheran, Roosevelt memberinya bintang empat dan komando seluruh pasukan Sekutu di Eropa. Dalam sebuah surat kepada istrinya, Mamie, segera setelah menerima komando itu, ia menulis dampak penugasan itu bagi dirinya. Meskipun jelas ambisius, ia tetap mengungkapkan kerendahan hati dan pengabdian tulus terhadap kewajibannya, seolah-olah ungkapan tersebut bukan lahir dari pena seorang pria yang dalam waktu dua tahun telah meningkat dari bukan siapa-siapa ke komando militer terbesar dalam sejarah perang.

“Saya cukup manusiawi bila menginginkan pengakuan resmi atas tindakan yang sudah saya lakukan melalui kemajuan istimewa, sebagaimana sudah terjadi selama ini, tetapi seseorang yang layak mendapatkan komando tinggi juga khawatir akan besarnya tugas ini, karena sering kemampuannya sendiri tampak tidak memadai, sehingga hal yang dianggap sukses atau kenaikan pangkat oleh dunia tidak tampak begitu penting.” Jelas Ike. “Kesepian merupakan bagian niscaya dari seorang manusia yang memegang pekerjaan seperti ini. Bawahan dapat memberi nasihat, mendorong, membantu, dan berdoa tetapi hanya satu orang, yang ada di dalam benak dan di dalam hatinya sendiri, yang dapat memutuskan "Apakah kita akan melakukannya atau berhenti.” Tandasnya lagi.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa tidak ada orang yang selalu benar, perjuangannya adalah melakukan yang terbaik, semampu dan sebisa mungkin, menjaga kejernihan otak, hati dan nurani, untuk tidak tergoyahkan oleh motif-motif rendahan atau alasan-alasan yang kurang relevan, berusaha mengemukakan faktor-faktor dasar yang terlibat dalam melakukan kewajiban. Kewajiban Ike sangatlah menakutkan dan nyaris mustahil, menyusahkan hatinya dan merasa terbebani, tetapi ia selalu menghadapinya dengan penuh pertimbangan, cepat, akuran dan tepat sasaran. Dengan keberanian dan pengorbanan diri yang setimpal seperti yang dimiliki putra-putra Amerika Serikat yang pernah dan sempat ia kirim ke Pranciso.

Dalam banyak hal ia lebih mirip prajuritnya daripada rekan-rekan komandannya. Ia datang dari latar belakang serupa, dibesarkan dengan nilai-nilai yang sama, berpengabdian, patriotik, bertanggung jawab, dan melihat perang sebagai perjuangan untuk mempertahankan hak terhadap yang salah, menyelamatkan kemerdekaan dari tirani kedurjanaan bukanlah sebagai kesempatan untuk kejayaan dirinya. Tentu saja ia dianggap genius, tetapi itu tidak membuatnya menjadi rumit, ia hanyalah seorang Ike yang sangat mampu, ulet dan tekun dalam menyelesaikan apapun pekerjaannya dengan penuh pertimbangan, cepat, akurat dan tepat sasaran, Ike sesederhana dengan para prajurit yang mencintai dan sama baiknya. ltulah karakter yang membuatnya menjadi orang besar, sementara orang lain hanya mengandalkan kepandaian mereka, atau keberaniannya untuk mencapai sesuatu hal.

Menjelang hari H, ia minum lima belas sampai dua puluh cangkir kopi, dan menghisap empat bungkus rokok dalam seharinya, dan akibatnya Ike menderita tekanan darah tinggi, sakit kepala yang teramat nyeri, dan insomnia yang selalu setia menghampiri. la khawatir dan depresi, tetapi tetap memasang wajah dan senyum kepada dunia. Ia tidak akan mengkhianati setiap keraguan hati. la senantiasa menjaga kekompakan aneka ragam kelompok komandannya, dengan masing-masing ambisi dan temperamen khas mereka yang saling bertumpukan, Namun Ike dapat membuat mereka tetap fokus pada pekerjaannya. 

Terlepas dari seberapa agung seseorang, Ike dengan sabar mengarahkan kepada pekerjaan yang membutuhkan dirinya. la tidak membutuhkan pujian atau penghiburan, juga perhatian atau kegembiraan yang sia-sia. Ketika pertama kali tiba di London, ia diberikan sebuah istana mewah yang bergengsi dan bertingkat. Namun itu bukanlah keinginannya, Ike lebih memilih sebuah rumah dengan dua kamar tidur di area pinggiran kota, yang kelak tempat itu sangat dicintainya. la bekerja duapuluh empat jam. Dalam kesehariannya. Ike selalu menyiapkan diri secermat mungkin, penuh pertimbangan, cepat, akurat dan tepat sasaran. 

Dengan keletihan ia berkata, "Baiklah, ayo kita berangkat." la telah merekam sebuah pernyataan bagi para prajuritnya yang diputar di setiap titik pemberangkatan, dalam sebuah pidatonya kepada wartawan. Prajurit darat, laut dan udara dari Pasukan-Pasukan Penyerang Sekutu. “Kalian akan berangkat menuju Perang Besar yang telah berbulan bulan kita rencarnakan. Mata seluruh dunia memandang kalian. Harapan dan doa dari orang-orang yang mencintai kemerdekaan di mana-mana menyertai langkah kalian, tugas kalian tidaklah mudah. Musuh kalian terlatih dengan baik, bersenjata lengkap dan telah berpengalaman perang. Mereka akan melawan dengan keras, namun begitu saya percaya total pada keberanian Anda, pengabdian kepada tugas dan keterampilan dalam perang, kita tidak akan menerima apapun kecuali kemenangan penuh! Selamat bertugas! Dan marilah kita semua memohon, berkat Tuhan yang Mahabesar pada tugas yang agung, terhormat dan mulia yang segera kita lakukan.” 

Ike salalu membawa sebuah pernyataan lain di sakunya yang akan diumumkan bila ada pendaratan yang gagal, dengan bayaran ribuan jiwa. Jika ini terjadi, tidak akan ada pengalihan kesalahan. Tidak ada keluhan tentang cuaca, bawahan yang inkompeten, termasuk kesalahan tempur di luar kendali komandan. lni merupakan sebuah pesan langsung dan sederhana darinya. la tidak berkonsultasi dengan siapapun ketika menulisnya. "Pendaratan kita telah gagal mendapatkan hasil yang memuaskan dan saya telah menarik pasukan. Keputusan saya untuk menyerang pada saat dan tempat ini telah berdasarkan pada informasi terbaik. Pasukan darat, laut, dan udara telah memberikan semua keberanian dan pengabdian pada tugas. Bila ada kesalahan atau penyalahan yang berkaitan dengan usaha ini, semuanya ada di tangan saya sendiri." Tegasnya

Pasukan terjun payung menghadapi kesulitan. Karena tertutup awan, para pilot menerjunkan mereka jauh dari titik sasaran. Unit-unit terpencar kemana-mana dan melawan tembakan musuh dalam kelompok-kelompok kecil lainnya. Tetapi entah bagaimana akhimya bisa bergabung kembali dan melakukan tugas mereka semula. Kecuali di Omaha, pendaratan-pendaratan ini berjalan relatif lebih baik daripada yang diharapkan, mereka menghadapi perlawanan lebih ringan daripada yang dibayangkan. 

Jerman menduga pendaratan akan dilakukan lebih di utara, di Calais, dan belum sempat mengembangkan pasukan sebagaimana telah diminta Rommel. Rommel sendiri sedang berada di Berlin, merayakan ulang tahun istrinya. la tidak pernah percaya bahwa Sekutu akan menyerang dalam cuaca seburuk itu.

Di Omaha, pesawat-pesawat pembom yang seharusnya menyerang kotak-kotak senjata dan artileri musuh ternyata lepas sasaran. Arus yang kuat dan ombak besar menarik dan membanjiri banyak kapal pendarat. Mereka sulit mendapatkan lebih banyak senjata ke pantai. Senapan mesin dan meriam menghujani pasukan Sekutu yang sama sekali tanpa perlindungan. Satu-satunya perlindungan yang dapat mereka temukan ialah gundukan pasir yang terbentuk oleh ledakan musuh. 

Di bawah siraman tembakan musuh, mereka harus memanjat tebing-tebing tinggi dan mencapai posisi pertahanan musuh. Ketika Omar Bradley mengintai melalui teropong menyaksikan sesuatu yang ia anggap sebagai kegagalan yang mustahil diperbaiki, ia pikir dirinya harus menghentikan hal itu dan mencegah mengirim lebih banyak orang ke pantai untuk mati bersama mereka yang sudah ia kirim. Tetapi ia tidak melakukannya. 

Mereka membayar hal yang harus dibayar dan melakukan tugasnya. Mereka luar biasa. Pada akhir hari pertama itu mereka berada di Prancis untuk tinggal. Cedera yang terjadi ternyata tidak setinggi yang telah dikhawatirkan Ike, tetapi tewasnya lima ribu prajurit tetap tidak bisa membuat Ike menahan air matanya, dengan gerilnya Ike berhujan air mata, kesedihannya sangat sulit dibayangkan bagi seorang komandan perang, kemurnian, dan ketulusan niatnya terlihat dari kesedihannya yang teramat sangat, hingga beberapa orangpun tak kuasa melihatnya, untuk beberapa waktu lamanya Ike nyaris tak dapat bicara. Satu-satunya orang tempat Ike berbagi kesedihan ialah isterinya tercinta Mamie yang selalu menyejukkan, menenangkan dan mendamaikan. Kepada mamie, Ike mengirim sepucuk surat yang bertuliskan penuh syukur, mengingat kunjungan pertamanya kepada para prajurit di Normandy.

“Keberanian, keteguhan, dan kekuatan mereka mustahil tergambarkan. Mereka mengilhami saya." Ungkapnya. Pada 7 Juni Ike menaiki sebuah kapal lnggris dan menyeberangi Selat lnggris untuk mengamati pendaratan lanjutan setelah serangan awal. Ia meminta kapten untuk mendekatkan kapal ke pantai agar ia dapat melihat dengan lebih baik lagi. Demi memenuhi keinginan komandan besamya, kapten itu malah membuat kapalnya kandas, menyebabkan Ike terjatuh dan terjungkal, begitu pula dengan orang-orang lain yang menyertainya di geladak kapal. 

Khawatir bahwa perwira itu akan dimarahi, Ike menulis kepada Kepala Angkatan Laut lnggris, bahwa ia bertanggung jawab untuk kesalahan itu, dan meminta kaptennya tidak perlu dihukum. Perang di Eropa masih berlangsung sepuluh bulan kedepannya. Ike selalu memastikan bahwa mereka semua terus berusaha, dengan penuh pertimbangan, cepat, akurat dan tepat sasaran.

Sementara itu Hitler melepas cadangan terakhimya dalam sebuah serangan besar di hutan Ardennes, memerangkap pasukan udara 101 di Bastogne. Berbeda dengan para komandan Sekutu lainnya, Ike justru melihat hal itu sebagai kesempatan untuk mengakhiri perang. Ia memerintahkan temannya Patton untuk menggerakkan Angkatan Darat Ke-tiganya ke utara, dan perangpun selesai dalam tiga bulan kedepannya.

Selang beberapa tahun kemudian dan tepat tujuh tahun berjalan, Jenderal Angkatan Darat (purnawirawan) Dwight D. Eisenhower terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. Banyak orang berpendidikan tinggi Amerika Serikat menganggap Ike tidak memadai untuk melakukan tugas demikian, dan tidak ada hal yang terlalu mengembirakan. Ia bukan pria yang fasih bicara. Kalimatnya sering tersendat dan bahasanya kacau. Mereka mengejeknya untuk hal ini, tetapi sepertinya ia tidak memperdulikannya. "Mereka pikir saya bodoh, namun jujur," Senyumnya. 

Ia cerdas dan sangat populer di mata rakyat Amerika Serikat, yang banyak di antaranya telah ia komandani dalam pengorbanan paling berbahaya dalam hidup mereka. Dan mengapa mereka harus tidak mencintainya? Ia salah satu dari mereka, sederhana, sopan, bekerja keras, benar, dan juga genius. Tidak semua tentara Amerika Serikat memiliki kepribadian seperti Ike. Tetapi secara kolektif, sebagai sebuah generasi, mereka memiliki kegeniusan. Mungkin mereka rendah hati, tetapi setelah membantu menyelamatkan kemerdekaan bagi dunia, dengan bayaran yang sangat mahal, mereka pulang ke rumah untuk membangun Amerika Serikat yang makmur, berkuasa, dan benar seperti sekarang, dan Dwight D. Eisenhower seseorang dengan senyumannya yang khas adalah orang yang pernah menjadi pemimpin mereka. 

Bertolak dari perjalanan dan kerendahan hati Dwight D. Eisenhower dalam melakukan bemacam ragam tugasnya, berbagai level dan tingkatan jabatannya, berbagai bentuk rupa dan persilangan pengalamannya, seakan mengingatkan penulis secara personal bahwa apabila pikiran dan hati menjadi selaras, sehat dan terkombinasi dengan mantap, serta dapat terealisasi dalam bentuk amal perbuatan yang sehat pula, ia telah meniti jalannya di atas iman dengan jaminan amal yang mulia. Iman yang dimaksud ialah buah dan hasil dari usaha dan amal, yang diberangkatkan dari hatinya yang sehat. Pikiran, hati, perbuatan, dan amal, yang hanya dipersembahkan seluruhnya hanya kepada sang pencipta. 

Mantap.. ah...
disunting dan sarikan dari John McCain bersama Mark salter " Charecter is destiny"
Share this article :
 

1 komentar :

  1. membaca kisah Dwight seakan hati ini dibakar untuk bergerak maju, terima kasih pak hamdi, inspiratif sekali.

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muhamad Hamdi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger