Pertemuan V (Isu-isu kontemporer kelompok dalam konseling)


Materi tentang isu-isu dalam konseling kelompok merupakan hal-hal yang menjadi perbincangan hangat dalam konteks praktik bimbingan dan konseling kelompok. Ed E. Jacobs, Riley L. Harvill, dan Robert L. Mctsson. (2012) menyebutkan bahwa saat ini beberapa isu pokok yang masuk dalam perbincangan hangat dalam dinamisasi profesi konseling, khususnya dalam layanan konseling kelompok yaitu: (1) isu-isu co-leading, (2) isu-isu evaluasi kelompok, (3) isu-isu masalah etik, (4) isu-isu penelitian, (5) isu-isu pelatihan, dan (6) isu-isu trend masa depan.

Isu-isu Co-leading/ Ko-konselor

Sebenarnya secara umum, konselor dalam layanan konseling kelompok disiapkan sebagai pemimpin tunggal. Namun demikian memimpin kelompok dengan satu atau lebih kolega bisa sangat menguntungkan, terutama untuk pemula, setidaknya inilah yang dikatakan oleh Jacob, at al (2012: 450), sehingga ia menganggap bahwa perlu dikenalkan bagaimana posisi co-leader dalam layanan konseling kelompok. Co-leader dapat memberikan ide-ide tambahan untuk perencanaan dan dapat memberikan dukungan, terutama ketika bekerja dengan kelompok terapi intensif atau dengan kelompok yang sulit. Co-leaders dapat berfungsi sebagai model untuk anggota kelompok. Jacob, et al (2012: 450) mencatat beberapa alasan mengapa co-leading perlu dipertimbangkan saat perencanaan sebuah kelompok antara lain:

Pertama

Keuntungan dari co-leading adalah berupa kenyataan bahwa co-leading selalu mempermudah dalam pemberian arahan dibandingkan bila dilakukan secara sendiri. Misalnya, co-leader dapat menambahkan ide-ide dan turut bertanggung jawab selama kegiatan tersebut berlangsung dan dapat membantu saat bekerja dengan kelompok yang dianggap sulit seperti turut aktif dalam diskusi-diskusi yang memungkinkan untuk mengadakan perubahan-perubahan baik topik diskusinya maupun pesertanya.

Ke-dua

Sebagai peer-feedback (pasangan umpan balik). Co-leading dapat memungkinkan pemimpin kelompok meningkatkan kemampuan anggota kelompok dengan cara saling mendapatkan umpan balik sesama mereka. Jika diberi kesempatan belajar yang luas dari pengalaman ini sangat mungkin co-leading akan menjadi pemimpin kelompok yang handal.

Ke-tiga

lnteraksi Model (interactive modeling). Co-leader dapat dijadikan sebagai model untuk anggota kelompok. Kemampuan untuk berinteraksi secara efektif dan bekerja sama dapat terlihat saat berlangsungnya kerja sama kelompok. Dalam kelompok, co-leader yang berlainan jenis akan berperan dan benar-benar efektif dalam kelompok yang sudah berkeluarga. Dalam beberapa kelompok yang terdiri atas laki-laki dan perempuan dapat saja co-leader ini sangat berperan sebagai orang tua dalam membantu memecahkan permasalahan yang terjadi dalam isu keluarga.

Ke-empat

Co-leader yang mempunyai pengetahuan khusus akan banyak diperlukan, misalnya dalam kelompok pembinaan bagi remaja hamil, pengetahuan yang berkaitan dengan pemeliharaan kehamilan (prenatal) akan berguna dan merupakan bahan informasi yang sejalan bagi kelompok tersebut.

Ke-lima

Biasanya co-leader sering mengetengahkan pandangan pengalaman kehidupan yang berbeda kepada kelompok saat berlangsungnya diskusi kelompok dan hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan pandangan dan isu-isu informasi·kelompok. Namun demikian, sejumlah kelemahan dan masalah dapat terjadi karena co-leading. Satu kerugian bagi beberapa lembaga dan pengaturan adalah bahwa co-leading membutuhkan waktu dari tugas konseling lain dan dapat menambah rumit atas pekerjaan yang menuntut jadwal yang ketat. Masalah lain, yang berkaitan dengan co-leading adalah munculnya perbedaan sikap, gaya, dan tujuan dari para pemimpin. Co-leading menjadi kerugian ketika dua pemimpin melihat kelompok dengan cara yang tidak sama. Dalam praktiknya, Jacob, at al (2012: 453-454) model co-leading ada tiga macam, yaitu: alternative leading, shared leading, dan the apprentice model. Pemilihan model mana yang dipakai tergantung pada tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh kelompok. Selain itu, pemilihan model ini juga dapat didasarkan pada pengalaman dari kedua pemimpin kelompok, pola atau gaya masing-masing individu co-leader/ ko-konselor, dan tingkat kemampuan dalam merasakan adanya kebutuhan akan sangat menunjang kepemilikan bentuk model.

Alternative Leading Model

Model ini merupakan model alternative dimana co-leader/ ko-konselor mengambil peran utama dalam pengarahan. Model ini sangat tepat jika co-leader/ ko-konselor secara lebih jauh dapat membawa pemecahan dalam diskusi dan menemukan solusinya dengan cara membawa anggota kelompok melalui arahan-arahan yang berlawanan, memberi dorongan, menjelaskan dan menyimpulkan hasilnya.

Shared leading Model

Model ini dapat terjadi bila co-leader/ ko-konselor dapat memberi andil dalam kepemimpinan kelompok pada periode waktu tertentu secara aktif berperan sebagai anggota yang bekerja bersama, turut larut dan membesarkan hati mereka.

The Apprentice Model

Model ini biasanya pemimpin kelompok harus lebih berpengalaman daripada anggotanya. Dalam hal ini,co-leader/ko-konselor perlu banyak belajar melalui apa yang ia lihat dan coba sendiri untuk memberi arahan pada beberapa kesempatan tertentu.

Isu-isu tentang hokum legal

Pemimpin kelompok dapat terlibat dalam tuntutan hukum jika mereka tidak menggunakan hati-hati dan bertindak dengan itikad baik. Oleh karena itu, sebagai seorang pemimpin, konselor akan ingin memastikan untuk berlatih dalam batas-batas keahlian mereka dan tidak lalai dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin kelompok. Seorang pemimpin yang menggunakan teknik dan praktik yang sangat berbeda dari yang biasa diterima oleh orang lain dalam profesi mungkin dianggap lalai. Adalah kewajiban konselor memastikan bahwa anggota kelompok tidak dirugikan oleh konselor, oleh para anggota lain, atau kerugian akibat dari pengalaman kelompok. Paradise dan Kirby (1990) mendaftar kewajiban untuk melindungi konseli dan anggota lain sebagai salah satu isu hukum utama dalam kerja kelompok. Beberapa contoh, misalnya jangan sampai anggota kelompok disuguhkan dengan aktivitas yang terlalu berat, yang melebihi batas kemampuan anggota tersebut. Contoh lain, misalnya konselor memberikan ruang dalam proses konseling kelompoknya untuk melakukan bullying pada anggota kelompok lain baik itu penyerangan terhadap fisik maupun penyerangan psikologis. Praktik-praktik seperti itu dianggap tidak etis, dan konselor dapat dikenakan tuduhan malpraktik jika anggota merasa dirugikan oleh pengalaman tersebut. Titik yang paling penting untuk diingat mengenai isu-isu hokum adalah untuk mengetahui undang-undang di negara dimana konseling dilakukan yang terkait dengan konseling, hak konseli, dan hak-hak orang tua dan anak-anak. Juga, penting bahwa konselor tidak berlatih di luar tingkat pelatihan yang belum menjadi haknya dan bahwa setiap saat harus menunjukkan perhatian dan kasih saying kepada anggota kelompoknya. seorang konselor Indonesia wajib mengetahui dan mempedomani Kode Etik Konselor, sebagaimana telah diterbitkan oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)

Isu-isu tentang evaluasi kelompok

Meskipun pemimpin kelompok tidak boleh menjadi sibuk dengan mengevaluasi kelompok mereka, evaluasi berkala dapat memberi mereka umpan balik yang berguna tentang pendekatan mereka kepada kelompok, serta informasi tentang jenis pengalaman yang paling membantu dalam memenuhi tujuan anggotanya. Tiga jenis evaluasi yang dapat dilakukan yaitu: (1) evaluasi perubahan yang benar-benar terjadi dalam kehidupan anggota, (2) evaluasi diri oleh pemimpin kelompok, dan (3) evaluasi oleh anggota. Evaluasi Perubahan yang Benar-benar Terjadi dalam Kehidupan Anggota. Mungkin jenis yang paling penting dari evaluasi adalah evaluasi bagaimana pengalaman kelompok telah berdampak pada perilaku para anggota. Apakah siswa mendapatkan nilai yang labih baik disekolah atau mereka mempunyai sedikit perubahan perilaku? Apakah pasangan berkomunikasi menjadi lebih efektif? Apakah ibu yang usianya masih remaja memberikan perawatan yang lebih baik pada bayi mereka dari saat mereka tidak berada di konseling kelompok? Apakah kelompok orang yang belum mendapat pekerjaan menjadi lebih cepat mendapatkan pekerjaan daripada yang tidak dalam kelompok? Apakah anggota yang mengalami rasa bersalah dan kecemasan mereka menjadi mampu menghadapi kehidupan yang lebih baik setelah berada di kelompok? Beberapa pertanyaan tersebut ada yang agak mudah untuk dijawab, namun beberapa diantaranya juga sulit untuk menjawab, tetapi setidaknya ada peningkatan yang didapat, dan peningkatan tersebut berbasis hasil evaluasi. Karena bagaimanapun, instansi pengirim, sekolah, dan lembaga lainnya menginginkan progresif data yang menunjukkan bahwa kerja kelompok efektif dalam membawa perubahan.

Isu-isu tentang penelitian

Horne (Kurnanto, E, 2013: 194) menyatakan bahwa selama masa jabatannya sebagai editor jurnal untuk ASGW: " ... Ada peningkatan sedikit atau tidak ada dalam penelitian berbasis, studi evaluatif dalam kerja kelompok". Gladding (2008: 420) meringkas bagian penelitian dalam buku terbarunya dengan mengatakan.

Secara keseluruhan, penelitian tentang efektivitas kelompok harus sangat diperluas untuk mencapai tingkat kecanggihan yang telah ditetapkan pada efektivitas konseling individual. Alasan mengapa riset kelompok sulit dan mengapa ada begitu sedikit kualitas penelitian di kelompok lapangan (Asner-Self, 2009; Rubel & Villalba, 2009) adalah akibat kurangnya waktu, kurangnya dana, dan kurangnya minat. Oleh karena itu, mengingat betapa pentingya keberadaan prosedur kelompok dalam layanan bimbingan dan konseling, maka sudah sepantasnya riset di bidang ini juga harus ditingkatkan, baik itu kualitas maupun kuantitasnya.

Isu-isu tentang pelatihan konselor kelompok

Saat ini lokakarya yang dilakukkan di seluruh sekolah-sekolah Amerika Serikat dan Kanada sangat memprihatinkan mereka mengakhiri kegiatan konseling kelompok 60 sampai 90 menit, padahal sebenarnya konseling kelompok di sekolah biasanya berlangsung dari 20 sampai 40 menit. Limit waktu yang diperlukan konselor tersebut merupakan ceminan kredibilitas konselor itu sendiri, para siswa umumnya memiliki jadwal pelajaran yang sangat padat jika mereka memutuskan untuk mengikuti konseling kelompok yang berari bahwa mereka telah memutuskan untuk mengorbankan pelajaran tertentu hal tersebut mengandung arti para siswa mengikuti konseling kelompok di bawah tekanan, tentu hal tersebut tidak efektif karena konseling kelompok bertolak pada kesediaan para anggota/ konseli mengikuti prosesi konseling kelompok, maka pelatihan bagi konselor sekolah diperlukan guna peningkatan mutualisme konselor itu sendiri sehingga konseling kelompok bias tepat guna, waktu dan tepat sasaran.

Isu-isu tentang masa depat depan konseling kelompok

Kebanyakan ahli tampaknya setuju bahwa kerja kelompok akan terus menjadi kekuatan utama dalam bidang konseling. Gladding (2007: 17) sangat yakin tentang potensi dan peluang konseling kelompok: "Ada sedikit potensi bahwa di masa depan, kerja kelompok akan menjadi kuat dan menembus hampir semua segmen masyarakat". Corey, Corey, dan Corey (2009) telah mendaftar peningkatan jangka pendek kelompok terstruktur untuk populasi khusus sebagai salah satu trend utama dari dekade terakhir dengan ia mengatakan bahwa masa depan kerja kelompok terletak pada integrasi teori dengan model konseling, multi-indera yang aktif, keterampilan intrapersonal yang memadai. Seorang pemimpin perlu belajar lebih banyak cara untuk melibatkan anggota dalam proses terapi saat menggunakan teori konseling dan model intrapersonal.

Terapis akan membutuhkan dan menuntut pelatihan yang lebih baik karena mereka menjadi lebih sadar isu hukum dan etika di seputar kerja konseling kelompok. Sebagai rekomendasi akhir, kiranya institusi penyelenggara pendidikan konselor dan atau Perguruan tinggi yang mempunyai ProgramStudi atau Jurusan Bimbingan dan Konseling sudah saatnya untuk lebih mengedepankan penyelenggaraan pendidikan yang memberikan pembobotan yang lebih pada mata kuliah keterampilan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya pernyataan bahwa lulusan pendidikan bimbigan dan konsleing dana tau pendidikan konselor kurang bahkan tidak memiliki skill dan atau kompetensi dalam hal ini melakukan praktik konseling kelompok.

References

Adhiputra, N (2015) “konsling kelompok teori dan aplikasi”. Yogyakarta: Media Akademik.
Berg, R., Landreth, G, L., & Fall, K, A., (2006) “group counseling concepts and procedures. Fourth edition New York: Brunner-Routledge
Brown, N.W (1994) “ group counseling for elementary and middle school children”. Connecticut London: Praeger
Corey, G. (2012) “Theory & Practice of Group Counseling”. Eighth Edition. Canada: Cengage Learning
Jacobs, ED.E., Masson, R., Harvill, R., Schimmel, C, J. (2009) “ group counseling strategi and skiils”. Canada: Linda Schreiber-Ganster.
Kurnanto, E. (2013) “ Konseling Kelompok”. Alfabeta. Bandung
Latipun. (2006) “Psikologi Konseling”. Malang: UMM Press
Rusmana, N. (2009) “ Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah Metode, Teknik dan Aplikasi. Bandung: Rizke Press
Sonstegard, M., Bitter, J, R., & Pelonis, P. (2004) “ Adlerian Group Counseling and Therapy Step-by Step. New York: Brunner-Routledge
Share this article :
 

1 komentar :

  1. guru BK/BP harus baca ini biar tahu tentang bimbingan konseling ya gan

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muhamad Hamdi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger