Ilmu filsafat mengambil tempat lapangan pembahasan yang sangat luas. Pembahasan seputar mencari hakikat kebenaran dari berbagai bentuk situasi baik dalam
kebenaran berpikir (logika) berperilaku (etika) dan mencari keaslian (estetika). Tinjauan tersebut menarik kesimpulan bahwa dalam tiap-tiap pembagian sejak
zaman Aristoteles hingga dewasa ini pengkajian ilmu filsafat selalu berpusat disekitar logika, metafisika, dan etika. Begitu banyak para ahli filsafat dan filsuf yang mengelompokkan cabang-cabang ilmu filsafat.
Sedemikian luasnya lapangan filsafat tersebut maka tidaklah berlebihan dikatakan bahwa ilmu filsafat hampir tidak terbatas, hal itu menunjukkan selalu saja
adanya sudut dan ruang dalam kehidupan manusia yang dapat dipelajari dari perspektif filsafat.
Sebelum Socrates muncul, pemikiran filsafat hanya bertumpu dan bertolak pada kejadian serta esensi dan substansi alam raya. Tercatat dalam banyak sejarah perkembangan filsafat yunani sebelum Socrates mencoba mengungkapkan teori-teori tentang kejadian bahkan mengambil bahan dasar dari alam semesta, pemikiran tentang filsafat banyak dialihkan pada esensi dan substansi manusia baik dari segi fisik maupun psikis. Kajian filsafat tentang manusia sepeninggalannya
masih dikembangkan bahkan bukan saja oleh murid-muridnya seperti plato yang kelak menjadi tokoh klasik filsafat yang dipertimbangkan akan pikiran striknya,
namun pemikiran Socrates berkembang diberbagai belahan dunia.
Socrates merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato, dan Plato
pada gilirannya juga mengajar Aristoteles. Selanjutnya Alexander yang agung mendapat bagian berguru pada Aristoteles. Semasa hidupnya, Socrates tidak
pernah meninggalkan karya tulisan apapun sehingga sumber utama mengenai pemikiran Socrates berasal dari tulisan muridnya yang lain tak bukan ialah Plato.
Sekilas tentang 3 ahli filsafat besar dari yunani
Socrates (469 SM – 399 SM)
Secara historis, filsafat Socrates mengandung pertanyaan karena Socrates sediri tidak pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Apa yang dikenal sebagai
pemikiran Socrates pada dasarnya adalah berasal dari catatan Plato, Xenophone (430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya. Yang paling terkenal diantaranya adalah penggambaran Socrates dalam dialog-dialog yang ditulis oleh Plato. Dalam karya-karyanya, Plato selalu menggunakan nama gurunya sebagai tokoh utama sehingga sangat sulit memisahkan gagasan Socrates yang sesungguhnya dengan gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Sorates.
Socrates dikenal sebagai seorang yang tidak tampan, berpakaian sederhana, tanpa alas kaki dan berkelilingi mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal
filsafat. Dia melakukan ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar seorang kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan. Metode berfilsafatnya inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran seorang bayi
dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.
Cara berfilsatnya inilah yang memunculkan rasa sakit hati terhadap Socrates karena setelah penyelidikan itu maka akan tampak bahwa mereka yang dianggap bijak oleh masyarakat ternyata tidak mengetahui apa yang sesungguhnya mereka ketahui. Rasa sakit hati inilah yang nantinya akan berujung pada kematian
Socrates melalui peradilan dengan tuduhan merusak generasi muda
Plato (427 SM – 347 SM)
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang
definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang
ada di dalam pemikiran saja. Butuh rujukan. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah
ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi diantara hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.
Aristoteles (384 SM – 322 SM)
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia
ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak di mana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak
teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak di mana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga
tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang
tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis). Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor), Sokrates adalah manusia
(premis minor), Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati.
Sejak berumur 20 tahun Plato mengikuti pelajaran Socrates, di berbagai karyanya Socrates dijadikan punjangga penuntuntnya, ajaran Socrates tergambar keluar
melalui tulisannya. Kendati demikian sejarah menyatakan pandangan filosofis Plato jauh lebih luas daripada gurunya. Corak ajaran filosofis Plato yaitu tentang ide. Apakah ide masuk ke dalam dunia nyata, pengalaman, atau tetap pada dunia ide itu sendiri. Menurut Plato ide merupakan sesuatu yang sungguh-sungguh ada dan realitas. Tugas ide adalah memimpin budi manusia. Oleh karenanya di dalam ide terdapat beberapa tingkatan-tingkatan, tingkatan
tertinggi yaitu kebaikan dan tingkatan terendah yaitu keburukan. Pemahaman tentang ide selalu berkembang awalnya ide itu dikemukakan sebagai teori-teori
logika yang kemudian meluas menjadi pendangan hidup, nahkan menjadi dasar umum bagi ilmu dan politik sosial serta yang mencakup agama.
Bagi plato ide bukanlah sebauh gagasan yang hanya terdapat dalam pikiran subjektif namun lebih bersifat objektif artinya ide itu berdisi sendiri terlepas dari subjek yang berpikir. Ide memimpin pikiran manusia. Karena tidak akan pernah ada dua orang yang sama persis pemikirannya walaupun kedua-duanya adalah
manusia yang memiliki ide. Setiap manusia mengungkapkan idenya dengan caranya masing-masing.
Perbedaan yang paling mendasar antara filsafat Plato dan Aristoteles yaitu terletak pada pandangan tentang ada dan keberadaan ada. Hal tersebut terlihat jelas pada pandangan mereka terhadap dunia alam semesta. Bagi Plato terdapat dua dunia yang terpisah
satu sama lainnya yaitu dunia indrawi (yang tampak dan senantiasa berubah dan tidak abadi, dan tidak sempurna) yang berikutnya dunia ide yaitu tidak berubah, abadi dan sempurna dimana kebajikan dan kebaikan merupakan ide tertinggi. Kebajikan dan kebaikan yang
didambakan hanya akan terwujud nyata apabila kehidupan di dunia indrawi meneladani kehidupan di dunia ide yang sempurna.
didambakan hanya akan terwujud nyata apabila kehidupan di dunia indrawi meneladani kehidupan di dunia ide yang sempurna.
Sebaliknya Aristoteles menyatakan tidak ada dunia lain selain dunia indrawi yang dialami manusia kini dan disini dan satu-satunya
realitas. Persoalan yang paling menarik perhatiannya ialah bagaimana merealisasikan segala ilmu pengetahuan manusia, etika, politik, dan teologia dengan
dunia tempat kediaman manusia, dan bagaimana memahami dunia yang nyata dan yang satu-satunya itu serta bagaimana menghidupi kehidupan yang seharusnya dihidupi dalam berbagai situasi dan kondisi yang berbeda beda.
Pada abad ke-18 Immanuel Kant dalam bukunya Critique of pure reason menyatakan bahwa logika yang diciptakan oleh Aristoteles sejak semula telah
begitu sempurna sehingga tidak dimungkinkan lagi untuk ditambah sedikitpun. Menurut Kant sesudah dua puluh abad lamanya Aristoteles menciptakannya, terbukti bahwa logika tidak dapat melangkah setapakpun. Inti dari logika ialah silogisme dan silogismela yang merupakan penemuan Aristoteles yang umum dan terbesar dalam logika. Silogisme ialah suatu bentuk cara
memperoleh konklusi yang ditarik dari proposisi demi meraih kebenaran, dan bukan semata-mata untuk menyusun argumentasi dalam suatu perdebatan melainkan
sebagai metode dasar bagi pengembangan semua bidang ilmu pengetahuan.
Secara garis besar filsafat dibagi menjadi dua bagian yaitu
- Filsafat sistematis dan
- Sejarah filsafat
Filsafat sistematis bertujuan dalam pembentukan dan pemberian landasan fikiran filsafat. Di dalamnya meliputi; logika, metodologi, epistemology, filsafat
ilmu, etika, metafisika, filsafat kebutuhan (teologi), filsafat manusia, dan kelompok filsafat khusus (filsafat sejarah, hukum, dan komunikasi), sedangkan sejarah filsafat yaitu bagian yang berusaha meninjau pemikiran filsafat di sepanjang masa. Sejak zaman kuno hingga zaman modern bagian ini meliputi filsafat Yunani (barat), India, China, dan sejarah filsafat Islam.
CABANG-CABANG FILSAFAT MENURUT PARA AHLI
1. Aristoteles (Hasbullah Bakry, 1986: 14 – 15) merumuskan pembagian filsafat ke dalam empat cabang yaitu
- Logika. Aristoteles menganggap bahwa logika merupakan ilmu pengetahuan filsafat
- Filsafat teoritis (filsafat nazariah) yang terdiri dari 3 macam ilmu yaitu (1) ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dalam alam nyata; (2) ilmu matematika yang mempersoalkan benda-benda alam kuantitasnya (mempersoalkan jumlah); (3) ilmu metafisika yang mempersoalkan tentang hakikat segala sesuatu. Aristoteles meyakini bahwa ilmu metafisika inilah yang paling utama dalam filsafat atau intinya dilsafat.
- Filsafat praktis (falsafah amaliah) yang terdiri dari 3 macam ilmu yaitu (1) ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorangan; (2) ilmu ekonomi yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga (rumah tangga); (3) ilmu politik yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam negara.
- Filsafat poetika (kesenian).
- Pembagian cabang filsafat yang dikemukakan oleh Aristotes ini merupakan pemulaan yang sangat baik bagi perkembangan pelajaran filsafat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari secara teratur. Ajaran utama dari Aristoteles sendiri yaitu logika yang hingga sekarang masih diketengahkan sebagai contoh filsafat klasik yang dikagumi dan dipergunakan.
2. Plato (hamdi, M. 2010: 3) membagi cabang filsafat menjadi 3 yaitu dialektika, fisika, dan etika.
3. Louis O. Kattsoff (1985: 19): cabang filsafat terdiri dari logika, metodologi, metafisika, epistemology, filsafat biologi, dilsafat psikologi, filsafat
antropologi, filsafat sosiologi, etika, estetika, dan filsafat agama.
4. Devos, H. (hamdi, M. 2010: 4) menggolongkan cabang-cabang filsafat sebagai berikut:
- Filsafat metafisika
- Filsafat logika
- Filsafat ajaran tentang ilmu pengetahuan
- Filsafat alam
- Filsafat kebudayaan
- Filsafat etika
- Filsafat estetika dan
- Filsafat Antropologi
5. The Liang Gie (Lasiyo dan Yuwono, 1985: 20) membagi filsafat sistematis mejadi
- Metafisika (filsafat tentang hal yang ada)
- Epistemology (teori pengetahuan)
- Metodologi (teori tentang metode)
- Logika (teori tentang penyimpulan)
- Etika (filsafat tentang perimbangan moral)
- Estetika (filsafat tentang keindahan) dan
- Sejarah filsafat.
6. Harry Hamersma (1966: 14) mambagi cabang filsafat umum menjadi
- Filsafat tentang pengetahuan (epistemology, logika, kritik ilmu-ilmu.
- Filsafat tentang keseluruhan kenyataan (Metafisika umum (ontology); Metafisika khusus (teologi metafisik, antropologi, kosmologi)
- Filsafat tentang tindakan (etika dan estetika)
- Sejarah filsafat
7. Donal Butler (hamdi, M. 2012: 6) membagi filsafat menjadi empat cabang yaitu:
- Metafisika. Sebagai cabang filsafat yang menelaah hakikat kenyataan meliputi (ontology, atau metafisika yang menelaah hakekat dari hakekat; kosmologi atau metafisika yang menelaah hekekat kosmos atau alam semesta; antropologi filosofis (phyloshopical anthropology) atau metafisika yang menelaah hakekat manusia dan; teologi rasional atau metafisika yang menelaah hakekat tuhan.
- Epistimologi. Sebagai cabang filsafat yang menelaah hakekat pengetahuan
- Logika. Sebagai cabang filsafat yang menelaah hakekat bentuk-bentuk penalaran yang tepat. Yang terdiri atas 2 bagian yaitu (1) logika deduktif atau bentuk-bentuk penarikan kesimpulan dari umum ke khusus; (2) logika induktif atau bentuk-bentuk penarikan kesimpulan dari khusus ke umum.
- Aksiologi. Sebagai cabang filsafat yang menelaah hakikat nilai yang meliputi 3 bagian yaitu (1) etika atau aksiologis tentang hakekat baik dan jahat; (2) estetika atau aksiologis tentang hakekat indah dan jelek; (3) religi atau hakekat hubungan manusia dengan tuhan atau yang dituhankan.
Disamping cabang-cabang filsafat yang dikemukakn di atas cabang-cabang filsafat terapan yang bagiannya juga didasarkan pada kekhususan obyeknya.
Cabang-cabang filsafat terapan tersebut meliputi
Cabang-cabang filsafat terapan tersebut meliputi
- Filsafat ilmu. Menyelidiki struktur ilmu, metode ilmiah dan bentuk pengetahuan ilmiah, serta kegunaan ilmu bagi kehidupan dan pengetahuan tentang kenyataan Fiktor F, (hamdi, M. 2012: 19)
- Filsafat sejarah. Menyelidiki metafisika sejarah yang berkenaan dengan latar belakang sebab-sebab dan hukum-hukum yang mendasari makna dan motivasi perkembangan manusia sebagai mahluk sosial dalam batas-batas kausalitas psikofisik, serta logika sejarah yang berkenaan dengan pemahaman. (Sigman Von Fersen. Tt: 127)
- Filsafat hukum. Menyelidiki hukum sebagai suatu bentuk yang sangat khas dari suatu control sosial dalam suatu masyarakat yang terorganisir berdasarkan politik yang dianut. Bagaimana masyarakat tersebut mempertahankannya, dan bagaimana pelaksanaannya melalui suatu proses yuridis dan administrative. (Rascoe Poun. Tt: 67)
- Filsafat religi. Suatu penyelidikan melalui telaah rasional tentang religi dan hubungannya dengan bentuk-bentuk pengalaman lainnya, kebenaran kepercayaan-kepercayaan religious, nilai sikap religious serta perbuatan religious. (Edgar Sheffield Brightman. Tt: 22)
- Filsafat moral. Menyelidiki makna tentang hubungan tujuan hidup, makna kewajiban, hubungan dengan hukum, makna kewajiban yang berhubungan dengan kesetujuan dan ketidak setujuan (Thomas English. Tt: 157 – 158).
- Filsafat logika. Menyelidiki kebenaran, tata Bahasa, lingkup, dan penyimpangan logika sebagai seni dan ilmu penalaran.
- Filsafat seni. Menyelidiki hakekat nilai-nilai estetis yaitu nilai-nilai keindahan yang terkandung dengan alam dan karya seni dengan segala bentuk dan maknanya. (Harold M, Titus. Tt: 360)
- Filsafat olehraga. Menyelidiki hakekat olahraga aktif yang berkenaan dengan seluk beluk gerak yang dilakukan dalam olahraga. Serta olehraga pasif atau penghayatan.
- Filsafat sosial (termasuk politik dan ekonomi) menyelidiki menyelidiki masalah keberadaan saling berhubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Perangkat nilai-nilai asosiatif yang tertuju pada proses sosial yang terarah, kekuatan dan kekuasaan negara, pengawasan sosial yang berkenaan dengan hukum, hak, kewajiban politik dan keadilan. (Robert, N., Beck. Tt: 4 – 5)
- Filsafat pendidikan, menyelidiki hakekat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara, dan hasilnya serta hakekat ilmu pendidikan yang bersangkut paut dengan anatis kritis terhadap stuktur keilmuan pendidikan dan kegunaannya. Smith, Othanel, B. Tt: 957 – 963).
Selanjutnya Rene Descartes yang kelak disebut sebagai bapak Filsafat modern. Ia adalah seorang ahli dalam ilmu hukum alam dan kedokteran, ia mengemukakan
bahwa ilmu pengetahuan haruslah satu tanpa perbandingan dan haruslah disusun oleh satu orang sebagai satu bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode
yang umum. Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model mengenal secara dinamis.
Kemunculan nama Descartes memunculkan pula aliran filsafat Rasionalisme. Aliran rasionalisme menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal yang dimiliki manusia. Manusia menurut aliran ini memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal dalam menangkap objek suatu pengetahuan. Aliran rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalam memperoleh pengetahuan, pengalaman indra dipergunakan
untuk meransang akal manusia dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja dengan baik. Akan tetapi sampainya manusia pada suatu kebenaran
semata-mata karena akal pikiran yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Laporan indra menurut aliran rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas, kacau dan bersifat menipu. Dan akalah yang mengaturnya sehingga menjadi pengetahuan yang benar.
Aliran rasionalisme yang dipelopori Rene Descartes (1596 – 1650 M) ini menyakini bahwa dasar semua pengetahuan berada dalam pikiran sebagaimana tertuang
dalam bukunya “Discourse de la Methode” tahun 1637. Ia menegaskan perlunya metode yang jitu sebagai dasar untuk mengokohkan bagi semua
pengetahuan. Yaitu dengan menyaksikannya secara metodis. Jika kebenaran itu mampu bertahan terhadap kesangsian yang radikal maka, kebenaranya 100% pasti dan dapat dijadikan landasan bagi keseluruhan pengetahuan.
Akan tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ternyata terdapat satu hal yang tidak dapat diragukan yaitu “saya ragu-ragu” bukanlah suatu bentuk
khayalan akan tetapi sebuah fakta bahwa “aku ragu-ragu”. Jika menyaksikan sesuatu aku menyadari bahwa aku menyaksikan adanya atau kesaksian itu langsung menyatakan adanya akum aka, itulah “cogito ergo sum” aku berpikir maka aku ada. Mengapa kebenaran itu pasti Karena aku mengeti itu dengan “jelas dan terpilah-pilah”. “clearly and distinctly” “Clara et distinct” artinya yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai hal yang benar. Inilah norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Kemunculan aliran rasionalisme ini sekaligus menandakan lahirnya humanism yaitu pandangan bahwa manusia mampu mengatur dunia dan dirinya sekaligus bisa
dianggap sebagai awal perkembangan manusia modern yang segala sesuatunya dapat diukur dengan rasio manusia. Bahwa kedudukan dan martabat manusia dapat
menjadi besar dan tinggi karena ia mampu menggunakan rasio pada derajat kemampuan tertingginya. Descartes merupakan tokoh pertama pada aliran rasional yang
diikuti oleh tokoh besar lainnya seperti Wilhelm Libniz, Baruch Spinorza dan C Jottfriend (hamdi, M, 2012: 42). Mereka berpendapat bahwa akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah sehingga pengetahuan tersebut dapat diperoleh.
Pendekatan Descartes ini dilajutkan lagi oleh tokoh-tokoh terkenal lainnya terutama di prancis seperti P Baily (± tahun 1706); Voltaire dan JJ Rousseau
(±1778) selanjutnya di Jerman seperi Chr Wolf (± 1754) Immanuel Kant (± 1804) yang kemudian amat luas dampaknya sampai saat ini yang berkembang adalah “idealism” yang pelopornya G.W.F Hegel (± 1831) (hamdi, M, 2012: 43).
Aliran rasionalisme tersebut mendapat perlawanan keras dari aliran empirisme, sebagaimana aliran rasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan bukan bersumber dari pengalaman melainkan rasio sebaliknya aliran empirisme menyatakan sumber ilmu pengetahuan berasal dari pengalaman dan bukan bersumber dari
rasio. Pertentangan tersebut kemudian melahirkan aliran-aliran baru seperti “kritisme dan positivisme”
David hume (hamdi, M. 2012: 45) sebagai pelopor aliran empiris percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indra. Ada batasan-batasn yang
tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indra kita. Tokoh-tokoh penting aliran empiris diantaranya Locke; Berkeley dan Hume yang
kesemuanya ialah orang-orang inggris yang kemudian dikelal sebagai empirisme inggris. Sedangkan rasionalisme dikenal sebagai rasionalisme Eropa.
tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indra kita. Tokoh-tokoh penting aliran empiris diantaranya Locke; Berkeley dan Hume yang
kesemuanya ialah orang-orang inggris yang kemudian dikelal sebagai empirisme inggris. Sedangkan rasionalisme dikenal sebagai rasionalisme Eropa.
David Hume (1711 – 1766) seorang yang skeptic yang terlihat pada karya utamanya risalah tentang watak manusia “a treatise of human nature”
mengambil dunia sehari-hari sebagai titik awalnya. Menurutnya banyak kesalahan pemikiran abad pertengahan dan faham rasionalistik abad ke -17. Hume mengusulkan untuk kembali pada pengalaman spontan kita yang menyangkut duniawi. Hume mengajukan tiga argument untuk menganalisa sesuatu pertama ada aide tentang sebab akibat (kausalitas) suatu kejadian disebabkan oleh kajadian yang lainnya. Dari argument kausalitas tersebut
muncullah slogan “hum the strongest connections (hubungan terkuat) antara pengalaman kita dengan “the comment of universe” yang merupakan kausalitas universal (hukum yang menyatakan bahwa setiap kejadian pasti mempunyai penyebab). Ke-dua karena kita mempercayai kausalitas dan penerapannya secara universal kita dapat memperkitakan masa lalu dan masa depan kejadian. Ke-tiga dunia luar diri yakni dunia yang terbebas dari pengalaman kita.
Selanjutnya aliran Eksistensialisme yang dikembangkan oleh (Sartre, P.J ± 1884); (Heiddegger, M ± 1876); (Jepsers, K ± 1869) dan (Camus, A. ± 1860) tidak
lagi mempersoalkan hanya pada daya pengenal manusia. Seluruh manusia menjadi perhatiannya yang pada pokoknya “keberadaan” manusia (metafisika) atau bagaimana manusia dalam keberadaannya yang nyata secara menyeluruh dapat berjumpa dengan sesuatu. Oleh karena itu titik tolak eksistensialisme bukan apa
yang dikemukakan oleh aliran rasionalisme Descartes “saya berpikir” ataupun aliran idealism Kant “saya memikirkan sesuatu” melainkan “saya berada”.
Aliran Eksistensialisme ini mendapat saingan berat dari lawan gigihnya yaitu pihak yang disebut “pragmatism” yang dirintis oleh Karl Mark (± 1883) yaitu tentang “kebenaran” kebenaran ialah realitas yang sebenarnya bukan soal pikiran dan teori serta pengetahuan belaka, melainkan perbuatan, praktis, dan praktis mendahului “ada” maka “kebenaran” tidak diketahui melainkan dilakukan. Benar ialah perbuatan yang mengubah sesuatu demi kemajuan umat manusia. Dalam pendekatan ini “kebenaran” salah satu teori, ajaran yang ditentukan oleh prakti. Kemampuan ajaran ataupun teori tersebut untuk mengubah manusia yang
memanusiakan manusia.
Berdasarkan pembahasan mengenai cabang-cabang filsafat yang dikemukakan para ahli di atas, maka pada hekekatnya tida ada perbedaan yang signifikan melainkan satu kesatuan yang mencakup metafisika, logika dan estetika, berikut penjelasan dan pengelompokkan masing-masing dari cabang tersebut. Tidak jarang para ahli dalam mengelompokkan cabang-cabang filsafat tersebut bersandar dari pengalaman dan kehidupan masing-masing. Kendatipun pembagian ahli yang
satu dan ahli yang lainnya tidak sama namun dapat terlihat banyak persamaan daripada perbedaan. Maka, dari pandangan para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa corak filsafat yang baru ini mempunyai beberapa cabang yaitu:
- Metafisika. Filsafat tentang hakekat yang ada dibalik fisik, hakekat yang bersifat transenden, diluar jangkauan pengalaman manusia
- Logika. Filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah
- Etika. Filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk
- Estetika. Filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek
- Epistemology. Filsafay tentang ilmu pengetahuan dan
- Filsafat-filsafat khusus lainnya. (filsafat agama; filsafat manusia; filsafat hukum; filsafat sejarah; filsafat alam; filsafat pendidikan dst)
References
Al Gazali, (1975) Ihya Ulum Al Din, jilid III. Kairo: Al Bab Al Isa. Al Halabi.
Ali, Saifullah, H.A (1993) Antara filsafata dan dan pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Bakhtiar Amsal (2004) Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Barnadit, Imam. (1990) Filsafat Pendidikan Pengantar Mengenai Sistem dan Metode.Yogyakarta: Andi Offset.
David, Wan Mohd. Nor Wan (2003). The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmi Et. All dengan judul Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al Attas. Cet.I; Bandung Mizan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Drijakarta Sj. N. (1981) Percikan Filsafat. Cet. IV, Jakarta: PT. Pembangunan
Hamdi, M. (2011) “Book Report Filsafat Ilmu”. Bandung. UPI SPs Press
Ibn Faris Zakariyah, Abu Husayn Muhammad, Mu’jam Maqadyis Al Lugah (1971) juz III Cet. III, Mesir: Mushtafa Al Bab, Al Halabi wa Awladuh.
Indar, Djuberansyah. (1994) Filsafat Pendidikan Surabaya: karya Abdi, Tama.
Jalaluddin., Idi, Abdullah. (2007). Filsafat Pendidikan, manusia, Filsafat dan pendidikan. Jogjakarta: Arruz media
Jalaludin dan Said, (1997) Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya media pratama.
Mudyahardjo, Redja. (2008) Filsafat Ilmu pendidikan Suatu pengantar. Bandung: Rosda
Mujamil Qamar. (2005) Epistomologi Pendidikan Islam. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
Salam. (1998) Filsafat Manusia Antropologi Metafisika. Jakarta: Bina Aksara
Suriasumantri, Jujun. (1996). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Syam, M. Noor. (1998) Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Tafsir, Ahmad (2010). Filsafat Umum Akal dan Hati, dari Thales sampai Capra. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Wreksosuhardjo, sunarjo. (2005) Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan dan Ilmu Filsafat Pancasila. Yogjakarta: Andi
Dalam teori Aristoteles,Mengapa di katakan bahwa logika itu tidak boleh melangkah setapak pun dan logika itu hanya dianggap pengetahuan filsafat
BalasHapusALFITRIADI ZURIAN
BalasHapusA1A315026
PPKN 2015
Assalamualaikum Pak...
Saya mau bertanya ...
Manusia dikenal sebagai makhluk berfikir. Dan hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan berfilsafatnya. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan.
Dalam melakukan pilihan ini manusia berpegang pada filsafat atau pengetahuan. Salah satu kajian di dalam filsafat ilmu adalah aksiologi yang mana aksiologi yaitu kegunaan ilmu pengetahuan bagi manusia. dalam hal ini menimbulkan pertanyaan apakah sebenarnya kegunaan ilmu? Tentu saja jawaban setiap orang itu akan berbeda-beda. Menurut Bapak sendiri apakah sebenarnya kegunaan ilmu itu?
Terimakasih Pak Atas Jawabannya...
ass. wr.wb
BalasHapusNIM : A1A315032
NAMA : ANDIRA BR SITEPU
Saya mau berkomentar sedikit mengenai materi ini, disini bapak sudah menerangkan dengan jelas semua materi ini, saya ingin memberi saran mengenai materi yang udah bapak buat, saran saya agar bapak memberi penjelasan pada kata-kata ilmiah atau kata-kata yang jarang susah diingat, bapak menjelaskan pada saat kuliah sudah sangat jelas, tapi tidak semua bisa tersimpan oleh memori kami, jikalau bapak memberi penjelasan pada kata-kata tersebut, kami akan mudah untuk mempelajarinya, karena kami bisa membuka-buka nya kembali.sekian saran dari saya, terimakasih.
Dikarenakan, pada abad ke-18 Immanuel Kant dalam bukunya Critique of pure reason menyatakan bahwa logika yang diciptakan oleh Aristoteles sejak semula telah begitu sempurna sehingga tidak dimungkinkan lagi untuk ditambah sedikitpun. Sehingga munculah istilah bahwa logika tidak boleh melangkah setapak pun, karena dirasa tidak perlu diperbaiki/diperbarui lagi
BalasHapusDan mengenai logika yang hanya dianggap pengetahuan filsafat dikarenakan pembahasan ilmu filsafat seputar mencari hakikat kebenaran dari berbagai bentuk situasi yang salah satunya adalah kebenaran berpikir/logika
BalasHapusDalam buku Aritoteles, mengatakan puisi sangat penting dalam fisafat, dan lebih filosofis dibanding dengan sejarah. Apa dan bagaimana hubungan filsafat terhadap puisi sehingga puisi lebih dianggap filosofis daripada sejarah yang ada?
BalasHapusMengapa laporan indra menurut aliran rasionalisme mrupakan bahan yg blum jelas,kacau dan menipu?
BalasHapusSaya siti aminah nim A1A315007 ingin menjawa pertanyaan hasnawati yang mana didalam aliran rasionalisme yang di pelopori oleh Rene Descartes meyakini bahwa dasar semua pengetahuan berada dalam pikiran sebagaimana tertuang dalam bukunya "Discourse De La Methode" tahun 1637. Ia menegaskan perlunya metode yang jitu sebagai dasar untuk mengokohkan bagi semua pengetahuan. Yaitu dengan menyaksikan secara metodis. Jika kebenaran itu mampu bertahan terhadap kesangsian yang radikal maka, kebenarannya 100% pasti dan dapat dijadikan landasan bagi seluruh pengetahuan. Jadi diperlukannya landasan yang jelas
HapusMengapa Aliran rasionalisme mendapat perlawanan keras dari aliran empirisme? dalam buku (hamdi, M, 2012: 43).
BalasHapusrasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan bukan bersumber dari pengalaman melainkan rasio sebaliknya aliran empirisme menyatakan sumber ilmu pengetahuan berasal dari pengalaman dan bukan bersumber dari rasio menurut (Hamdi,M,2012:43).sehingga bertentangan diakibatkan pandangan yang berbeda dan berlawanan dari berbagai aliran.
Hapusbatasan-batasn apa yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indra kita? menurut buku (hamdi, M. 2012: 45)
BalasHapussaya oktavia purnamasari chandra (nim ; A1A315033)saya ingin bertanya kepada bapak dalam cabang cabang filsafat menurut para ahli salah satunya yaitu Donal Butler yang membagi empat cabang filsafat yakni metafisika,epistimologi,logika dan aksiologi.apakah ada keterkaitannya antara keempat cabang filsafat tersebut ?
BalasHapusSaya Rinda Arni Maulia nim A1A315013 ingin mencoba menjawab pertanyaan oktavia purnamasari c. Yakni Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu ), ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu, Epistimologis membicarakan cara memperoleh pengetahuan itu, Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu yang mana Ontologi mencakup banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk disini, misalnya logika, matefisika, kosmologi, teologi, antropologi, estetika, filsafat pendidikan, filsafat hukum dan lain-lain. Epistimologi hanya mencakup suatu bidang saja yang disebut epistimologi yang membicarakan memperoleh pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat sedangkan aksiologi hanya mencangkup 1 bidang filsafat yaitu aksiologi yang menbicarakan guna pengatuhan filsafat, ini nerlaku bagi semua cabag filsafafat. Inilah krangka struktur filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyatan ini mejaskan bahwa ukuran kebenaran ialah logis itu ialahlogis tidaknya pengetahuan itu.bila logis berarti benar bila tidak logis berarti salah. Ada hal yang patut di ingat. kita tidak boleh menuntut bukti empiris untuk membukukan kebenaran filsafat pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis dan tidak empiris. Bila logis dan tidak empiris itu adalah pengetahuan sains. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis dan tidaknya teori itu.
Hapussaya Sinta Nurjulaiha(A1A315035), saya akan mencoba menjawab pertanyaan dari sodari Erdita,
BalasHapusMenurut aristoteles, ia telah menggambarkan bahwa seni adalah imitasi dari realitas. Bagi Aristoteles, puisi adalah sesuatu yang lebih filosofis ketimbang sejarah karena pernyataan-pernyataan puisi adalah tentang alam semesta, sedangkan sejarah adalah tentang benda-benda singular.
hubungan antara filsafat dengan puisi dalam kenyataan bahwa banyak para filsuf yang menuliskan dan mengekspresikan gagasan-gagasan filosofisnya dalam bentuk sastra atau puisi.
bahasanya modrus banget, sulit tapi membuat penasaran, sama seperti pak hamdi.hee
BalasHapus