COUNSELING AS A NEW EXPERIENCE (KONSELING SEBAGAI PENGALAMAN BARU)


PENDAHULUAN

Konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu, yaitu interaksi antara konselor dan konseli yang merupakan suatu kondisi yang membuat konseli terbantu dalam mencapai perubahan yang lebih baik. Bila dicermati, pada hakekatnya konseling itu bersifat psikologis. Dari sisi tujuan, proses serta konsep yang tercakup menunjukkan bukti bahwa konseling merupakan proses psikologis. Dari sisi tujuannya, rumusan tujuan konseling itu adalah berupa pernyataan yang menggambarkan segi-segi psikologis (perilaku) dalam diri konseli; dari prosesnya, seluruh proses konseling merupakan proses kegiatan yang bersifat psikologis;
dan dilihat dari teori atau konsepnya, konseling bertolak dari teori-teori atau konsep-konsep psikologi; serta jika dilihat dari riset atau penelitian, hampir semua penelitian dalam bidang konseling mempunyai singgungan dengan penelitian dalam bidang psikologis.
Hakekatnya sebagai hubungan yang bersifat membantu dan sebagai proses psikologis, konseling memberikan pengalaman belajar yang baru kepada seseorang (konseli). Bagi individu yang berada dalam rentangan normal, konseling merupakan lingkungan yang sedemikian rupa dapat membantu memberikan pengaruh untuk mengurangi hambatan ke arah perwujudan diri yang lebih baik. Bagi individu yang menghadapi gangguan psikologis, konseling dapat membantu memperbaiki keadaan sehingga yang bersangkutan kembali ke keadaan normal dan lebih baik.
Dalam konseling, konselor harus mampu menciptakan interaksi konseling sedemikian rupa sehingga pada akhirnya konseli memperoleh sesuatu yang baru yang belum pernah mereka miliki sebelumnya. Bilamana konselor gagal dalam memberikan pengalaman baru kepada konselinya, maka itu berarti konseling telah gagal.
Semua teori pada dasarnya secara eksplisit atau implisit sepakat bahwa konseling harus merupakan pengalaman baru yang memberikan kesempatan kepada orang untuk memandang dirinya sendiri dan hidup secara berbeda, untuk mengalami dan menyatakan perasaan secara berbeda, dan untuk berperilaku dalam cara-cara yang baru.






BAB II
PEMBAHASAN

KONSELING SEBAGAI PENGALAMAN BARU
Teori konseling umumnya sepakat bahwa konseling yang efektif, harus menjadi pengalaman baru (hubungan yang unik) dalam kehidupan konseli yang memberikan kesempatan untuk memandang diri dan kehidupan secara berbeda, untuk mengalami dan mengekspresikan pikiran dan perasaan yang berbeda, dan berperilaku dengan cara yang baru. Konsisten dengan pandangan konseling, Jourard dan Landsman (1980) mengatakan bahwa "Manusia memiliki kapasitas belajar yang luar biasa, dan ketika lingkungan berubah, mereka memiliki kekuatan untuk mempelajari dan melakukan cara-cara baru"
Bab ini menjelaskan beberapa persepsi yang tidak akurat yang dapat menghambat konseli. Hal ini disimpulkan dengan penjelasan mengenai bagaimana konselor dapat membantu konseli dengan menawarkan hubungan yang unik. Oleh karena itu konselor harus memainkan peranan penting pada bagian awal keterlibatan dalam hubungan konseling untuk mengatasi berbagai hambatan dalam kehidupan konseli. Hak-hak konseli terhadap persetujuan tertulis dan kemandirian tentu saja harus cermat diamati konselor dengan baik, secara etis, dan kooperatif dalam menentukan batasan dan asumsi dasar dari hubungan konseling.
Pada umumnya orang menganggap bahwa masalah yang dihadapinya disebabkan oleh hal-hal di luar dirinya. Melalui konseling, konseli dibantu untuk menyadari bahwa masalah psikologis yang dihadapinya sesungguhnya berada di dalam dirinya, apa yang ada di luar dirinya merupakan faktor yang mempengaruhi, sedangkan faktor yang menentukan ada di dalam dirinya sendiri.
Sekurang-kurangnya ada dua pertanyaan yang harus dijawab oleh konselor yang ingin membangun dan memelihara aliansi terapi yang efektif dalam melaksanakan konseling, yaitu: “Bagaimana saya dapat menjadi teladan yang berbeda secara kualitatif dari konseli?“ dan “Bagaimana saya menciptakan lingkungan yang berbeda secara signifikan dari yang dialami oleh konseli sebelumnya?” Untuk menjawab ini, konselor memerlukan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, yang dapat diterapkan dalam proses konseling.
Sekurang-kurangnya ada enam macam pengalaman baru yang dapat diperoleh konseli dalam proses konseling yaitu:
1.      Mengenal konflik-konflik internal
2.      Menghadapi realitas
3.      Mengembangkan tilikan
4.      Memperbaiki konsepsi-konsepsi yang keliru
5.      Memulai suatu hubungan yang baru
6.      Meningkatnya kebebasan psikologis

1.      Mengenal Konflik-Konflik Internal
Konseling membantu orang untuk mengenal bahwa masalah-masalah yang dialaminya sesungguhnya bersumber dari konflik-konflik yang ada dalam dirinya dan bukan karena situasi di luar. Pada umumnya orang menganggap bahwa masalah yang dihadapinya disebabkan hal-hal diluar dirinya. Melalui konseling konseli dibantu untuk menyadari bahwa masalah psikologis yang dihadapinya sesungguhnya berada didalam dirinya, apa yang ada diluar dirinya merupakan faktor yang mempengaruhi, sedangkan faktor yang mempengaruhi ada didalam dirinya sendiri. Dengan demikian, masalah-masalah yang dibawa ke konseling sebenarnya berada dalam pribadi konseli (konseli).
Langkah awal yang harus dilakukan oleh konselor adlah menyadarkan konseli bahwa konselor tidak dapat berbuat banyak terhadap lingkungan yang diakui sebagai sebab dari masalah yang dihadapi konseli. Fokus utama harus tertuju kepada pribadi orang dalam konseling (dalam hal ini pribadi konseli). Pertanyaan yang disampaikan kepada konseli adalah: “Adakah perubahan-perubahan prilaku yang dapat anda lakukan sehingga dapaat membantu memecahkan masalah anda?”.
Ada tiga macam faktor-faktor internal yang menyebabkan konflik dalam diri individu, yaitu:
a.      Penilaian negatif terhadap diri sendiri
Bila seseorang dihinggapi perasaan negatif terhadap dirinya secara sadar ataupun tidak, maka mereka lebih mudah terkena ancaman atau gangguan dalam interaksinya dengan lingkungan. Contoh perasaan penilaian negatif misalnya “ Saya orang yang bodoh”, “Saya tidak menarik”, “Saya orang tidak matang”, “ Saya orang malas”, dsb. Keadaan ini sudah tentu menimbulkan konflik-konflik dalam dirinya karena apa yang dirasakan belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Dengan demikian, makin banyak orang memiliki perasaan negatif terhadap dirinya, maka makin banyak masalah konflik yang dialaminya. Hal iti timbul dengan tiga alasan:
1)      Sebagian waktu dan tenaganya akan digunakan untuk melawan atau menghindar dari orang lain atau situasi.
2)      Hubungannya dengan lingkungan akan bertambah mudah terbakar karena perlawanan dan penghindaran diri dapat menimbulkan masalah objektif dengan lingkungan
3)      Karena mereka melihat hanya sebagian kecil, dan tidak melebur dengan dirinya, maka mereka cenderung untuk menyalahkan lingkungan sebagai sumber masalahnya.

b.      Keharusan psikologi
Keharusan psikologis adalah pikiran dan perasaaan yang secara mutlak “mengharuskan”, seseorang berbuat untuk menunjang perjalan hidupnya. Misalnya “saya harus nomor satu di kelas”, “saya harus menjadi ketua kelas”, ”saya harus dihormati orang lain”, dsb. Mereka yang mempunyai keharusan psikologis ini merasa bahwa hidup ini dianggap gagal dan tidak berarti apabila tidak mencapai apa yang “diharuskan” itu. Mereka tidak mampu berhubungan dengan lingkungan secara realistik dan tidak memperoleh kepuasan dari lingkungannya. Dengan demikian, mereka selalu berada dalam konflik yang menekan dirinya, yang kemudian dapat menimbulkan berbagai masalah.
Ada empat macam keharusan psikologis, yaitu:
1)      Keharusan psikologis personal (pribadi), misal: saya harus baik, atraktif, kuat, selalu benar, bahagia, sukses, dsb”.
2)      Keharusan psikologis interpersonal, misalnya: “saya harus disukai, dihormati, diperhatikan, disetujui, dsb.”
3)      Keharusan psikologis sosial, misalnya “saya harus memasuki sekolah favorit, “Saya harus punya teman terpilih”, “Saya harus memasuki organisasi tertentu”, dsb.
4)      Keharusan psikiologis destruktif, misalnya “Saya bodoh, lemah, sakit, gagal, dsb.”

c.       Konflik Kebutuhan
Manusia tidak memiliki kebutuhan tunggal dalam kehidupannya, melainkan menghadapi sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan itu memiliki kekuatan yang sama untuk dipenuhi dan sering saling bertentangan satu dengan lainnya. Keadaanini dapat menimbulkan konflik internal, yang pada gilirannya dapat menimbulkan gangguan prilaku serta masalah-masalah pribadi. Beberapa contoh konflik kebutuhan, misalnya konflik antara:
1)      Kebebasan vs Ketergantungan
2)      Keakraban vs Kerenggangan
3)      Kerendahan diri vs Prestise
4)      Seksualitas vs Kesucian
5)      Kepercayaan vs Keraguan
6)      Kepemilikan vs Kebebasan
7)      Ketekunan vs Kebutuhan untuk keluar dari situasi yang merusak
8)      Mementingkan orang lain vs Mementingkan diri sendiri
9)      Berprestasi vs Santai

2.      Menghadapi Realitas
Banyak orang menghadapi berbagai masalah dalam dirinya karena kekurang-mampuannya menghadapi realitas. Mereka tidak mengetahui realitas yang sebenarnya, atau mengetahui secara salah atau keliru, atau hanya mengetahui sebagian kecil saja. Konseling sesungguhnya merupakan kesempatan untuk membantu individu dalam menghadapi realitas secara efektif. Proses konseling dapat membantu seseorang memperoleh suatu pengalaman sehingga mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang realitas dan mampu menghadapinya secara efektif.
Ada tiga hal yang umumnya menjadi sebab orang tidak mampu menghadapi realitas, yaitu:
a.      Menghindar
Banyak orang tidak mampu melihat dan menghadapi realitas dalam atau luar dirinya, karena mereka sengaja menghindari realitas yang ada. Mereka lebih banyak berada pada masa lampau atau merencanakan masa yang mendatang tapi tidak berada pada masa kini. Misalnya seorang mahasiswa yang menyatakan: “Sebenarnya saya ini dulu adalah pelajar teladan yang selalu berpretasi paling baik, dan nanti bila saya sudah lulus saya akan menjadi pengusha sukses.” Ia lebih banyak rcerita tentang kesuksesan dimasa lalu dan menghayalkan kesuksesan dimasa datang, tetapi ia menghindari realitas sekarang yang sesungguhnya yaitu banyak ujian-ujian yang gagal dan keterlambatan menyelesaikan studi.
Melalui konseling, konselor dapat membantu konseli untuk dapat berada pada masa kini an disini. Konseli dibantu untuk melihat dengan kedua matanya, mendengar dengan kedua telinganya, mengkaji dengan otaknya, dan merasa dengan hatinya, terhadap realitas yang sesungguhnya dihadapi. Konseli harus menyadari benar bahwa masa lalu telah lewat dan masa depan masih akan dihadapi, sedangkan yang ada adalah masa kini.
b.      Generalisasi berlebihan
Ketidakmampuan menghadapi realitas dapat disebabkan oleh adanya generalisasi yang berlebihan baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain dan lingkungan. Sebagai contoh misalnya banyak orang yang merasa dirinya pandai dalam segala hal, padahal ia hanya pandai dalam satu hal saja, merasa dirinya mementingkan orang lain, padahal sebagian besar ia mementingkan diri sendiri. Sukses dalam satu cabang olahraga dianggap sukses dalam berbagai cabang. Sukses dalam kepemimpinan dianggap sukses juga dalam berdagang. Keadaan ini dapat membuat orang menjauh dari realitas, yang pada gilirannya dapat membuat banyak masalah dalam dirinya. Ia merasa benar sendiri, merasa paling hebat, merasa paling tahu, menganggap orang lain tidak berarti apa-apa, dan sebagainya.
Melalui konseling, individu dibantu untuk lebih mampu membuat generalisasi secara tepat sesuai dengan realitas yang ada. Dengan begitu ia mampu menghadapi realitas dirinya sendiri dan realitas lingkungan, serta mampu bertindak secara efektis sesuai dengan realitas itu.
c.       Menyalahkan
Sikap menyalahkan baik dirinya sendiri maupun orang lain dan lingkungan, banyak digunakan oleh orang yang kurang mampu menghadapi realitas. Misalnya seorang mahasiswa yang menyalahkan dosen dan orang tuanya sebagai penyebab keterlambatan studinya, atau ia menyalahkan dirinya dengan mengatakan penyakit yang dideritanya telah menghambat belajar. Dengan sikap menyalahkan, untuk sementara ia merasa telah terbebas dari beban masalahnya, padahal sesungguhnya ia telah menambah masalah.
Pada umumnya konseli yang datang kepada konselor sebagai orang yang menyalahkan dirinya atau orang lain, tidak menyadari bahwa ada pilihan ketiga. Pilihan ketiga itu adalah melihat situasi yang bermasalah seacara realsitis dan jalan untuk memecahkan masalahnya. Dengan kata lain konseli dibantu untuk menghadapi masalah yang dihadapi secara realistis tanpa harus menyalahkan dirinya ataupun  pihak lain. Dari konseling ini konseli harus belajar bahwa menyalahkan merupakan cara yang bersifat sementara, tapi dalam jangka panjang dapat menambah masalah.

3.      Mengembangkan Tilikan
Konseling merupakan pengalaman yang dapat membawa orang menemukan siapa dia sesungguhnya dan hidup sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Bila orang mengetahui siapa dia secara benar, mereka akan menyadari hal-hal yang spesifik tentang dirinya antara lain mengenai kebutuhannya, nilai-nilainya, sikapnya, motifnya, kekuatan dan kelemahannya, dsb. Karena ia memahami benar tentang dirinya, maka ia akan memanfaatkan waktu dan dirinya sesuai dengan peta psikologisnya untuk mencapai perkembangan optimal dan kebahagiaan dirinya. Disamping itu pemahaman tentang realitas diri perlu diimbangi dengan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain secara efektif.
Dalam kaitan dengan konseling ada tiga hal yang berkenaan dengan masalah kurangnya tilikan yaitu (1) gambaran atau kesan palsu, (2) saringan psikologis, dan (3) kebingungan.
a.      Kesan palsu
Banyak orang yang memahami realitas dirinya, akan tetapi kurang keberanian untuk menyatakan diri yang sebenarnya. Kemudian ia berusaha untuk memberikan gambaran atau kesan tentang dirinya secara palsu, yaitu apa yang ia tampilkan sebenarnya bukan gambaran keadaan yang sebenarnya. Kepada pihak tertentu ia menunjukkan kesan sebagai orang yang kuat, pandai, luwes, tetapi kepada pihak lain ia menunjukkan kesan sebagai orang yang lemah, kurang mampu, perlu dikasihani, dsb. Karena kesan yang ditampilkan bukan gambaran diri yang sebenarnya, maka sudah tentu keadaan seperti itu dapat menimbulkan konflik dan menambah masalah. Ia akan selalu dihantui perasaan khawatir dan takut kalau-kalau kepalsuannya diketahui orang lain. Konseling dapat membantu individu dalam mengembangakan tilikian dirinya melalui upaya penyadaran akan adnya perbedaan antara realitas diri yang sebenarnyadengan kesan yang ditampilkan. Dalam konseling, individu disadarkan akan resiko psikologisyang harus diderita apabila terus-menerus berpenampiln dengan kesan palsu. Konseling membantu individu untuk meningkatkan keberanian untuk menampilkan diri secara realistis apa adanya.
b.      Saringan (filter) Psikologis
Banyak orang berpikir bahwa ia mengetahui siapa dia, akan tetapi sesungguhnya ia tidak mengetahui. Keadaan seperti itu terjadi karena keadaan diri yang sebenarnya telah terhalangi oleh sesuatu yang disebut saringan psikologis (psychological filters). Saringan psikologis adalah suatu kesan yang telah lama melekat dalam diri seseorang sehingga menghalangi penampilan keadaan diri yang sebenarnya. Saringan psikologis ini terjadi karena dua hal yaitu indoktrinasi dan pencapaian peranan. Indoktrinasi adalah perlakuan yang bersifat dogmatis yang diperoleh sejak kecil dari orang tua, lingkungan, dan juga guru. Indoktrinasi bersumber dari perintah-perintah seperti: “Kamu harus baik kepada orang lain, kamu harus taat, kamu harus rajin, dsb”. Perintah-perintah ini kemudian terekam dalam diri individu yang selanjutnya menghalangi keadaan diri yang sebenarnya. Peranan-peranan yang harus dipikul juga dapat menimbulkan adanya saringan psikologis. Misalnya orang-orang yang sudah lama berperan sebagai pimpinan, akan mengalami kesulitan menampilkan pada saat ia sudah bukan pemimpin lagi. Para ahli pada bidang matematik kadang-kadang mengalami kesulitan tatkala menghadapi masalah-masalah sosial.
Konseling dapat membantu individu untuk mengenal keadaan diri yang sbenarnya untuk kemudian secara bertahap menampilkan diri sesuai dengan realitas diri yang sebenarnya.
c.       Kebingungan
Banyak orang merasa bingung terhadap dirinya sendiri yang yang disebabkan oleh berbagai sebab. Mungkin ia tahu tentang dirinya akan tetapi ia ragu-ragu karena pihak luar tidak menganggapnya demikian, atau sebaliknya. Informasi yang diperoleh tentang dirinya tidak sesuai dengan apa yang diketahui tentang diriny. Atau juga adanya berbagai pihak yang memberikan informasi tentang dirinya secara tidak konsisten bahkan bertentangan. Keadaan seperti itu dapat membuat kebingungan terhadap diri sendiri, yang selanjutnya dapat mempersempit tilikan terhadap diri sendiri.
Melalui konseling, individu dibantu untuk lebih mengenal tentang keadaan diri yang sebenarnya dan berbuat secara tepat. Dalam konseling, konseli dibimbing memulai hidup baru sesuai dengan keadaan dirinya.

4.      Memperbaiki Konsepsi-Konsepsi Yang Keliru
Untuk dapat berbuat secara tepat, orang harus mampu mewujudkan perilaku yang didasarkan atas konsepsi secara benar. Akan tetapi banyak orang yang memiliki konsepsi tentang perilakunya secara keliru. Sebagai akibatnya mereka tidak mampu menunjukkan perilaku secara tepat sehingga banyak menimbulkan berbagai masalah. Konseling memberikan bantuan kepada individu agar memahami kekeliruan konsepsi tentang perilakunya. Selanjutnya mereka dibantu untuk mengembangkan konsepsi perilakunya secara benar, untuk kemudian mewujudkan perilaku secara benar pula.
Ada beberapa konsepsi keliru yang banyak dibawa orang ke dalam konseling, yaitu:
1)      Konsepsi bahwa adanya masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan.
2)      Konsepsi bahwa janji-janji tidak dapat dibatalkan, dan harus ditepati secara pasti.
3)      Konsepsi bahwa masalah yang dihadapi adalah korban dari situasi atau orang yang bersifat merusak.
4)      Konsepsi bahwa persepsi dan interpretasi selamanya sesuai. Gagasan yang disampaikan kepada orang lain akan dipersepsi dan ditafsirkan sebagaimana yang diharapkan.
5)      Konsepsi bahwa orang tahu persis apa yang dilakukannya.




5.      Memulai Hubungan Baru
Konseling memberikan peluang kepada individu untuk memperoleh suatu hubungan baru yang mungkin belum diperoleh sebelumnya. Dalam konseling, konseli nerinteraksi dengan konselor dalam rangkaian wawancara konseling. Selama interaksi ini konseli akan menghayati suatu hubungan baru yang dapat mengembangkan keadaan pribadinya. Konselor yang efektif adalah seorang yang sehat secara psikologis, peduli kepada orang lain dalam konseling, memiliki pengetahuan tentang perilaku, dan memiliki keterampilan untuk membantu orang lain. Dengan kualitas seperti itu, konseli yang berinteraksi dengan konselor, akan memperoleh pengalaman baru yang mungkin belum diperoleh sebelumnya atau dalam hubungan-hubungan lainnya. Mungkin ada seseorang yang pernah berhubungan dengan orang yang sehat psikologis tetapi kurang memiliki keterampilan membantu orang lain dan kurang memiliki pengetahuan tentang perilaku.
Hubungan konseling mempunyai kualitas tersendiri yang mungkin tidak terdapat dalam hubungan lain, sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap konseli. Ada beberapa kualitas hubungan konseling yang tidak dapat dijumpai dalam hubungan lain, yaitu:
1)      Ketulusan konselor dalam melakukan hubungan yang bersifat membantu. Ketulusan dan kebaikan konselor yang ditandai dengan sikap ramah, hangat, bersahabat, dan sebagainya, dapat menggugah konseli untuk lebih meyakini dirinya.
2)      Pemahaman yang diberikan konselor terhadap konseli dengan segala latar belakang dan masalah-masalahnya dapat membuat konseli merasa diterima.
3)      Ketulusan orang akan diperoleh dan berkembang melalui interaksi dengan konselor yang tulus.
4)      Resiko yang timbul dari hubungan dengan konselor, dengan sendirinya tidak menimbulkan akibat yang bersifat merusak, akan tetapi dapat menunjang perkembangan.
5)      Respon-respon baru, akan diperoleh melalui serangkaian interaksi dalam hubungan yang bersifat membantu. Dalam konseling, konseli belajar bagaimana membuat suatu respon yang baru dan efektif dalam berinteraksi dengan lingkungan.

6.      Meningkatkan Kebebasan Psikologis
Banyak orang menghadapi kesulitan dan masalah karena dalam dirinya terdapat kekurang-bebasan dalam menyatakan hal-hal yang bersifat psikologis. Misalnya merasa takut unutk berbeda pendapat dengan orang lain, malu mengakui kesalahan diri sendiri atau kesalahan orang lain, merasa tidak bebas untuk menyatakan perasaan tertentu dan sebagainya. Konseling pada hakikatnya memberikan kesempatan kepada individu untuk mampu menyatakan dirinya secara bebas dan benar dalam konseling, individu dibantu untuk bagaimana menyatakan hal-hal yang bersifat psikologis dengan cara yang dapat dibenarkan.
Beberapa kebebasan psikologis yang dapat dikembangkan melalui konseling, antara lain:
1)      Kebebasan untuk mengakui ketidak-sempurnaan diri sendiri.
Menjadi manusia yang tidak sempurna. Masing-masing dari kita disusun dari cakupan kualitas dan karakteristik yang luas. Pendapat kami tentang kualitas atau karakteristik ini menggolongkan mereka dalam kategori yang mungkin termasuk kelebihan, hadiah, kelemahan, kesalahan, dan keliru. memantapkan dan pemahaman lengkap diri sendiri diprediksikan pada kemampuan menerima hal yang anggap positif sebaik negatif. Pacht (1984) menegakkan bahwa pengejaran penyempurnaan yang diasosiasikan dengan jumlah berbeda masalah kejiwaan. Orang harus dapat mengakui bahwa mereka salah, melakukan kesalahan, tidak mengetahui jawaban, bertanggung jawab, atau maaf. Melakukan hal itu memberikan banyak keuntungan:
a.       Jika orang tidak bisa menyembunyikan cacat mereka yang lebih sedikit menghalang pada keakraban dan lebih besar akses kepada orang lain pada kehidupan mereka.
b.      Mereka tidak harus dilindungi; kurang waspada memberikan banyak en­ergy untuk menikmati hidup dan untuk penciptaan kreatif.
c.       Orang yang mengakui kekurangannya empa­ti dengan lebih besar mengurangi dan lebih  banyak satu sama lain memenuhi jalan.

2)      Kebebasan untuk mempertanggung-jawabkan perilaku sendiri.
Anggapan tanggungjawab adalah dasar prasyarat untuk memahami dan menetapkan perubahan. Orang menganggap dengan cukup bertanggungjawab untuk sikap mereka dan menerima akibat dari tindakan mereka sebelum mereka dapat meningkatkan kondisi yang menyusahkan mereka. Konseling dapat membantu individu untuk bertanggung jawab atas semua tindakan mereka dan membantu mereka mengakui bahwa dengan bertanggungjawab akan lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan. Dengan tanggungjawab, konseli berhenti menyalahkan orang lain dan bergerak dari gejala ketidakpedulian seperti secara pasti menanti sesuatu yang baik akan terjadi, menunggu untuk ditolong, atau mengalami rasa yang mendalam pada keadaan yang tak berdaya.

3)      Kebebasan untuk mengecewakan orang lain.
Hidup kita diisi dengan harapan kita sendiri dan harapan orang lain. Ketika ada keharmonisan diantara harapan kita sendiri dan mereka yang lain, orang cenderung merasakan seimbang dan diterima. Ketika ketidakcocokan timbul pada harapan ini, timbul perselisihan internal dan in­terpersonal. Individu yang di konseling umumnya memiliki masalah yang disebabkan oleh ketidak-mampuan mereka mengecewakan seseorang. Biasanya mereka menemukan hal yang lebih mudah mengecewakan orang yang dikenal secara kebetulan daripada mengecewakan orang yang dicintai. Konseling dapat membantu individu mengenal masalah, hal ini dapat memberi mereka kesempatan menaksir kembali apa yang akan mereka lakukan, dan dapat membantu mereka mengetahui konsekuensi dari kelakuan mereka. Akhirnya, jika apa yang diharapkan mereka bertentangan dengan keperluan mereka, konseling dapat membantu mereka mengembangkan keberanian dan kekuatan untuk membuat pilihan yang tepat, bahkan jika keputusan mereka mengecewakan kepentingan orang dalam hidup mereka.

4)      Kebebasan untuk menyatakan perasaan.
Ketika perasaan berlawanan muncul, maka pada waktu yang sama muncul pula ketegangan. Jika jumlah ketegangan lebih besar dari yang ditoleran oleh orang, akan menyebabkan re­presi dari salah satu perasaan berlawanan. Sejak represi tak sadar, orang mengakui hanya dengan pengecualian ketegangan telah ditempatkan kembali dengan mengurangi tekanan emosi. Jadi, banyak orang yang masuk konseling mengatakan salah satu dari mereka cinta pada pasangan mereka atau benci mereka, bangga akan teman-teman mereka atau cemburu pada mereka, punya keyakinan terhadap Tuhan atau tidak percaya akan Tuhan, atau mendefinisikan mereka sebagai salah satu orang pemberani atau penakut. Kebenaran merupakan perasaan yang hampir tidak pernah tegas. Sebagai contoh, wanita yang memuja-muja suaminya tidak bisa mengerti mengapa dia secara seksual tak tertarik, atau pria yang teguh percaya pada Tuhan tidak mengerti mengapa dia takut pada kematian. Jika kedua orang ini dapat menyentuh perasaan yang bertentangan dengan hati mereka, hal ini merupakan langkah penting menuju pemecahan masalah.
Jika orang mempelajari kebebasan mengekpresikan perasaan berlawanan, mereka dapat menjadi sadar akan ketegangan dan kekhawatiran yang diasosiasikan dengan perasaan yang bertentangan tersebut. Ketegangan perasaan berguna sebagai kekuatan motivasi memajukan pertumbuhan. Mengizinkan perasaan berlawanan muncul pada waktu sama merupakan keuntungan bagi konseli setidaknya ada satu jalan tambahan. Konseling yang efektif dapat membantu konseli untuk mencapai kebebasan tingkat signifikan dalam menyatakan perasaan.

IMPLIKASI PRAKTIS DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Dengan memahami aspek-aspek psikologi (kognisi, emosi, motivasi, perkembangan) dan keterkatiannya dengan konsep konseling, maka:
a.       Pihak pendidik (guru, konselor) dapat mengenali dan mengeliminasi kesalahan-kesalahan berpikir, asumsi-asumsi yang salah pada peserta didik pada saat memandang suatu persoalan, dan diharapkan dapat mengembangkan cara-cara berpikir yang benar dan sehat.
b.      Pihak pendidik dapat mengenali kehidupan emosi para peserta didik, dapat meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola kehidupan emosinya sehingga dapat melakukan penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan/masalah-masalah yang dihadapinya. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara misalnya menyelenggarakan pelatihan EQ untuk meningkatkan keterampilan mengelola emosi.
c.       Pihak pendidik dapat mengenali motivasi-motivasi dasar apa yang mendorong peserta didik bertindak, dan dapat menggunakan cara-cara yang tepat untuk memotivasi mereka dalam mencapai optimalisasi potensi dirinya.
d.      Pihak pendidik akan lebih terarah dalam mengoptimalkan potensi peserta didik sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya pada setiap tahapan.

















BAB III
KESIMPULAN

Konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu, yaitu interaksi antara konselor dan konseli yang merupakan suatu kondisi yang membuat konseli terbantu dalam mencapai perubahan yang lebih baik.  Bila dicermati, pada hakekatnya konseling itu bersifat psikologis. Namun dalam proses atau impelementasinya terdapat kesalahan atau kerancuan dalam memahami antara konseling dan psikoterapi (psikologi). Baik itu dalam proses maupun pendekatan. Konseling sebagai proses berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat. Butuh proses yang merupakan waktu untuk membantu konseli dalam memecahkan masalah mereka, dan bukan terjadi hanya dalam satu pertemuan. Konseling dapat dilakukan beberapa kali dalam pertemuan secara berkelanjutan, jika permasalahan yang dialami konseli merupakan masalah yang kompleks dan cukup berat. Konseling yang lengkap meliputi lima proses, yaitu: proses pengantaraan, penjajagan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian atau pengembangan. Sasaran kelima proses itu adalah masalah-masalah yang ada pada diri individu (konseli) berkenaan dengan tingkah lakunya yang bermasalah dengan segenap latar belakang dan sangkut pautnya. Selain melalui pentahapan juga harus diiringi dengan sebuah pendekatan yang tepat agar proses konseling dapat berjalan dengan baik.
















DAFTAR PUSTAKA


Cavanagh, Michael & Levitov. Justin E. (2002). The Counseling Experience A Theoritical
          and Practical Approach. USA: Wafeland Press, Inc

Surya, Mohamad. (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro.

http://boharudin.blogspot.com/2011/04/konseling-sebagai-proses-psikologis.html
Share this article :
 
Comments
0 Comments
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muhamad Hamdi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger