Muara Cinta Allah Swt Kepada Manusia


Seperti biasa ketika saya ingin memulai membaca sebuah buku yang kian memberikan daya tariknya, mempelajari dan merealisasikan isi kandungannya sebagai bentuk perbaikan dan refleksi akan diri dalam meniti kehidupan yang lebih baik dan insyaAllah mulia lagi sempurna, saya selalu mengawalinya dengan menelusuri penulis secara terperinci. Domisili, keluarga, pendidikan dan cara berpikir merupakan bagian dari yang saya maksudkan.

Saya yakin bahwa Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy merupakan sosok yang sudah familier di dengar oleh para pembaca budiman berikut pemikirannya. Ulama yang paling berpengaruh di Timur Tengah ini mampu mengilhami saya untuk menuliskan isi bukunya di sini, dan jujur begitu saya memulai membaca bukunya seakan saya ditarik begitu kuat, berdialog dengannya untuk sebuah kesadaran total bahwa saya adalah mahluk-Nya yang hina, yang harus dapat memberikan terbaik atas apa yang saya lakukan dengan melibatkan kekuatan hati dari aktivitas yang dikerjakan, aktivitas di sini bukan hanya ibadah namun juga aktivitas-aktivitas lainnya dengan satu tujuan akhir, menyerahkan hasilnya yang juga dialirkan dari hati, untuk, hanya, dan kepada sang pencipta.

Buku ini berjudul “Al-Hubb Fil Qur`an wa Daurul Hubb fi Hayatil Insan,” terbit di Damaskus atau kota seribu masjid pada tahun 2009 oleh penerbit Darul Fikr. Selanjutnya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pada dua edisi publis dengan penerbit dan penerjemah yang sama PT Mizan Publika dan tuan guru bakrun Syafi`I sebagai penerjemahnya, terbitan pertama dalam bentuk ebook yang tidak untuk dikomersilkan, dicetak pada tanggal 1 februari 2010, cetakan pertama ini sepertinya masih membutuhkan beberapa pertimbangan sehingga belum bisa diperjual belikan, segera setelah 1 januari 2013 buku ini resmi dipublikasi, disebarkan dan diperjual belikan. 

Berikut dituliskan kembali “Muara cinta Allah Swt kepada manusia” yang merupakan bagian dari isi buku yang dimaksudkan.

Muara cinta Allah Swt kepada manusia

Allah Swt memuliakan manusia tanpa memandang bentuk dan jenisnya. Ini adalah bukti cinta-Nya kepada manusia. Namun, di kemudian hari jenis mahluk ini bertambah banyak kemudia tersebar ke dalam berbagai aliran dan mazhab pemikiran. Secepatnya mereka memperoleh pengetahuan dari Allah Swt. Tentang alam dan isinya yang menegeskan bahwa mereka sejatinya adalah hamba-hamba Allah Swt, lalu mengajak mereka untuk berkomitmen dengan ajaran para nabi dan rasul-Nya. Bahkan merekapun dijanjikan kebahagiaan dunia dan akhirat jika mereka beriman, dengan mengikuti ajaran para nabi dan rasul tersebut.

Di antara mereka, ada yang merespon dengan baik, lalu beriman dan berkomitmen dengan sepenuh jiwa. Namun diantara mereka, adapula yang berbaling, ingkar dan sombong. Begitulah manusia. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga Allah Swt. Menggantinya dengan generasi baru. Allah Swt berfirman.

وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ ٱلنَّاسَ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخۡتَلِفِينَ ١١٨ إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمۡۗ وَتَمَّتۡ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمۡلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ ٱلۡجِنَّةِ وَٱلنَّاسِ أَجۡمَعِينَ ١١٩

Artinya: “Dan Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat), kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Tuhanmu telah tetap, ‘Aku pasti akan memenuhi Neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya,” (QS Hud [11]: 118 – 119)

Apakah muara cinta Allah Swt kepada manusia yang melahirkan kemuliaan ini? Muara Allah Swt ini bergantung pada cara penyikapan seseorang terhadap ajaran dan syariat Allah Swt kepada-Nya. Bagi mereka yang taat kepada-Nya menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya, cinta Allah Swt kepada hamban-nya itu kian bertambah untuk kemudian Dia memberikan kehormatan dan kemuliaan yang tinggi sebagai balasan dari komitmen yang kuat terhadap ajaran dan ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sebaliknya bagi mereka yang berpaling dari ajaran-Nya, tidak merespon perintah dan ketentuan tersebut, mereka akan merugi dan tidak akan mendapatkan cinta-Nya Allah Swt, akan tetapi kelak mereka justru akan mendapatkan siksa-Nya.

Hal di atas sesuai dengan penjelasan Allah Swt dalam beberapa ayat, seperti dalam firman Allah Swt

قُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ مِنۡهَا جَمِيعٗاۖ فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدٗى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٣٨ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَكَذَّبُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَآ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٣٩

Artinya: “Kami berfirman: ‘Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.’ Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya,” (QS Al-Baqarah [2]: 38 – 39).

Dalam ayat lain, Allah Swt berfirman

أَفَلَمۡ يَهۡدِ لَهُمۡ كَمۡ أَهۡلَكۡنَا قَبۡلَهُم مِّنَ ٱلۡقُرُونِ يَمۡشُونَ فِي مَسَٰكِنِهِمۡۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلنُّهَىٰ ١٢٨ وَلَوۡلَا كَلِمَةٞ سَبَقَتۡ مِن رَّبِّكَ لَكَانَ لِزَامٗا وَأَجَلٞ مُّسَمّٗى ١٢٩

Artinya: “Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (orang-orang musyrik) berapa banyak (generasi) sebelum mereka yang telah Kami binasakan, padahal mereka melewati (bekas-bekas) tempat tinggal mereka (umat-umat itu)? Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan) bagi orang-orang yang berakal. Dan kalau tidak ada sesuatu ketetapan terdahulu dari Tuhanmu serta tidak ada batas yang telah ditentukan (ajal), pasti (siksaan itu) menimpa mereka,” (QS Tha Ha [20]: 128 – 129)

Diantara ayat yang menjelaskan tentang kenyataan ini adalah firman Allah Swt

 لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤ ثُمَّ رَدَدۡنَٰهُ أَسۡفَلَ سَٰفِلِينَ ٥  إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ فَلَهُمۡ أَجۡرٌ غَيۡرُ مَمۡنُونٖ ٦

Artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya,” (QS Al-Tin [95]: 4 – 6)

Tugas manusia di muka bumi ini adalah berupaya semaksimak mungkin untuk mempertahankan cinta Allah Swt yang melahirkan kehormatan dan kemuliaan ini, kemudian merawat dan meningkatkan-Nya dan konsisten di jalan yang diridhai-Nya. Orang yang melaksanakan perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya semampu ia lakukan, Allah Swt akan melipatgandakan penghormatan dan kemuliaan itu melebihi dari apa yang telah Dia berikan sebelumnya. Kemudian, Dia memasukkannya ke dalam kelompok orang-orang yang dicintai. 
Ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:

....إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ ٢٢٢

Artinya: “Sungguh Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang mensucikan diri,” (QS Al-Baqarah [2]: 222)

Dalam ayat lain

وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ وَأَحۡسِنُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٩٥

Artinya: “Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik,” (QS Al-Baqarah [2]: 195)

بَلَىٰۚ مَنۡ أَوۡفَىٰ بِعَهۡدِهِۦ وَٱتَّقَىٰ فَإِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَّقِينَ ٧٦

Artinya: “Sebenarnya barang siapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertakwa,” (QS Ali Imran [3]: 76)

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِهِۦ صَفّٗا كَأَنَّهُم بُنۡيَٰنٞ مَّرۡصُوصٞ ٤

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh,” (QS. Al-Shaf [61]: 4)

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١

Artinya: “Katakanlah (Muhammad) ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang,” (QS Ali Imran [3]: 31)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآئِمٖۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ ٥٤

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui,” (QS Al-Ma`idah [5]: 54)

Yang membuat seorang hamba yang patuh itu kian bahagia adalah bahwa anugerah cinta Allah Swt itu tidak hanya diterima oleh mereka yang “terjaga” dari dosa-dosa, tetapi setiap perilaku maksiat yang bertobat dan kembali ke jalan Allah Swt. Juga akan menerima cinta-Nya. Kembali saya ungkapkan rasa takjub saya kepada orang yang mampu melihat tanda-tanda cinta Allah Swt kepada seseorang sebagaimana disinggung dalam ayat-ayat di atas.

Yang pasti. Derajat mulia ini hanya diraih oleh manusia. Hanya saja, ia berupaya untuk tidak menakwilkan cinta Allah Swt kepada hamba-Nya dengan makna ridha, pahala, atau ampunan. Sertiap orang tentu tahu bahwa kata ridha berbada dengan kata cinta. Oleh Karena itu, Allah Swt memuji hamba-hamba-Nya yang saleh dengan ridha dan cinta sekaligus. Seorang hamba yang mengetahui Allah Swt dan hakikatnya pasti tahu bahwa pahala yang ia dapatkan dari-Nya berbada dengan anegerah cinta yang ia dapatkan dari-Nya. Keduanya tidak sama. Bahkan, jika ia menyakini adanya cinta Allah Swt terasa ringan sebab ia menyakini adanya kenikmatan surge setelah itu.

Baca Juga Cinta Allah Swt Kepada Manusia 

Mendefenisikan kata cinta apa adanya bukan berati kita dapat menafsirkannya sesuka hati sesuai dengan perasaan yang tengah terjadi. Misalnya, kenyamanan saat berdekatan dengan sang kekasih atau kegelisahan hati saat berjauhan dengannya. Namun, yang terbaik adalah kembali kepada mazhab salaf yang menggabungkan antara makna yang tekandung dalam cinta dan upaya-upaya penyucian Allah Swt dari penyerupaan dengan mahluk. Dengan kata lain, Allah Swt mencintai hamba-Nya yang saleh, tetapi cinta-Nya itu tidak dapat diserupakan atau dilukiskan dengan hal apa apun

Dengen begitu, orang yang mendapat keistimewaan dari Allah Swt mau tak mau harus pergi menuju Allah Swt setelah ia hidup di dunia dengan berbagai fasilitas dengan dua kemungkinan, pertam, menjaga kemuliaan yang Allah Swt berikan kepadanya, bahkan kalau mampu, terus melenjitkan diri melaupaui derajat malaikat, yaitu derajat hamba-hamba yang dekat dengan Allah Swt. Kedua, menyia-nyiakan kemuliaan ini dengan berpaling dari tugas suci yang dibebankan oleh Allah Swt kepadanya, tenggelam dalam hal-hal yang melalaikan dan melupakan akhirat. Dengan demikian, sungguh ia telah terpuruk ke derajat binatang.

Orang-orang yang kembali kepada Allah Swt dengan kemungkinan yang kedua, sungguh mereka orang-orang yang disebutkan dalam Al-quran

ثُمَّ رَدَدۡنَٰهُ أَسۡفَلَ سَٰفِلِينَ ٥

Artinya: “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya,” (neraka). (QS At-Tin [95]: 5)
Mereka juga yang dimaksud dalam firman-Nya:

وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ لَهُمۡ قُلُوبٞ لَّا يَفۡقَهُونَ بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٞ لَّا يُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٞ لَّا يَسۡمَعُونَ بِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡغَٰفِلُونَ ١٧٩

Artinya: “Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalngan jin dan manusia, mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS Al-A`raf [7]: 179)

Keistimewaan yang diberikan kepada manusia ini merupakan keistimewaan yang Allah Swt anugerahkan sejak manusia dalam kandungan, yaitu fitrah keimanan. 

Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya:

فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” (QS Al-Rum [30]: 30)

Maksud fitrah Allah Swt di sini adalah ciptaan Allah Swt. Tiap-tiap manusia diciptakan Allah Swt dengan naluri beragama yang kuat, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia yang tidak beragama tauhid, tentu hal itu tidaklah wajar. Mungkin saja penyimpangan dari agama tauhid itu akibat dari lingkungan yang salah.

Seseorang harus terus berjalan menyusuri fitrah ini dengan dua kemungkinan berikut ini: pertama, merawat pitrah keimanan yang Allah Swt anugerahkan kepadanya sejak lahir itu, memeliharanya dengan melakukan perenungan terhadap bukti-bukti kekuasaan Allah Swt di alam semesta, lalu menjaganya dengan menumbuhkan perasaan cinta dan pengakuan akan kebesarannya. Dengan begitu, ia akan kembali kepada Allah Swt dengan fitra yang bersih, suci, serta taat terhadap hokum dan kekuasaan-Nya. Kedua, mengabaikan fitrah, berpaling darinya, dan sibuk menikmati kesenangan lahiriah. Akibatnya, ia kembali kepada Allah Swt dengan fitrah yang terikat kesenangan dan nafsu.

Tentang dua kemungkinan ini, Allah Swt menjelaskan dalam Al-quran dengan redaksi yang amat indah.

 قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا ٩ وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا ١٠

Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS Al-Syams [91]: 9 – 10)

Maksudnya, betapa beruntung orang yang menjaga fitrah keimanan yang dititipkan Allah Swt kepadanya dengan memberi nutrisi pendidikan, ibadah, dan penghambaan yang total. Betapa merugi orang yang mengubur fitrah yang suci ini dengan tumpukan nafsu dan kecenderungan duniawi.
Jadi, Allah Swt memberikan dua keistimewaan sekaligus kepada manusia. Pertama, pernghormatan yang lahir Karena cinta-Nya, yang menyertai manusia sejak lahir. Kedua, fitrah keimanan yang dititipkan kepadanya sejak lahir. Betapa beruntungnya orang yang mengarungi samudera kehidupan ini dengan senantiasa menjaga kedua kemuliaan ini, merawatnya dengan pendidikan, dan memberinya nutrisi yang dibutuhkan. Sebaliknya, betapa meruginya orang yang menjalani kehidupan ini dengan berpaling dari kedua kemuliaan ini, tidak mengindahkan nilai-nilai di dalamnya, dan hidup menuruti hawa nafsu.

Sebagai kesimpulan dari penjelasan saya di atas, ketika kita membaca kitab Allah Swt, banyak ayat tentang manusia yang menggambarkan bentuk penghormatan dan cinta Allah Swt itu bersifat menyeluruh. Namun, adapula ayat yang menjelaskan tentang sekelompok manusia yang memperoleh penghormatan khusus dari Allah Swt. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan cinta dari Allah Swt dan penghormatan yang bersifat khusus sebab mereka telah menjalankan perintah-Nya dengan baik dan membuktikan dirinya ssebagai khalifah Allah Swt yang diraih dengan perjuangan dan usaha yang sungguh-sungguh (hub kasby). Sebaliknya, barang siapa yang berpaling dari ajaran-Nya ia akan jauh dari cinta-Nya.

Muncul pertanyaan, bagaimana caranya sesorang mengetahui kalai ia mendapatkan cinta yang diupayakan? Apa pula tanda-tandanya? Saya coba jawab bahwa seorang muslim bisa saja mengetahui hal tersebut dengan mudah. Setiap muslim yang jujur dan tulus dalam menjalankan agamanya pasti akan mendapatkan cinta dari Allah Swt. Bukankah hidayah dari Allah Swt yang menuntunnya masuk islam adalah bukti cinta-Nya yang paling nyata kepadanya?

Baca Juga Cinta Allah Swt Kepada Manusia 

Tanda-tanda orang yang memperoleh cinta Allah Swt dapat kita lihat dari keimanannya yang terus bertambah dapat dari waktu ke waktu, ibadah dan kepatuhannya kian kian meningkat dalam menjalankan syariat agama, lebih sensitive terhadap larangan-larangan-Nya dan menjauhinya, memperbanyak zikir kepada Allah Swt, serta senantiasa merasa diawasi oleh-Nya kapanpun dan dimana pun ia berada.

Dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa Allah Swt berfirman,” seorang hamba akan terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan Sunnah sampai Aku mencintainya. Dan apabila Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang ia gunakan untuk memukul, dan kakinya yang ia gunakan untuk berjalan,” (HR Bukhari).

Mungkin anda bertanya, mengapa ibadah Sunnah menjadi factor lahirnya cinta Allah Swt kepada pelakunya, padahal ibadah wajib jauh lebih penting daripada itu, bahkan pahalanya juga jauh lebih banyak? Jawabannya, Karena yang mendorong seseorang melakukan ibadah wajib kebanyakan Karena rasa takut akan siksa apabila meninggalkannya. Sementara itu, factor yang mendorong seseorang melakukan ibadah Sunnah bukan Karena rasa takut itu; Karena meninggalkan ibadah Sunnah tidak mengakibatkan seseorang disiksa; melainkan Karena ia ingin dekat dengan Allah Swt. Dan mendapatkan cinta-Nya lebih banyak lagi. Dengan begitu, semua keinginannya akan segera terpenuhi.

Jika begitu apa yang menjadi penghalang jika ia sudah mengetahui bahwa Allah Swt mencintainya?

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa seorang wanita saleha menjadi pelayan dalam sebuah rumah. Ia senantiasa melaksanakan shalat malam. Suatu hari, sang majikan mendengar do`a-do`a yang ia baca dalam sujudnya. Katanya “ Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dengan cinta-Mu kepadaku agar engkau memuliakanku dengan bertambahnya ketaqwaan di hatiku......dan seterusnya.” Begitu ia selesai shalat, sang majikan bertanya kepadanya, “darimana anda tahu kalau Allah Swt mencintaimu? Mengapa anda tidak katakan saja, “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dengan cintaku kepada-Mu?”” ia menjawab,” wahai tuanku, kalau bukan Karena cinta-Nya kepadaku, manamungkin Dia membangunkan aku pada waktu-waktu seperti ini. Kalau bukan Karena cinta-Nya kepadaku, manamungkin Dia membangunkan aku untuk berdiri shalat menghadap-Nya.” Nah, sekarang saya katakan, diantara nikmat cinta yang Allah Swt berikan kepada kita adalah Islam. Kalau bukan Karena cinta-Nya kepada kita, manamungkin kita memperoleh anugerah Iman dan Islam. Oleh Karena itu, kami mohon kepada-Nya semoga Dia menambahkan anugerah ini.”
Semoga bermanfaat.

Baca Juga Cinta Allah Swt Kepada Manusia 

Share this article :
 
Comments
0 Comments
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muhamad Hamdi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger