TEORI STIMULUS RESPON JOHN DOLLARD dan NEALE E. MILLER



Sejarah singkat


John Dollard dilahirkan di Menansha, Wisconsin pada tahun 1900. Ibunya adalah seorang guru dan ayahnya adalah seorang masinis rel kereta api, dan meninggal karena kecelakaan ketika Dollard masih sangat muda. Sang ibu yang merupakan mantan guru sekolah memutuskan untuk pindah ke Madison dengan maksud agar anaknya bisa lebih mudah belajar di University of Wisconsin hingga akhirnya Dollard memperoleh gelar BA pada tahun 1922, Dollard bertemu dengan Max Mason yang kemudian menjadi ayah kedua baginya. Ketika Mason menjadi presiden University of Chicago, Dollard ikut pergi dan bertindak sebagai asistennya dari 19261929. Kemudian pada tahun 1931 ia memperoleh gelar Ph.D sosiologi di University of Chicago dan belajar psikoanalisis di Berlin Institute. Ia mengajar antropologi, psikologi, dan sosiologi di Yale.
John Dollard sangat tertarik dengan isu mengenai ras di Amerika Serikat. Teori Dollard terwarnai oleh studinya mengenai komunitas orang Hitam di Amerika Selatan. Meski studinya lebih banya nuansa etnografi namun Dollard juga melekuakan pengamatan mengenai dinamika budaya dan perilaku dalam pengaruhnya terhadap perkembangan kaum Hitam di Selatan. Kemudian Universitas Yale menunjuknya sebagai research associate bidang Psikologi pada tahun 1932. Kesempatan inilah yang membuka hubungannya dengan ahli psikologi dari Universitas Yale, Neal Miller.  Bersama Miller ia melakukan studi mengenai rasa takut dan keberanian dalam situasi perang. Subyek dalam penelitiannya adalah 300 veteran perang era Abraham Lincoln. Temuannya inilah yang kemudian dipublikasikan pada tahun 1944 dalam buku yang berjudul “Fear in Battle”, ditengah-tengah kesibukannya ia terus menulis hingga akhirnya meninggal pada tanggal 8 Oktober 1980.

NEIL E. MILLER

Sejarah singkat

Neil A. Miller, dilahirkan di Milwau­kee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus 1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931. Ia meraih gelar M,.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat beasiswa dari Social Science Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti pendidikan analisis pada Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940 menjadi asisten dosen dan selanjutnya lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan lektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller.
Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoritisnya yang cermat tentang proses pemerolehan dorongan- dorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik.

1) Struktur Kepribadian

Kebiasaan  atau  habit  adalah  satu-satunya  elemen  dalam  Teori Dollard dan Miller yang memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan respon yang relatif stabil dan bertahan  lama  dalam  kepribadian. Namun, Struktur-struktur kebiasaan itu tergantung pada peristiwa unik yang pernah dialami oleh individu yang bersangkutan. Struktur kepribadian ini hanya bersifat sementara karena dapat berubah bila individu tersebut mendapatkan pengalaman baru keesokan harinya.
Contoh:
“Alex seorang yang biasa terlambat masuk kelas, suatu ketika Guru/ Dosen terlebih dahulu memasuki kelas sehingga Alex mendapat hukuman tidak dapat mengikuti pelajaran. Peristiwa ini merupakan peristiwa unik yang dapat merubah kepribadian Alex yang sering terlambat menjadi rajin masuk tepat pada waktu nya.”
Gambaran  kebiasaan seseorang tergantung pada kejadian khas yang menjadi pengalamannya.  Dollard dan Miller lebih memusatkan bahasannya mengenai proses  belajar  dan  mereka  menganggap  penting kelompok   habit  dalam bentuk  stimulus   verbal  (kata-kata)   dan respon  yang umumnya  juga berbentuk  verbal. Selain  itu, Dollard dan Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary drive)  seperti  rasa  takut  sebagai  bagian dari  kepribadian  yang relatif stabil. Menurut Dollard dan Miller, dorongan primer (primary drive) dan hubungan S-R yang bersifat bawaan (innate) juga menyumbang struktur kepribadian, walaupun kurang penting dibandingkan habit  dan  dorongan   sekunder,   karena  dorongan primer dan hubungan S-R bawaan ini menentukan taraf umum seseorang, bukan membuat seseorang menjadi unik.

2) Dinamika Kepribadian

a) Motivasi dorongan (motivation drives)

Dollard  dan  Miller  sangat  memusatkan  perhatiannya  pada  motif- motif penting  seperti  kecemasan  atau  dorongan.  Dalam menganalisa perkembangan  dan elaborasi kecemasan  inilah, Dollard dan Miller berusaha menggambarkan proses umum yang mungkin berlaku untuk semua motif.
Dalam kehidupan manusia, banyak sekali muncul dorongan yang dipelajari (secondary drive) dari atau berdasarkan dorongan primer (primary drive) seperti rasa lapar, haus dan seks. Dorongan yang dipelajari ini berperan sebagai wajah semu yang berfungsi menyembunyikan  dorongan bawaan. Kenyataannya,  dorongan primer sering tidak jelas. Sebaliknya yang sering dilihat adalah dampak  dari  dorongan  yang  dipelajari  seperti  kecemasan, malu dan  kebutuhan  kepuasan.  Hanya  dalam  proses  perkembangan masa anak-anak  atau  dalam  periode  krisis  dapat  dilihat  dengan jelas beroperasinya dorongan primer. Dollard dan Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi hadiah atau penguat yang primer ternyata juga diganti dengan hadiah atau penguat sekunder.
Contoh:
“Senyum orang tua secara bijak terus menerus dihubungkan dengan aktivitas (pemberian makanan, penggantian popok dan aktivitas yang memberi kenyamanan lainnya). ”senyum” akan menjadi penguat sekunder yang sangat kuat bagi bayi sampai dewasa.”
Penting  diperhatikan  bahwa  kemampuan  hadiah  (penguat sekunder) untuk memperkuat tingkah laku itu tidak tanpa batas. Hadiah (penguat sekunder) lama-kelamaan menjadi tidak efektif kecuali kalau hadiah (penguat sekunder) itu kadang masih berlangsung bersamaan dengan penguat primer.

b) Proses Belajar

Dollard dan Miller menyimpulkan dari eksperimen-eksperimennya bahwa sebagian  besar  dorongan  sekunder  yang  dipelajari manusia,  dipelajari melalui  belajar  rasa  takut  dan  kecemasan. Dollard dan Miller menyimpulkan bahwa untuk bisa belajar, orang harus menginginkan sesuatu, mengenalinya, mengerjakannya dan mendapatkannya  (want  something, notice something, do something, get something). Empat komponen utama belajar tersebut, yaitu drive, cue, response dan reinforcement.

(1). Drive

Drive adalah stimulus (dari dalam diri organisme) yang mendorong terjadinya  kegiatan. Kekuatan drive tergantung pada stimulus yang memunculkannya. Dengan kata lain, semakin kuat drivenya maka, semakin keras usaha tingkah laku yang dihasilkan. Drive sekunder atau drive yang dipelajari diperoleh berdasarkan   drive primer. Sesudah drive sekunder dimiliki, maka drive ini akan memotivasi untuk mempelajari respon baru sebagai fungsi dari drive primer. Kekuatan  drive sekunder ini tergantung pada kekuatan drive primer dan jumlah reinforcement yang diperoleh.

(2). Cue (stimuls yang memberi petunjuk)

Cue  adalah  stimulus  yang  memberi  petunjuk  perlunya dilakukan respon yang sesungguhnya, isyarat yang ada dalam proses belajar. Jenis dari kekuatan cue bervariasi  dan  variasi  ini  yang  menentukan  bagaimana reaksinya.

(3). Response

Response adalah aktivitas yang dilakukan seseorang. Menurut Dollard  dan Miller  sebelum  suatu  respon  dikaitkan  dengan suatu stimulus, respon itu harus terjadi terlebih dahulu. Dalam situasi  tertentu,  suatu  stimulus menimbulkan   respon-respon yang berurutan disebut dengan initial hierarchy of response.
(4). Reinforcement
Reinforcement menurut Dollard dan Miller sebagai drive pereda dorongan (drive   reduction).   Reduksi   drive  menjadi   syarat mutlak dari reinforcement.
Contoh:
“Alex lapar (primary drive) ia menjadi cemas (secondary drive) selanjutnya ada pilihan yang dapat Alex pilih (cue) meminta kepada teman atau membeli ke kantin sekolah. Akhirnya, Alex memilih untuk membeli makanan ke kantin (respon) jadi, Alex tidak merasa lapar lagi (reinforcement).”

c) Proses Mental yang lebih tinggi

(1). Generalisasi stimulus (stimulus generalization)

Generalisasi  stimulus  merupakan  respon  yang  dipelajari dalam  kaitannya dengan suatu stimulus, dapat dipakai untuk menjawab stimulus lain yang berbentuk atau berwujud  fisik yang  mirip. Semakin mirip stimulus lain itu dengan  stimulus aslinya, maka peluang terjadinya generalisasi tingkah laku, emosi, pikiran atau sikap semakin besar.
Contoh:
“Kasus yang dialami artis cantik yang bernama Annisa Ramadhanti alias Donita adalah fobia terhadap ambulan. Hal tersebut dikarenakan pengalaman di masa lalunya yang berawal ketika Donita masih duduk di bangku sekolah dasar tepatnya kelas 2, dimana pada saat itu ia melihat berbagai sosok mahluk halus yang menyeramkan di ambulan. Semenjak saat itu, Ia menyadari bahwa dirinya memiliki kemampuan melihat dunia gaib lewat Indra keenamnya dan juga karena hal tersebut Donita fobia terhadap ambulan. Donita pun berusaha mengalahkan rasa takutnya tersebut, namun semua usahanya sia-sia, lantaran hingga saat ini ia masih kerap histeris terhadap berbagai jenis ambulans dan hal-hal yang berhubungan dengan ambulans termasuk rumah sakit. Fobia Donita terhadap ambulan juga mengakibatkan dirinya tidak mau dirawat di rumah sakit, sekalipun ia sakit parah.”
Sesuai dengan dinamika kepribadian Dollard & Miller, kasus fobia yang dialami Donita terjadi karena adanya proses mental yang lebih tinggi, yaitu adanya perluasan stimulus-respon. Fobia terhadap ambulan yang disebabkan karena pengalamannya di masa lalu, dimana ia melihat berbagai sosok mahluk halus yang menyeramkan di ambulan. Hal tersebut mengakibatkan Donita menjadi fobia dengan ambulan dan berbagai hal yang berhubungan dengan ambulan. Stimulus penyebab rasa takut pada Donita bukan lagi disebabkan karena ia melihat atau mendengar bunyi ambulans, namun karena adanya perluasan stimulus dan respon yaitu pikiran mengenai ambulan dan ingatannya terhadap pengalaman melihat berbagai sosok mahluk halus di ambulan. Lebih lanjut dalam dinamika kepribadian Dollard & Miller terdapat generalisasi stimulus, dimana pada kasus fobia yang dialami Donita terjadi adanya immediate effect (respon yang berdampak segera).  Ketika Donita melihat atau mendengar bunyi ambulans, dengan segera ia  meresponnya dengan histeris ketakutan bahkan menangis.

(2).  Reasoning

Reasoning merupakan proses pemecahan masalah yang lebih efektif. Tidak memerlukan try and error lagi. Ada proses berfikir yang biasanya disebut alur berfikir (train of thought) sebelum individu tersebut melakukan kegiatan. Reasoning memungkinkan seseorang menguji alternatif respon tanpa nyata-nyata      mencobanya sehingga mengangkat proses memilih tindakan. Reasoning juga memberi kemudahan untuk merencanakan, menekankan tindakan pada masa  yang akan datang, mengantisipasi respon agar menjadi lebih efektif.

(3).  Bahasa (ucapan, pikiran, tulisan maupun sikap tubuh)

Bahasa merupakan respon isyarat yang penting sesudah reasoning. Dua fungsi pentingnya sebagai respon isyarat adalah generalisasi dan diskriminasi. Dengan memberi label yang sama terhadap dua atau lebih kejadian yang berbeda, maka terjadi   generalisasi   untuk merespon yang sama. Sebaliknya label yang berbeda terhadap kejadian yang hampir sama, memaksa seseorang untuk merespon kejadian itu secara berbeda pula (diskriminasi). Diskriminasi akan menimbulkan respon yang juga berbeda-beda. Perbedaan antar stimuli dipengaruhi oleh faktor sosiokultural.
Dollard  dan  Miller  sangat  mementingkan   peran  bahasa dalam motivasi, hadiah dan pandangan ke depan. Kata mampu dapat membangkitkan  drive dan memperkuat  atau memberi jaminan. Kata dapat menguatkan tingkah laku sekarang  secara  verbal  dengan  menggambarkan konsekuensi masa yang akan datang.

(4).  Secondary drive

Tingkah laku tak hanya diatur oleh primary drive tapi secondary drive juga mempunyai peran yang penting. Bahkan tak jarang dorongan sekunder ini mengganti dan menutupi dorongan primer karena dorongan sekunderlah yang lebih kuat dari pada dorongan primer. Kendatipun demikian dorongan sekunder juga dapat menjadi lemah jika dorongan tersebut berulang-ulang gagal mendapatkan reinforcement.
Contoh:
“Seorang anak yang ingin mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, maka, setiap hari ia selalu membantu ibunya memasak didapur, namun, sang ibu tidak memberikan respon sebagai penguatan (reinforcement), sehingga yang terjadi adalah sebaliknya, ia menangis dan tidak mau lagi membantu Ibunya.”
Menurut Dollard dan Miller, stimulus atau cue apapun yang sering  berasosiasi dengan kepuasan dorongan primer dapat menjadi reinforcement  sekunder. Semua drive sekunder, dapat dianalisis asosiasinya dengan drive primer, walaupun terkadang asosiasi itu begitu kompleks sehingga sukar ditemukan jejaknya.

d) Model Konflik

Formulasi   tingkah   laku  konflik  dari  Dollard   dan  Miller  sangat terkenal. Karena    manurut  Dollard  dan  Miller,  konflik  membuat orang  tidak  dapat merespon  secara  normal.  Ada  tiga  bentuk konflik  yaitu  konflik  approach-avoidance, avoindance-avoidance, dan approach-approach.
(1). Konflik Approach-avoidance (orang  dihadapkan dengan  pilihan  nilai positif  dan negatif  yang ada di satu situasi).
Contoh:
“Seseorang yang memilih untuk belajar mengendarai mobil, didalam sisi positif jika seseorang itu bisa mengendarain mobil sendiri, ia akan bisa melakukan sendiri tanpa perlu merepotkan orang lain. Tetapi dalam sisi negatifnya, jika ada sesuatu yang terjadi pada saat ia mengendarai mobil sendiri, ia akan menyelesaikannya sendiri yang pada sebenernya ia juga membutuhkan bantuan orang lain.”
(2). Konflik  avoidance-avoidance    (orang   dihadapkan   dengan   dua pilihan yang sama-sama negatif).
Contoh:
“Seseorang yang sedang merasakan sakit gigi, di dalam sisi negatif ia merasakan sakit jika tidak dibawa ke dokter. Jika ia ingin sembuh ia harus ke dokter tetapi pada saat ia ke dokter ia takut karena banyak hal-hal yang ia takuti seperti bor dan sebagainya.”
(3). Konflik approach-approach (orang dihadapkan dengan pilihan yang sama-sama positif).
Contoh:
“Seseorang yang dihadapkan pada dua pilihan , ketika dua pilihan itu sama-sama positif. Ketika orang itu diterima di dua universitas dan diterima di fakultas yang ia inginkan, ia akan memilih universitas yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya walaupun pilihan tersebut sama-sama positif baginya.”
Ketiga bentuk  konflik  tersebut  mengikuti  lima  asumsi  dasar  mengenai tingkah laku konflik, yaitu:
  1. Kecenderungan mendekat (gradient of approach) Kecenderungan mendekati  tujuan  positif  semakin  kuat  kalau orang semakin dekat dengan tujuannya itu
  2. Kecenderungannya menghindar (gradient of avoidance) Kecenderungan menghindar dari stimulus negatif semakin kuat ketika orang semakin dekat dengan stimulus negatif tersebut
  3. Peningkatan  gradient  of  avoidance  lebih  besar  dibandingkan gradient of approach.
  4. Meningkatnya dorongan yang berkaitan dengan mendekat atau menghindar akan meningkatkan gradient. Jadi meningkatnya motivasi akan memperkuat gradient mendekati atau gradient menjauhi pada semua tutuk jarak dari tujuan.
  5. Manakala ada dua respon bersaing, maka yang lebih kuat yang akan terjadi.

e) Ketidaksadaran

Dollard dan Miller memandang penting faktor ketidaksadaran tetapi, formula analisis asal muasal faktor ini berbeda dengan pandangan Freud. Dollard dan Miller membagi isi-isi ketidaksadaran  menjadi dua, yaitu pertama, ketidaksadaran  berisi hal yang  tidak  pernah  disadari  (seperti  stimuli,  drive dan respon yang  dipelajari)    juga  apa  yang  dipelajari  secara  nonverbal dan detail dari berbagai keterampilan motorik, dengan kata lain suatu hal yang dipelajari bayi (ketidaksadaran: stimuli, drive dan respon) sebelum bisa berbicara sehingga tidak memliki label verbal.  Kedua, berisi apa yang pernah disadari tetapi tidak bertahan dan menjadi tidak disadari karena adanya represi.

1) Perkembangan Kepribadian

Perkembangan kepribadian menurut Neal E Miller ada 3 yaitu, Perangkat Innate, Respon Sederhana dan Primary Process, Konteks Sosial, Situasi Pembelajaran (Training Situation).
Dollard dan Miller mengganggap perubahan dari bayi yang sederhana  menjadi dewasa  yang  kompleks  sebagai  proses yang menarik, sehingga banyak karyanya yang menjelaskan masalah ini. Bayi memiliki tiga repertoire primitif yang paling penting, yaitu:

(1). Refleks spesifik (specific reflexes)

Bayi memiliki reflex yang spesifik yang kebanyakan berupa respon tertentu terhadap stimulus atau kelompok stimulus tertentu. Contoh: “Sentuhan pada pipi direspon dengan memutar kepala ke arah pipi yang disentuh.”

(2). Refleks bawaan yang hirarki (innate hierarchies of response)

Kecenderungan respon tertentu terhadap situasi stimulus tertentu sebelum melakukan respon lainnya. Contoh: “bayi berusaha menghindari stimulus yag tidak menyenangkan sebelum menangis.”

(3). Dorongan primer (primary drive)

Stimulus internal yang kuat dan bertahan lama, yang biasanya berkaitan dengan proses fisiologis. Drive ini memotivasi bayi untuk melakukan sesuatu tetapi tidak menentukan aktivitas spesifik apa yang harus dilakukan. Contoh: “bayi merasa lapar, haus dan rasa sakit.”
Melalui proses belajar, bayi berkembang dari tiga repertoir tingkah laku  primitif  di  atas  menjadi  dewasa  yang  kompleks.  Bayi  akan terus berusaha mengurangi tegangan dorongan, memunculkan respon-respon menjawab stimuli baru, memberikan reinforcement respon baru, memunculkan motif sekunder dari drive primer dan mengembangkan proses mental yang lebih tinggi melalui mediasi stimulus.

b) Konteks sosial

Kemampuan  memakai  bahasa  dan  respon  isyarat  sangat dipengaruhi  oleh  konteks  sosial  dimana  orang  orang  itu berkembang, dengan kata lain adanya ketergantungan antara tingkah laku dengan lingkungan sosiokultural. Sebagian  besar  interaksi  anak  dengan lingkungannya  berkenaan  dengan  bagaimana  menghasilkan simbol  komunikasi  verbal  (verbal  cues)  serta  bagaimana memahami simbol verbal produk orang lain. Dollard dan Miller menekankan saling ketergantungan antara tingkah laku dengan lingkungan  sosiokultural.  Bagi Dollard dan Miller, prinsip–prinsip belajarnya dapat diterapkan lintas budaya. Dollard dan Miller yakin bahwa tingkah laku orang dipengaruhi oleh masyarakatnya.

c) Situasi Pembelajaran (training situation)

Seperti teoritisi psikoanalitik, Dollard dan Miller menganggap 12 tahun kehidupan  awal sangat penting dalam menentukan tingkah laku dewasa. Ada banyak  peristiwa dimana konflik mental parah yang tidak disadari dapat timbul. Dollard dan Miller mengemukakan empat hal yang mudah menimbulkan konflik dan gangguan emosi,yaitu:
(1). Situasi makan (feeding situation). Merupakan Situasi pertama yang banyak mengajarkan sesuatu.
Contoh:
“Jika anak yang menangis kelaparan tidak segera diberi makan, akan belajar bersikap apatis dan gelisah (apprehensive). Sebaliknya situasi pemberian makanan yang memuaskan dan tepat menjadi dasar belajar sikap sosial dan cinta. Tapi,bayi yang diberi makan sebelum lapar mungkin tidak pernah belajar meghargai nilai makanan serta kurang menghargai kehadiran ibunya akibatnya kurang berkembangnya rasa sosial. Hal penting yang perlu diingat adalah bayi belajar banyak hal dari rasa lapar dan pengaturan makannnya disebut rahasia belajar pada usia awal (secret learning of the early years).
(2). Pendidikan kebersihan (cleanliness training)
Belajar  mengontrol  proses  urinasi  dan  defakasi  merupakan tugas   yang   kompleks   dan  sulit   bagi   bayi.   Toilet   training dianggap  sangat  penting  bagi  banyak  orang  tua.  Anak  yang gagal atau lambat menguasai keterampilan ini cepat dihukum, sehingga  mengembangkan  asosiasi  orang  tua  dengan hukuman.
(3). Pendidikan sex awal (early sex training)
Tabu mengenai masturbasi yang membuat anak merasa sangat berdosa sesudah melakukannya bersumber dari orang tua yang menanamkan dalam diri anak  kecemasan yang sangat dalam mengenai seks.
(4). Pengendalian marah dan agresi (anger-anxiety)
Apabila anaknya marah, orang tua sering mengamuk, menghukum sehingga anak belajar menekan rasa marahnya. Tanpa rasa marah ini akan membuat  kepribadian anak tidak dapat berkembang. Analisis Dollard dan Miller terhadap empat situasi latihan di atas banyak menggunakan formulasi Freud yang dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1
Asal Konflik Emosional : Situasi Belajar Yang Kritis

Situasi Belajar
Konflik yang dipelajari
Kemungkinan akibatnya
Pemberian makan (feeding)
Kepuasan terhadap kebutuhan dasar vs. takut, kesendirian, ketidakberdayaan
Gelisah, apatis, takut kesendirian, takut kegelapan, tidak memiliki perasaan sosial
Kebersihan (cleanliness)
Senang dengan hal yang menyangkut diri sendiri vs. takut, marah berdosa
Cemas dan berdosa mengenai kotoran atau seseuatu yang berkaitan dengan kotoran, takut kehilangan  cinta,  malu, tidak berpendirian, merasa tidak berharga
Perilaku seksual
Kenikmatan tubuh vs. takut, marah
Represi terhadap pikiran dan kebutuhan seksual, problem masturbasi, homoseksualitas, problem odipal
Marah-agresi
Ketegasan diri vs. celaan, hukuman, penolakan
Persaingan dengan saudara, tidak sabaran, berpikir pendek, marah menghadapi  frustasi dengan kemampuannya untuk menyenangkan kondisi dirinya sendiri, bentuk agresi yang ruwet: gossip, bohong, membingungkan    orang lain

2) Psikopatologi dan Perubahan Tingkah Laku


Dollard dan Miller memandang tingkah laku normal dan neurotik dalam satu kontinum, dan bukannya dua hal yang terpisah. Oleh karena  itu, tingkah  laku neurotik  dipelajari  memakai  prinsip  yang sama  dengan  belajar  tingkah laku  normal.  Inti  setiap  neurosis adalah   konflik   ketidaksadaran   yang kuat   dan   hampir   selalu bersumber di masa kanak-kanak. Sering selama empat situasi ekspresi   kebutuhan   dasarnya,   membentuk   konflik   yang terus berlanjut sampai dewasa.
Sama halnya dengan binatang di laboratorium yang belajar respon instrumental   yang  membuatnya   bisa  menghindar   dari  stimulus yang menakutkan, manusia juga mempelajari respon represi yang dapat   dipakai   untuk   menghindari   dari   perasaan   cemas   dan berdosa.  Represi  dalam  bentuk  tidak  memikirkannya,  membuat orang terbebas dari keharusan memakai kemampuan pemecahan masalahnya untuk mengatasi konflik dan tidak menyadari bahwa kondisi yang menimbulkan  konflik telah hilang.  Sepanjang  konflik itu tetap tidak disadari,  makan konflik itu akan terus berlangsung dan menghasilkan simptom-simptom  (sensasi spesifik atau tingkah laku  yang  dialami  seseorang  sebagai  tidak  menyenangkan  and tidak normal). Simptom sering membuat orang bisa menghindar (sementara) dari rasa  takut  dan  cemas.  Simptom  itu tidak  menyelesaikan  konflik, tetapi dapat meredakannya.  Simptom  ini dipelajari  sebagai  habit. 
Ada tiga cara yang biasa dipakai orang untuk melakukan  represi (agar tidak muncul pikiran-pikiran yang menimbulkan kecemasan), yaitu: 

Memberi nama lain (mislabeling); 

Contoh: “Saat kehilangan uang dalam jumlah yang besar dikatakan sedikit. 

Respon pengganti (response substitution); 

Contoh: “suatu insiden kecelakaan yang membuat kaki seseorang menjadi pincang, gerak berjalan diganti dengan gerak naik motor tanpa mengenal lelah.
Tidak memikirkan (not thinking); 
Contoh: “seseorang yang difitnah tidak memikirkan fitnahan itu, karena memikirkan fitnahan bukanlah hal yang penting.

Kajian Lanjutan

Corey, Gerald. (2005;2007) Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Chaplin, J.P. (2001). Kamus Lengkap Psikologi (Pnrj: Kartini Kartono,). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Cooper, C.L., & amp,. Payne, R. (1991). Personality and stress: Individual differences in the stress process. England:  John Wiley & amp Sons Ltd.
Derlega, vorelian S., Barbara winstead., Jones. (2005). Personality Contemporary Theory And Research. Belmont USA: Thomson Wadworth.
Feist, J. & Feist, G. J. (2006). Theories of personality. (Ed. Ke-6). New York: McGraw-Hill Inc.
Fey-Rohn, Liliane, (1974) From Freud to Jung, New York: Putnam.
Friendman, S., Horward & W., Schustack, Miriam. (2006). Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

 
Share this article :
 

3 komentar :

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muhamad Hamdi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger