Terbentuknya berbagai kelompok
dalam sebuah peradaban manusia merupakan hakikat akan manusia itu sendiri yang kelak
dikenal sebagai mahluk sosial yang tak mungkin dapat hidup dengan layak jika ia
hidup sendiri, selanjutnya berkumpulnya sejumlah orang dengan berbagai kualitas
dan kuantitas tertentu, disadari ataupun tidak, disengaja ataupun dipaksa
perkumpulan tersebut akan mengantarkannya pada sebuah eksistensi tertentu dan
oleh karenanya manusia selalu berusaha hidup dalam kumpulan dan kebersamaan
antara satu dengan yang lainnya, antara tujuan satu dengan tujuan yang lainnya,
harapan yang satu dengan harapan yang lainnya, misi yang satu dengan misi yang
lainnya, singkatnya ia merasakan bahwa dirinya merupakan bagian daripada yang
lainnya, hal inilah yang selanjutnya disebut dengan kelompok.
Lantas bagaimana dengan peristiwa
atau kegiatan berkumpulnya sejumlah orang dalam konteks masyarakat yang lebih
luas terhadap objek-objek tertentu seperti kecelakaan lalu lintas, pertandingan
sepak bola, peristiwa kebakaran dan peristiwa sejenisnya, hal tersebut seringkali
mengundang perhatian orang banyak sehingga mendorong dirinya untuk dapat
menyaksikan, menikmati dan melibatkan diri yang kemudian tanpa disadari mereka
telah membentuk perkumpulan, lalu jika demikian, apakah peristiwa-peristiwa
tersebut dapat dikatakan kelompok? Jawabannya belum tentu. Sebagaimana Prayitno
(1995: 15 – 16) menyatakan berkumpulnya sejumlah orang dapat membentuk suatu
kerumunan yaitu kalau berkumpulnya orang-orang itu disebabkan karena adanya
suatu kejadian atau objek yang menarik perhatian mereka sedangkan diantara
orang-orang itu tidak ada saling kaitan sama sekali, sedangkan kerumunan dapat
membentuk kelompok yaitu kalau terhadap orang-orang yang berkumpul itu berlaku
hubungan atau kaitan tertentu antara orang tersebut. Kerumunan dapat berubah
menjadi kelompok yaitu jika unsur-unsur hubungan antara orang-orang yang ada di
dalamnya ditingkatkan, sebaliknya suatu kelompok dapat berubah menjadi
kerumunan yaitu apabila unsur-unsur pengikat antara anggota kelompok makin
mengendor. Dalam kasus ini Prayitno (1995) merefleksikannya dalam diagram di
bawah ini
Kerumunan dan kelompok dapat
berubah menjadi sekadar kumpulan orang-orang belaka, yaitu kalau unsur penarik
perhatian (objek yang menimbulkan kerumunan) dan unsur-unsur pengikat antara
orang-orang yang berkumpul (yang menimbulkan kelompok) menjadi hilang. Berikut
akan diilustrasikan lebih jauh mengenai kerumunan, kumpulan dan kelompok.
Sebuah bus yang sarat akan
penumpang malaju menuju tujuan tertentu, pada awalnya para penumpang mungkin
belum saling mengenal atau hanya merupakan kerumunan atau bahkan kumpulan orang
yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya, ditengah perjalanan tiba-tiba bus mogok dengan sebab yang tidak
diketahui oleh sopir, kegelisahan sang sopir mengundang kepanikan bagi para
penumpang munculnya kepanikan tersebut memunculkan pula tujuan yang sama bagi
para penumpang (yang tadinya hanya kerumunan dan atau kumpulan) berubah menjadi
kelompok (kelompok para penumpang bus yang macet yang menginginkan busnya
beroperasi kembali). Saat itulah tiba-tiba para penumpang merasa tujuan dan
kepentingan mereka terganggu, mereka merasa senasib dan mempunyai keinginan
yang sama yaitu agar bus tersebut segera baik kembali.
Dalam kondisi seperti di atas
biasanya sosok pemimpin hadir dengan sendirinya tanpa pemilihan terlebih
dahulu, dan hal inipula yang biasanya diperlukan, selalu ada figur yang
setidaknya memberikan saran tempat berteduh, menenangkan para penumpang dengan
mangatakan bahwa bus akan segera jalan kembali (kendatipun ia bukanlah seorang
montir yang handal), pertukaran air minum, makanan ringan hingga komunikasi tertancap
mantap pada persoalan “apa yang terjadi dengan bus dan bagaimana caranya agar
bus dapat beroperasi kembali.”
Pemimpin yang muncul secara
tiba-tiba tanpa diangkat oleh siapapun tadi telah menunjukkan kelebihannya
dalam mengolah suasana yang mereka hadapi dan mengolah unsur-unsur yang ada
dilingkungan sekitar mereka, sehingga orang lain mematuhi kepemimpinannya.
Dalam keadaan dimana pemimpin telah tumbuh biasanya norma bersama segera
tersusun, tersusunnya norma bersama tersebut menyusunkan pula faktor-faktor
pengikatnya (ada yang memperhatikan mobil bantuan, pemasangan plang,
pembersihan tempat istirahat dan seterusnya). Kemantapan atau kekompakkan
kelompok sangat ditentukan oleh kekuatan faktor-faktor pengikat kelompok
tersebut, sebaliknya lemahnya faktor pengikat melemahkanpula kemantapan
kelompok itu sendiri, sehingga kelompok dapat saja berubah menjadi kerumunan atau sekedar kumpulan orang-orang dan bahkan tidak menuntup kemungkinan penumpang akan bubar sendiri.
referencess
draf buku Rasimin & Hamdi (2017) prosedur bimbingan dan konseling kelompok.
sangat menikmati tulisan bapak hamdi, bapak ngajar di smp juga ya kok ada smp gitu, atau diundang hee..,berharap di konseling lagi sama bapak hamdi, salam santun cirebon
BalasHapusilmunya sangat bermanfaat pak hamdi,
BalasHapussalam santun, semoga bapak selalu sehat Amin yrob
sangat bermanfaat, terima kasih pak
BalasHapusPak Hamdi dosen gua banget,tulisannya cirikhas beliau sekali
BalasHapus