Sejarah singkat
Carl Ransom Rogers, yang akrab disapa Carl Rogers lahir di Oak Park Illinois, Amerika Serikat pada tanggal 8 Januari 1902 dan meninggal di San Diego, California, Amerika Serikat pada tanggal 4 Februari 1987. Rogers adalah putra keempat dari enam bersaudara. Dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan dan menganut aliran protestan fundamentalis yang terkenal keras, dan kaku dalam hal agama, moral dan etika. Semasa mudanya, Rogers tidak memiliki banyak teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. Ia membaca buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat menyukai buku-buku petualangan, namun ia juga pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin.
Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis. Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/ nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society. Hasil karya Rogers yang paling terkenal dan masih menjadi literatur sampai hari ini adalah metode konseling yang disebutClient-Centered Therapy. Dua buah bukunya yang juga sangat terkenal adalah Client-Centered Therapy (1951) dan On Becoming a Person (1961).
Rogers adalah seorang psikoterapist yang melibatkan peneliti kedalam sesi terapi (memakai tape recorder) yang pada tahun 1940an membuka sesi klien yang masih tabu dicermati oleh orang lain. Dengan cara itu orang mulai belajar tentang hakekat psikoterapi dan proses beroperasinya. Model terapi yang dikembangkan oleh Rogers lebih dikenal dengan sebutan client centered. Rogers dikenal sebagai seorang fenomenologis, karena ia sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi individu.
Dibandingkan teknik terapi yang ada masa itu, teknik ini adalah pembaharuan karena mengasumsikan posisi yang sejajar antara terapis dan pasien (dalam konteks ini pasien disebut klien). Hubungan terapis-klien diwarnai kehangatan, saling percaya, dan klien diberikan diperlakukan sebagai orang dewasa yang dapat mengambil keputusan sendiri dan bertanggungjawab atas keputusannya. Tugas terapis adalah membantu klien mengenali masalah dirinya sendiri, sehingga akhrinya dapat menemukan solusi bagi dirinya.
Menurut rogers seorang terapis harus genuine dan tidak bersembunyi dibalik perilaku defensif. Mereka harus membiarkan klien memahami perasaannya sendiri. Terapis juga harus berusaha memahami dunia klien. Terapis juga harus bisa membuat klien merasa nyaman dalam proses terapi.
Rogers memandang proses terapeutik sebagai model dari hubungan interpersonal, hal inilah yang mendasari ia memformulasikan teori tentang hubunganinterpersonal yang diringkas sebagai berikut:
- Minimal dua orang yang bersedia terjadinya kontak.
- Masing-masing mampu dan bersedia untuk menerima komunikasi dari yang lainnya.
- Berhubungan terus menerus dalam beberapa jangka waktu.
Menurut Rogers, klien datang kepada konselor dalam keadaan tidak selaras, yakni terdapat ketidakcocokan antara persepsi diri dan pengalaman dalam kenyataan. Pada mulanya, klien boleh jadi mengharapkan terapis akan menyediakan jawaban-jawaban dan pengarahan atau memandang terapis sebagai seorang ahli yang bisa menyediakan pemecahan-pemecahan ajaib. Hal-hal yang mendorong klien untuk menjalani terapi mungkin adalah perasaan tidak berdaya, tidak kuasa dan tidak berkemampuan untuk membuat keputusan-keputusan untuk mengarahkan hidupnya sendiri secara efektif. Klien mungkin berharap menemukan jalan melalui pengajaran dari terapis . bagaimanapun, dalam kerangka client centered klien dengan segera belajar bahwa ia bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan bahwa dia bisa belajar lebih bebas untuk memperoleh pemahaman diri yang lebih besar melalui hubungan dengan terapis.
Carl Rogers (Teori yang Berpusat pada Pribadi)
Rogers diidentifikasikan dengan metode psikoterapi yang diciptakan dan dikembangkannya. Tipe terapi ini disebut tidak mengarahkan atau berpusat pada klien.
Dalam kata-kata penciptanya sendiri, “client centered therapy” yaitu berarti bahwa ahli terapi telah mampu masuk ke dalam hubungan yang sangat pribadi dan subjektif dengan konseli ini yang berhubungan tidak sebagai ilmuwan terhadap objek penelitian, tidak sebagai dokter yang memberikan diagnosis dan pengobatan, tetapi sebagai pribadi dengan pribadi. Itu berarti bahwa ahli terapi memandang klien ini sebagai seorang pribadi yang memiliki harga diri tanpa syarat; memiliki nilai tak peduli bagaimana keadaannya, tingkah lakunya, atau perasaan-perasaannya. Itu berarti bahwa ahli terapi bersikap tulus, tidak bersembunyi di belakang tabir pertahanan, tetapi menemui klien dengan segala perasaan yang dialami oleh ahli terapi. Calvin dan Gardner (1993:128) menyebutkan ciri utama konseptualisasi dari proses terapeutik ini adalah bahwa “apabila para klien mempersepsikan bahwa ahli terapi memilki “unconditional positive regard” (penghargaan positif tanpa syarat) terhadap mereka dan suatu pemahaman empatik terhadap kerangka acuan internal ( internal frame of refence) mereka, maka proses perubahan mulai bergerak”. Selama proses ini klien-klien makin lebih menyadari perasaan dan pengalaman mereka yang sebenarnya dan konsep diri mereka menjadi lebih selaras dengan seluruh pengalaman organisme.
Apabila keselarasan yang bulat tercapai, maka klien akan menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya. Menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya meliputi sifat-sifat seperti keterbukaan terhadap pengalaman, tidak adanya sikap defensif, kesadaran yang cermat, penghargaan diri tanpa syarat, dan hubungan yang harmonis dengan orang-orang lain
1) Struktur Kepribadian (Self)
Teori Rogers membagi dua konstruk yang menjadi pijakan bagi seluruh teorinya, kedua konstruk tersebut adalah organisme dan diri (self). Secara psikologis, organisme adalah lokus atau tempat dari seluruh pengalaman. Pengalaman meliputi segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadaran organisme pada setiap saat. Keseluruhan pengalaman ini merupakan medan fenomenal. Medan fenomenal adalah “frame of reference” dari individu yang hanya dapat diketahui oleh orang itu sendiri. “medan fenomenal tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali melalui inferensi empatis dan selanjutnya tidak pernah dapat diketahui dengan sempurna”. Harus dicatat bahwa medan fenomenal tidak identik dengan medan kesadaran. Rogers (Calvin dan Gardner, 1993:132) “kesadaran adalah perlambangan dari sebagian pengalaman kita”. Dengan demikian, medan fenomenal terdiri dari pengalaman sadar (dialmbangkan) dan pengalaman tak sadar (tidak dilambangkan). Selanjutnya adalah diri, diri merupakan salah satu konstruk sentral dalam teori Rogers, dan Ia telah memberikan suatu penjelasan yang menarik bagaimana ini terjadi. Rogers (Calvin dan Gardner, 1993:134) mengatakan bahwa:
“Berbicara secara pribadi, saya memulai karya saya dengan keyakinan yang mantap bahwa diri adalah sesuatu istilah yang kabur, ambigu atau bermakna ganda, istilah yang tidak berarti ilmiah, dan telah hilang dari kamus para psikolog bersama menghilangnya para instrokpesionis. Dari sebab itu, saya lambat menyadari bahwa apabila klien-klien diberi kesempatan untuk mengungkapkan masalah-masalah mereka dan sikap-sikap mereka dalam istilah-istilah mereka sendiri, tanpa suatu bimbingan atau interpretasi, ternyata mereka cenderung berbicara tentang diri....tampaknya jelas, ..... bahwa diri merupakan suatu unsur penting dalam pengalaman klien, dan aneh karena tujuannya adalah menjadi diri sejatinya.”
Apabila pengalaman-pengalaman yang dilambangkan yang membentuk diri benar-benar mencerminkan pengalaman-pengalaman organisme, maka orang yang bersangkutan disebut berpenyesuaian baik, matang, berfungsi sepenuhnya.
Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian, Sejak awal Rogers mengurusi cara bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, Rogers tidak menekankan aspek struktural kepribadian. Namun demikian, dari 19 rumusannya mengenai hakekat pribadi, diperoleh tiga konstruk yang menjadi dasa penting dalam teorinya yaitu Self, organisme dan medan fenomena.
a) Self.
Konsep pokok dari teori kepribadian Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan self merupakan struktur kepribadian yang sebenarnya. Self atau konsep self adalah konsep menyeluruh yang ajek dan terorganisir tersusun dari persepsi ciri-ciri tentang “I” atau “me” (aku sebagai subyek atau aku sebagai obyek) dan persepsi hubungan “I” atau “me” dengan orang lain dan berbagai aspek kehidupan, berikut nilai-nilai yang terlibat dalam persepsi itu. Konsep self menggambarkan konsepsi orang tentang dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Konsep self juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal.
Carl Rogers mendeskripsikan the self atau self-structure sebagai sebuah konstruk yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. Self ini dibagi 2 yaitu : Real Self dan Ideal Self. Real Self adalah keadaan diri individu saat ini, sementara Ideal Self adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut.
Perhatian Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih kongruen/ sebidang. Artinya ada saat dimana self berada pada keadaan inkongruen, kongruensi self ditentukan oleh kematangan, penyesuaian, dan kesehatan mental, self yang kongruen adalah yang mampu untuk menyamakan antara interpretasi dan persepsi self I dan self me sesuai dengan realitas dan interpretasi self yang lain. Semakin lebar jarak antara keduanya, semakin lebar ketidaksebidangan ini. Semakin besar ketidaksebidangan, maka semakin besar pula penderitaan yang dirasakan Jika tidak mampu maka akan terjadi ingkongruensi atau maladjustment atau neurosis.
b) Organisme.
Pengertian organisme mencakup tiga hal: yaitu mahluk hidup, realitas subyektif, dan holism.
1) Makhluk hidup;
Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadar setiap saat
2) Realitas subyektif;
Organisme menanggapi dunia seperti yang ia amati atau dialaminya. Jadi realita bukan masalah benar atau salah melainkan masalah persepsi yang sifatnya subjekstif.
3) Holisme;
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau
bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri
bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri
c) Medan fenomena
Keseluruhan pengalaman itu, baik yang internal maupun eksternal, disadari maupun tidak disadari dinamakan medan fenomena. Medan fenomena adalah seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
2) Dinamika Kepribadian
Organisme mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Rogers menambahkan suatu ciri baru kepada konsep pertumbuhan ketika Ia mengamati bahwa tendensi gerak maju hanya dapat beroperasi bila pilihan-pilihan dipersepsikan dengan jelas dan dilambangkan dengan baik. Seseorang tidak dapat mengaktualisasikan dirinya kalau ia tidak dapat membedakan antara cara-cara tingkah laku progresif dan regresif. Tidak ada suara hati dari dalam yang akan memberitahu seseorang manakah jalan kemajuan itu, tidak ada keharusan organismik yang akan mendorongnya maju. Orang harus mengetahi sebelum mereka dapat memilih, tetapi bila mereka benar-benar mengetahui maka mereka selalu memilih untuk bertumbuh dan bukan sebaliknya.
Menurut Rogers organisme memiliki satu motivasi utama yaitu kecenderungan untuk aktualisasi diri dan tujuan utama hidup manusia adalah untuk menjadi manusia yang bisa mengaktualisasikan diri, dapat diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap makhluk hidup yang bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya sebaik mungkin. Pada dasarnya manusia memiliki dua kebutuhan utama yaitu kebutuhan untuk penghargaan positif baik dari orang lain maupun dari diri sendiri.
Rogers percaya, manusia memiliki satu motif dasar, yaitu kecenderungan untuk mengaktualisasi diri. Kecendeurngan ini adalah keinginan untuk memenuhi potensi yang dimiliki dan mencapai tahap “human-beingness” yang setinggi-tingginya. Kita ditakdirkan untuk berkembang dengan cara-cara yang berbeda sesuai dengan kepribadian kita. Proses penilaian (valuing process) bawah sadar memandu kita menuju perilaku yang membantu kita mencapai potensi yang kita miliki. Rogers percaya, bahwa manusia pada dasarnya baik hati dan kreatif. Mereka menjadi destruktif hanya jika konsep diri yang buruk atau hambatan-hambatan eksternal mengalahkan proses penilaian.
Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan makin matang dalam bersosialisasi. Rogers menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan itu dipersepsikan.
Lebih lanjut untuk bergerak ke arah mendapatkan tujuannya manusia harus mampu untuk membedakan antara perilaku yang progresif yaitu perilaku yang mengarahkan pada aktualisasi diri dan perilaku yang regresif yaitu perilaku yang menghalangi pada tercapainya aktualisasi diri. Manusia harus memilih dan mampu membedakan mana yang regresif dan mana yang progresif. Pada hakikatnya dorongan utama manusia adalah untuk progresif menuju aktualisasi diri.
3) Perkembangan Kepribadian
Hall dan Lindzey (1978:288) mengemukakan bahwa organisme dan self, meskipun mereka mempunyai tendensi yang erat untuk mengaktualisasikan dirinya masing-masing, merupakan subjek yang dapat dipengaruhi secara kuat oleh lingkungan, terutama oleh lingkungan sosial. Rogers, tidak seperti ahli-ahli teori lainnya yang berlandaskan teori klinis seperti Freud, Sullivan, dan Erikson, karena ia tidak menyediakan susunan waktu yang signifikan mengenai tahapan-tahapan yang dilalui oleh seseorang dari bayi hingga dewasa. Ia lebih fokus terhadap bagaimana orang mengevaluasi orang lain, khususnya pada waktu masa kanak-kanak, biasanya cenderung membuat jarak antara pengalaman organism dan pengalaman diri.
Rogers (Schultz dan Schultz, 1994:306) menyatakan bahwa self berkembang secara keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagian. Berkembangnya self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif, dan penyaringan tingkah laku yang disadari agar tetap sesuai dengan struktur self sehingga dirinya berkembang menjadi pribadi yang berfungsi utuh secara konsisten.
Rogers (Calvin dan Garner, 1993:138), berkata: “apabila individu hanya mengalami penghargaan positif tanpa syarat, maka tidak akan ada syarat-syarat
penghargaan, harga diri akan menjadi tanpa syarat, kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan positif dan harga diri tidak akan berbeda dengan penilaian organismik dan individu akan terus berpenyesuaian baik secara psikologis dan akan berfungsi sepenuhnya”.
penghargaan, harga diri akan menjadi tanpa syarat, kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan positif dan harga diri tidak akan berbeda dengan penilaian organismik dan individu akan terus berpenyesuaian baik secara psikologis dan akan berfungsi sepenuhnya”.
Penilaian-penilaian tingkah laku anak oleh orangtuanya dan orang-orang lain kadang-kadang positif dan kadang-kadang negatif, maka anak belajar membedakan antara perbuatan-perbuatan dan perasaan-perasaan yang berharga (disetujui) dan yang tidak berharga (tidak disetujui). Idealnya, seorang anak harus mendapatkan kasih sayang dan penerimaan yang cukup pada setiap saat dari orang tuanya atau yang sering kali disebut dengan kondisi “unconditional positive regard” yaitu kondisi yang mengimplikasikan bahwa cinta kasih orang tua terutama ibu kepada anak tidak diberikan secara kondisional, tetapi secara bebas dan penuh. Sehingga jika orang tua tidak mencurahkan “positive regard” bahkan menampikan sikap penolakan kepada anak, maka kecenderungan bawaan anak untuk mengaktualisasikan dirinya menjadi terhambat. Menurut Yusuf dan Nurihsan (2007:147) anak akan mempersepsikan penolakan orangtua terhadap tingkah lakunya tersebut sebagai penolakan terhadap perkembangan “self concept”nya yang baru dan apabila hal ini terus terjadi maka anak akan mogok untuk berusaha mengaktualisasikan dirinya. Anak berusaha menjadi apa yang orang lain inginkan, dan tidak berusaha untuk menjadi apa yang sebenarnya diinginkannya. Keadaan ini menghasilkan konsep diri yang tidak selaras dengan pengalaman organismik.
Bagaimana keretakan antara diri dan organisme, serta antara aku dan orang lain dapat disembuhkan? Rogers (Calvin dan Gardner, 1993:141) mengemukakan tiga dalil berikut:
“Dalam kondisi-kondisi tertentu, terutama pada saat ancaman terhadap struktur diri sama sekali tidak ada, pengalaman-pengalaman yang tidak konsisten dengan struktur diri itu mungkin diamati, dan diperiksa, dan struktur diri-nya disesuaikan untuk mengasimilasikan dan memasukkan pengalaman-pengalaman tersebut.”
Dalam “client-centered therapy” orang menemukan dirinya berada dalam situasi yang tidak mengancam karena konselor sepenuhnya menerima apa yang dikatakan klien. Sikap menerima yang hangat pada pihak konselor ini mendorong klien untuk menelitiperasaan-perasaan tak sadarnya dan membuat perasaan-perasaan itu menjadi sadar.para klien dengan pelan-pelan meneliti perasaan-perasaan yang tidak dilambangkan yang mengancam keamanan mereka.
Keuntungan sosial dari menerima dan mengasimilasikan pengalaman-pengalaman yang tidak dilambangkan adalah bahwa orang makin memahami dan menerima orang-orang lain. Ide ini dikemukakan dalam dalil beriku: “Apabila individu mempersepsikan dan menerima segala pengalaman sensorik dan viskeralnya ke dalam satu sistem yang konsisten dan terintegrasi, maka ia pasti lebih memahami orang-orang lain sebagai individu-individu yang berbeda”.
Dalam dalilnya yang terakhir, Rogers (Calvin dan Gardner, 1993:142) menunjukkan bagaimana pentingnya orang tetap selalu meneliti nilai-nilai yang
dimilikinya untuk menjaga penyesuaian diri yang sehat.
dimilikinya untuk menjaga penyesuaian diri yang sehat.
“Apabila individu mempersepsikan dan menerima lebih banyak lagi pengalaman-pengalaman organiknya ke dalam struktur dirinya, maka ia akan menentukan bahwa dirinya tengah mengganti sistem nilainya sekarang yang sebagian besar didasarkan pada intropeksi-introyeksi yang dialambangkan secara menyimpang-lewat proses penilaian yang berlangsung secara terus-menerus.”
Keadaan tersebut juga disebut juga dengan kondisi “positive self regard”. Kondisi ini akan menjadi sekuat kebutuhan seseorang akan “positive regard” dari orang lain yang mungkin dapat dipuaskan dalam cara yang sama. Tekanannya terletak pada dua kata, yakni sistem dan proses.
Sistem menunjukkan sesuatu yang tetap dan statik, sedangkan proses menunjukkan bahwa sesuatu tengah berlangsung. Demi penyesuaian diri yang sehat dan terintegrasi, orang harus selalu memeriksa pengalaman-pengalaman tersebut untuk mengetahui apakah pengalaman-pengalaman tersebut membutuhkan perubahan dalam struktur nilai.
Rogers tidak memfokuskan diri untuk mempelajari “tahap” pertumbuhan dan perkembangan kepribadian, namun ia lebih tertarik untuk meneliti dengan cara yang lain yaitu dengan cara bagaimana evaluasi dapat menuntun untuk membedakan antara pengalaman dan apa yang orang persepsikan tentang pengalaman itu sendiri.
Contoh
“seorang gadis kecil yang memiliki konsep diri bahwa ia seorang gadis yang baik, sangat dicintai oleh orangtuanya, ia terpesona dengan kereta api kemudian mengungkapkan pada orang tuanya bahwa kelak ia ingin menjadi insinyur mesin sehingga dapat menjadi kepala stasiun kereta api. Orang tua gadis tersebut sangat tradisional, bahkan tidak mengijikan anaknya untuk memilih pekerjaan yang dianggapnya suatu pekerjaan yang hanya diperutukan bagi laki-laki.
Hasilnya gadis kecil itu mengubah konsep dirinya. Ia memutuskan bahwa dia adalah gadis yang “tidak baik” karena tidak mau menuruti keinginan orang tuanya.
Dia berfikir bahwa orang tuanya tidak menyukainya atau mungkin dia memutuskan bahwa dia tidak tertarik pada pekerjaan itu selamanya.”
Beberapa pilihan sebelumnya akan mengubah realitas seorang anak karena ia tidak buruk dan orangtuanya sangat menyukai dia dan dia ingin menjadi insinyur. Self image dia akan keluar dari tahapan pengalaman aktualnya. Rogers berkata jika gadis tersebut menyangkal nilai-nilai kebenarannya dengan membuat pilihan yang ketiga – menyerah dari ketertarikannya – dan jika ia meneruskan sesuatu sebagai nilai yang di tolak oleh orang lain, ia akan berakhir
dengan melawan dirinya sendiri. Ia akan merasa seolah-olah dirinya tidak mengetahui dengan jelas siapa dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan, maka ia akan cenderung berkepribadian keras, serta tidak nyaman Jika penolakan menjadi style, dan orang tidak menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka kecemasan dan ancaman muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian itu. Sedikit saja seseorang menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman organismik dengan konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran telah membuatnya merasakan kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri yang sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang berada dalam perasaan tegang yang tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat.
dengan melawan dirinya sendiri. Ia akan merasa seolah-olah dirinya tidak mengetahui dengan jelas siapa dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan, maka ia akan cenderung berkepribadian keras, serta tidak nyaman Jika penolakan menjadi style, dan orang tidak menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka kecemasan dan ancaman muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian itu. Sedikit saja seseorang menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman organismik dengan konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran telah membuatnya merasakan kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri yang sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang berada dalam perasaan tegang yang tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat.
Bila seseorang, antara “self concept”nya dengan organisme mengalami keterpaduan, maka hubungan itu disebut kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya maka disebut Inkongruen (tidak cocok) yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit mental, seperti merasa terancam, cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri orang yang mengalami sehat secara psikologis (kongruen), dalam Syamsu dan Juntika (2010:145) disebutkan sebagai berikut :
- Seseorang mampu mempersepsi dirinya, orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara objektif
- Terbuka terhadap semua pengalaman, karena tidak mengancam konsep dirinya
- Mampu menggunakan semua pengalaman
- Mampu mengembangkan diri ke arah aktualisasi diri (fully functioning person).
Orang yang telah mencapai fully functioning person di atas memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Memiliki kesadaran akan semua pengalaman. Bersikap terbuka terhadap perasaan positif (keteguhan dan kelembutan hati) maupun negative (rasa takut dan sakit).
- Mengalami kehidupan secara penuh dan pantas setiap saat.
- Memiliki rasa percaya diri atau memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri berdasarkan pengalaman yang pernah di alaminya.
- Memiliki perasaan bebas untuk memilih tanpa hambatan apapun
- Berpikir kreatif dan mampu menjalani kehidupan secara konstruktif dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya.
- Setiap individu berada dalam perubahan dunia pengalaman yang terus berubah, dan dia sebagai pusat.
- Organisme mereaksi medan pengalamannya sebagaimana medan itu dialami dan dipersepsikannya.
- Organisme mereaksi medan fenomena sebagai keseluruhan yang terorganisasi.
- Organisme memiliki satu motif dasar yaitu mengaktualisasikan, memelihara dan mengembangkan dirinya.
- Tingkah laku merupakan usaha individu untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.
- Emosi menyertai dan memfasilitasi pencapaian tujuan tingkah laku.
- Cara terbaik memahami tingkah laku adalah melalui kerangka berfikir individu itu sendiri
- Sebagian medan persepsi, berangsur-angsur terdeferensiasi menjadi self.
- Pengalaman bersama orang lain membantu berkembangnya “self”
- Nilai-nilai terikat dengan pengalaman baik dari dalam diri ataupun yang diambil dari orang lain.
- Pengalaman yan terjadi dalam diri individu mungkin : disadari, dipersepsi, dan diorganisasikan ke dalam self; diabaikan karena di persepsi tidak berhubungan dengan struktur self; dan ditolak karena tidak sesuai dengan struktur self.
- Self memelihara tingkah laku yang konsisten dengan gambaran yang dimilikinya.
- Tingkah laku dalam hal tertentu disebabkan oleh pengalaman atau kebutuhan organisme yang tidak dilambangkan seperti “saya terpaksa melakukannya”
- Kepribadian tidak mampu mengaktualisasikan dirinya jika pengalamannya tidak serasi dengan dirinya yang nyata.
- Penyesuaian psikologis terjadi bila semua pengalaman diasimilasikan pada taraf lambang sadar ke dalam hubungan yang serasi dengan konsep diri.
- Pengalaman-pengalaman yang mengancam kepribadian seringkali membuat kepribadian menjadi kaku.
- Perubahan dalam kepribadian terjadi ketika kepribadian dapat menerima segi baru dalam dirinya.
- Apabila individu dapat mengembangkan konsep diri yang serasi, maka dia akan dapat mengembangkan hubungan interpersonalnya yang baik dengan orang lain.
- Nilai-nilai, sikap atau persepsi yang lalu yang tidak tepat perlu diubah agar dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sehat.
Personality Dynamics
Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan makin tersosialisasikan. Rogers menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan itu dipersepsikan.
The Development of Personality
Rogers tidak mengemukakan tahapan (stages) dalam teori perkembangan kepribadian. Ia lebih tertarik kepada cara orang lain mengevaluasi kita sehingga dapat membedakan antara apa yang telah kita alami dan bagaimana cara kita memandang hal itu. Jadi seseorang dapat memperoleh nilai-nilai diri yang negatif dan positif bukan semata-mata dari kegagalannya dalam meningkatkan organismenya melainkan dari penilaian orang lain terhadap dirinya. Jika seseorang tidak menerima kasih sayang dan penerimaan atau bahkan menerima sikap penolakan dari orang lain, maka kecenderungan anak tersebut untuk melakukan aktualisasi diri akan menjadi terhambat. Hal tersebut pada akhirnya akan menciptakan adanya kesenjangan antara organisme dan pengalaman pribadi yang nantinya akan berakibat tidak hanya menyakiti orang yang bersangkutan melainkan juga mengganggu hubungannya dengan orang-orang di sekelilingnya. Itu dikarenakan kesinambungan antara organisme dan pengalaman pribadilah yang menentukan kematangan, penyesuaian, dan kesehatan mental. Kesinambungan tersebut memerlukan tinjauan dan revisi dari orang lain yang terus menerus sehingga dapat membuat orang-orang lebih mengerti dan mempunyai toleransi terhadap orang lainnya.
Syarat lain untuk menghindari adanya perpecahan antara pribadi dan orang lain adalah bukan dengan mengganti sistem nilai yang ada melainkan melanjutkan proses penilaian tersebut. Bagi Rogers, sistem adalah sesuatu yang bersifat tetap dan statis sedangkan proses adalah sesuatu yang mengambil alih.
Nilai-nilai yang sudah pasti akan mempunyai kecenderungan untuk mencegah seseorang untuk bereaksi efektif dan merespon secara terbuka terhadap pengalaman baru. Untuk menyesuaikan diri dengan tepat terhadap perubahan kondisi kehidupan, orang harus bersifat lebih fleksibel dan harus terus melakukan tinjauan dan evaluasi terhadap pengalaman mereka.
Status Sekarang dan Evaluasi
Client centered therapy
Merupakan suatu metode perawatan yang mantap dan telah digunakan dimana-mana. Teori Roger telah mendorong penelitian tentang pribadi, namun tidak semua penemuan empiris mendukung teori Rogers, dan tidak semuan hasil penelitian tentang diri bisa dikaitkan dengan Rogers. Semboyannya bahwa “titik tolak yang paling menguntungkan untuk memahami tingkah laku adalah kerangka acuan internal dari individu itu sendiri”. Bukan rahasia lagi bahwa kemajuan seseorang di lingkungan universitas dan prestise profesionalnya sebagian besar ditentukan oleh produktivitass penelitiannya dan kegiatan-kegiatan penelitian dari para mahasiswanya. Di samping itu para psikolog akademik harus menghadapi penelitian kritis dari teman-teman sejawatnya. Kritik utama yang dikemukakan oleh banyak psikolog terhadap teori Rogers adalah bahwa teorinya berpangkal pada suatu fenomenologi yang naif.
Berdasarkan pembahasan mengenai teori Holism dan Humanis, menurut Maslow dan Rogers dapat ditarik kesimpulan dan implikasi sebagai berikut:
- Holism memandang individu adalah kesatuan yang terpadu, terorganisasi, manusia tidak dapat menjadi bagian-bagian.
- Maslow melihat manusia secara totalitas, hal itu dikarenakan keunikan manusia yang mampu mengembangkan diri secara penuh, sehat, baik, normal, menuju kepengembangan potensi secara maksimal serta sesuai dengan kodratnya.
- Maslow mengemukakan teori tentang motivasi manusia yang membedakan antara kebutuhan dasar (basic needs) dan meta kebutuhan (metaneeds).
- Maslow mengubah konsep psikologi yang pesimistik, negatif, dan terbatas, yang hanya memikirkan kelemahan manusia daripada kekuatan-kekuatannya.
- Teori organismik pada pokoknya berkata bahwa segala sesuatu berhubungan dengan keseluruhan, maka pemahaman yang benar terjadi karena penempatan yang tepat suatu gejala dalam konteks seluruh sistem.
- Client centered tehrapy bercirikan apabila para klien mempersepsikan bahwa ahli terapi memilki “unconditional positive regard” (penghargaan positif tanpa syarat) terhadap mereka dan suatu pemahaman empatik terhadap kerangka acuan internal (internal frame of refence) mereka, maka proses perubahan mulai bergerak. Apabila keselarasan yang bulat tercapai, maka klien akan menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya.
- Toeri Rogers membagi dua konstruk yang menjadi pijakan bagi seluruh teorinya, kedua konstruk tersebut adalah organisme dan diri (self).
- Apabila individu hanya mengalami penghargaan positif, maka tidak akan ada syarat-syarat penghargaan, harga diri akan menjadi tanpa syarat, kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan positif dan harga diri tidak akan berbeda dengan penilaian organismik dan individu akan terus berpenyesuaian baik secara psikologis dan akan berfungsi sepenuhnya.
- Rogers dalam penelitiannya banyak menggunakan metode, diantaranya adalah pendekatan kualitatif, analisis isi, skala penilaian, Q-Technique, Eksperimental, dan pendekatan empiris lain.
- Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidkan sangat penting. Dalam proses belajar mengajar misanya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak-anak tidak dapat tenang dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut maslow, guru tidak bias menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang cukup, pada malam harinya tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi/keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.
- Gagasan Carl Rogers sangat berpengaruh terhadap pikiran dan praktik psikologi di semua bidang, baik klinis, pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, tentang prinsip-prinsip belajar humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, belajar untuk perubahan.
References
Alwisol. (2006). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
Boeree, C. George. (2009). Personality Theories. Yogyakarta: Prismasophie.
Corey, Gerald. (2009). Konseling dan Psikoterapi. Aditama:Bandung.
Feist, Jess & Feist J. Gregory (2006). Theories of Personality. New York: Pustaka Belajar: Penerjemah: Yudi Santoso.
Hamdi, M. (2016) Teori Kepribadian sebuah pengantar. Bandung. Alfabeta