Sejarah Singkat
Ludwig Biswanger lahir di Kreuzlingen, Swiss , 13 April 1881, dan
meninggal 5 Februari 1996. Ia berasal dari sebuah keluarga yang memiliki
tradisi
kedokteran dan psikiatri kuat. Kakeknya yang nama kecilnya juga
Ludwig adalah pendiri Belleuve Sanatorium di Kruezlingen pada tahun
1857. Sementara ayahnya
Robert menjabat sebagai direntur Sanatorium tersebut. Ia meraih
gelar sarjana kedokteran dari University Zurich pada tahun 1907. Ia
belajar di bawah
bimbingan Carl Jung dan pernah menjadi asisten Jung dalam Freudian
Society. Binswanger adalah terapis pertama yang menekankan sifat dasar
eksistensial dari
tipe krisis yang dialami pasien dalam pengalaman terapi.
Binswanger pada dasarnya berjuang untuk menemukan arti dalam
penyakit gila dengan mnerjemahkan pengalaman para pasien kedalam teori
psikoanalisis. Setelah
membaca pendekatan filsafat Heidegger “Being in time” (1962),
Binswanger menjadi lebih eksistensial dan fenomenologis dalam
pendekatannya kepada para
pasien. Pada tahun 1956, Binswanger berhenti menjadi direktur
Sanatorium setelah menduduki posisi tersebut selama 45 tahun. Dia terus
melakukan studi dan
menulis sampai meninggal pada tahun 1966.
MEDARD BOSS
Sejarah singkat
Medard Boss
lahir di St. Gallen, Swiss pada tanggal 4 Oktober 1903. kemudian
menghabiskan masa mudanya di Zurich pusat aktivitas psikologi saat itu.
Dia menerima gelar
kedokteran University of Zurich pada tahun 1928. kemudian
melanjutkan studi ke Paris dan Wina serta membiarkan dirinya dianalisis
oleh Sigmund Freud. Mulai
tahun 1928, dia bergabung dengan Carl Jung yang menunjukkan pada
Boss kemungkinan lepasnya psikoloanalisis dari interpretasi Freudian.
Dalam masa-masa itu, Boss membaca karya-karya Ludwig Binswanger dan
Martin Heidegger. Pertemuannya dengan Heidegger pada tahun 1964 yang
kemudian berlanjut
dengan persahabatannyalah yang membawanya kepada psikologi
eksistensial. Pengaruh dalam eksistensial sangat besar sehingga sering
disejajarkan dengan
Binswanger. Medard Boss meninggal pada tanggal 21 Desember 1990 pada
usia 87 tahun.
1) Prinsip Eksistensi
Menurut Ludwig Binswanger Psikologi Eksistensial tidak memiliki
pendiri aliran tunggal. Akan tetapi, Psikologi Eksistensial memiliki
akar pada hasil kerja
beraneka ragam kelompok filsuf dari paruh kedua abad XIX. Psikologi
Eksistensial atau sekarang berkembang dengan nama psikologi Humanistik
atau psikologi
holistic berawal dari kajian filsafat yang diawali dari Sorean
Kierkigard tentang eksistensi manusia. Sebelum psikologi modern membuka
dirinya pada
pemikiran (school of thought) berbasis emosi dan spiritual
yang transenden, psikologi terlebih dahulu dipengaruhi oleh ide-ide
humanistik.
Psikologi humanistik berpusat pada diri, holistik, terobsesi pada
aktualisasi diri, serta mengajarkan optimisme mengenai kekuatan manusia
untuk mengubah
diri mereka sendiri dan masyarakat. Terdapat gerakkan
eksistensialisme pada abad 19 yang dikemukakan oleh seorang filsuf
bernama Soren Kierkegaard. Dalil
utama dari eksistensialisme adalah keberadaan (existence) individual manusia yang dialami secara subjektif.
Istilah eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere, yang
secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke luar. Dengan istilah ini
hendak
dikatakan oleh para eksistensialis bahwa eksistensi manusia
seharusnya dipahami bukan sebagai kumpulan substansi-substansi,
mekanisme-mekanisme, atau
pola-pola statis, melainkan sebagai “gerak” atau “menjadi”, sebagai
sesuatu yang “mengada”.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang berusaha memahami
kondisi manusia sebagaimana memanifestasikan dirinya di dalam
situasi-situasi kongkret.
Kondisi manusia yang dimaksud bukanlah hanya berupa ciri-ciri
fisiknya (misalnya tubuh dan tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh
momen yang hadir pada
saat itu (misalnya perasaan senangnya, kecemasannya, kegelapannya,
dan lainnya). Manusia eksistensial lebih sekedar manusia alam (suatu
organisme/alam,
objek) seperti pandangan behaviorisme, akan tetapi manusia sebagai
“subjek” serta manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh,
yakni sebagai
kesatuan individu dan dunianya. Manusia tidak dapat dipisahkan
sebagai manusia individu yang hidup sendiri tetapi merupakan satu
kesatuan dengan lingkungan
dan habitatnya secara keseluruhan. Manusia (individu) tidak
mempunyai eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak
mungkin ada tanpa ada
individu yang memaknakannya. Individu dan dunia saling menciptakan atau
mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan saling menciptakan (co-constitutionality),
karena manusia dengan dunianya memang tidak bisa dipisahkan satu dari
yang lainnya. Tidak ada dunia tanpa ada individu,
dan tidak ada individu tanpa ada dunia. Individu selalu kontekstual,
oleh karena sebab itu tidak mungkin bisa memahami manusia tanpa
memahami dunia tempat
eksistensi manusia tersebut, melalui dunianyalah maka makna
eksistensi tampak bagi dirinya dan orang lain. Sebaliknya individu
memberi makna pada dunianya,
tanpa diberi makna oleh individu maka dunia tidak ada sebagai dunia.
Selanjutnya rancangan dunia adalah istilah Binswanger untuk menyebut
pola yang meliputi cara ada di dunia seorang individu. Rancangan dunia
seseorang
menentukan cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap situasi-situasi
khusus serta ciri sifat dan simptom seperti apa yang akan
dikembangkannya. Batas-batas
dari rancangan tersebut mungkin sempit, dan mengerut atau mungkin
lebar dan meluas. Binswanger mengamati bahwa jika rancangan dunia
dikuasai oleh sejumlah
kecil kategori, maka ancamannya akan lebih cepat dialami
dibandingkan bila rancangan dunia terdiri dari bermacam-macam kategori.
Lebih lanjut dikatakan
pada umumnya, orang memiliki lebih dari satu rancangan dunia.
Sementara itu Boss tidak berbicara tentang cara-cara ada di dunia
dengan arti sama seperti yang dikemukakan oleh Binswanger. Boss lebih
membicarakan
mengenai sifat-sifat yang melekat pada eksistensi manusia, selain
itu hal lain yang dibicarakan oleh Boss adalah spasialitas eksistensi
(keterbukaan dan
kejelasan merupakan spasialitas (tidak diartikan dalam jarak) yang
sejati dalam dunia manusia), temporalitas eksistensi (waktu (bukan jam)
yang
digunakan/dihabiskan manusia untuk….), badan (ruang lingkup badaniah
dalam pemenuhan eksistensi manusia), eksistensi dalam manusia milik
bersama (manusia
selalu berkoeksistensi atau tinggal bersama orang lain dalam dunia yang sama), dan suasana hati atau penyesuaian (apa yang diamati dan direspon
seseorang tergantung pada suasana hati saat itu).
2) Struktur Eksistensi
a) Ada-di-Dunia (Dasein)
Merupakan dasar fundamental dalam psikologi eksistensial. Seluruh
struktur eksistensi manusia didasarkan pada konsep ini. Ada-di-dunia
(Dasein) adalah
keseluruhan eksistensi manusia, bukan merupakan milik atau sifat
seseorang. Sifat dasar dari Dasein adalah keterbukaannya dalam
menerima dan
memberikan respon terhadap apa yang ada dalam kehadirannya. Manusia
tidak memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan dunia tidak memiliki
eksistensi
terlepas dari manusia. Dunia dimana manusia memiliki eksistensi
meliputi 3 wilayah, yaitu:
(1). Umweit (dunia biologis, “lingkungan”)
Dunia objek disekitar kita, dunia natural. Yang termasuk dalam
umwelt diantaranya kebutuhan-kebutuhan biologis, dorongan-dorongan,
naluri-naluri, yakni
dunia yang akan terus ada, tempat dimana kita harus menyesuaikan
diri. Akan tetapi umwelt tidak diartikan sebagai “dorongan-dorongan” semata
melainkan dihubungkan dengan kesadaran-diri manusia.
(2). Mitweit (“dunia bersama”)
Dunia perhubungan antar manusia dengan manusia yang lain. Didalamnya
terdapat perhubungan antar berupa interaksi manusiawi yang mengandung
makna. Dalam
perhubungan tersebut terdapat perasaan-perasaan seperti cinta dan
benci yang tidak pernah bisa dipahami hanya sebagai sesuatu yang
bersifat biologis
semata.
(3). Eigenwelt (“dunia milik sendiri”)
Adalah kesadaran diri, perhubungan diri dan secara khas hadir dalam diri manusia.
b) Ada-melampaui-Dunia (kemungkinan-kemungkinan dalam manusia)
Analisis eksistensial mendekati eksistensi manusia dengan tidak
memakai pandangan lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki
dunia, ingin melampaui
dunia. Akan tetapi, Binswanger tidak mengartikan ada-melampaui-dunia
sebagai dunia lain melainkan mau mengungkapkan begitu banyak
kemungkinan yang dimiliki
manusia untuk mengatasi dunia yang disinggahinya dan memasuki dunia
baru. Istilah melampaui/ mengatasi dunianya dikenal juga dengan
transendensi yang
merupakan karakteristik khas dari eksistensi manusia serta merupakan
landasan bagi kebebasan manusia, karena hanya dengan mengaktualisasikan
kemungkinan-kemungkinan tersebut ia dapat menjalani kehidupan yang
otentik, apabila ia menyangkal atau membatasi kemungkinan-kemungkianan
yang penuh dari
eksistensinya atau membiarkan dirinya dikuasai oleh orang-oarang
lain atau oleh lingkungannya, maka manusia itu hidup dalam suatu
eksistensi yang tidak
otentik. Manusia bebas memilih salah satu dari keduanya.
Manusia dapat hidup dengan bebas, akan tetapi bukan berarti tanpa
adanya batas-batas. Salah satu batasannya adalah dasar eksistensi kemana
orang-orang
“dilemparkan”. Kondisi “keterlemparan” ini, yakni cara manusia
menemukan dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya, yang merupakan
nasibnya. Manusia harus
hidup sampai nasibnya berakhir untuk mencapai kehidupan yang
otentik. Keterlemparan juga diartikan sebagai keadaan diperdaya oleh
dunia, dengan akibat
orang-orang menjadi terasing dari dirinya sendiri.
3) Penjelasan Mengenai Evolusi Eksistensi Manusia
Sebagaimana tercermin dalam tulisan Binswanger dan Boss, psikologi eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas
yang berasal dari
ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi. Tidak ada hubungan sebab
akibat dalam eksistensial manusia, hanya ada rangkaian urutan tingkah
laku tetapi
tidak bisa menurunkan kausalitas dari rangkaian tersebut. Sesuatu
yang terjadi pada seorang anak-anak bukan penyebab dari tingkah lakunya
kemudian sebagai
seorang dewasa. Peristiwa yang terjadi mungkin memiliki makna
eksistensi yang sama akan tetapi tidak berarti peristiwa A menyebabkan
peristiwa B. Psikologi
eksistensial mengganti konsep kausalitas dengan konsep motivasi.
Penjelasan mengenai perbedaan antara sebab dan motif, Boss
mencontohkan dengan jendela yang tertutup oleh angin dan manusia. Angin
menyebabkan jendela
tertutup, tetapi manusia termotif untuk menutup jendela karena ia
tahu bahwa jika jendela terbuka maka air hujan akan masuk. Karena
prinsip kausalitas
kurang relevan dengan tingkah laku manusia dan sebaliknya motivasi
dan pemahaman merupakan prinsip-prinsip operatif dalam analisis
eksistensial tingkah
laku. (Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993).
4) Pilihan Dalam Hidup, Kesalahan, Dan Rasa Takut
Sering muncul pertanyaan seperti ini, mengapa setiap orang diberikan
kebebasan untuk memilih? Apakah mereka sering menderita kecemasan,
depresi, dan
macam-macam gangguan kejiwaan lainnya? Ada dua alasan mengapa orang
menderita ketidakbahagiaan, kebosanan, keterasingan, dan penderitaan
emosional.
Pertama
,
kebebebasan untuk memilih segala sesuatu ternyata tidak menjamin
bahwa seseorang akan membuat pilihan yang bijak. Kita dapat memilih
untuk hidup alami apa
adanya (otentik) atau dalam keadaan yang serba direkayasa (tidak
otentik); masing-masing orang bebas membuat pilihan, namun akan ada
konsekuensi yang
sangat berbeda.
Kedua
, manusia tidak pernah dapat mengungkapkan rasa bersalah mereka
dengan cara yang sebenarnya, terutama mengenai kegagalan mereka untuk
memenuhi semua
kemungkinan yang bisa diraih dalam hidup mereka.
5) “Menjadi” : Perkembangan / Dinamika Eksistensi
Konsep eksistensial perkembangan yang paling penting adalah konsep tentang “menjadi”.
Eksistensi tidak pernah statis, tetapi
selalu berada dalam proses menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri
sendiri. Tujuannya adalah untuk menjadi manusia sepenuhnya, yakni
memenuhi semua
kemungkinan Dasein. Manakala bila yang satu tumbuh dan berkembang maka yang lainnya juga
harus tumbuh dan berkembang. Begitu pula sebaliknya apabila yang satu
terhambat maka
yang lainnya juga terhambat. Bahwa kehidupan berakhir dengan
kematian sudah merupakan fakta yang diketahui oleh setiap orang.
Psikologi eksistensial tidak
mengkonsepsikan tingkah laku sebagai akibat dari perangsang dari
luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam manusia. Seorang individu
bukanlah mangsa
lingkungan dan juga bukanlah makhluk yang terdiri dari
insting-insting, kebutuhan-kebutuhan, dan dorongan-dorongan. Akan tetapi
ia memiliki kebebasan untuk
memilih dan hanya ia sendiri yang bertanggung jawab terhadap
eksistensinya. Apa saja yang dilakukannya adalah pilihannya sendiri,
orang tersebut sendirilah
yang menentukan akan menjadi apa dia dan apa yang akan dilakukannya.
6) Summary / Ringkasan
- Psikologi eksistensial pada hakikatnya mengikuti jejak aliran filsafat eksistensialisme dan fenomenologi yang mempelajari tentang eksistensi manusia melalui analisis fenomenologis
- Ludwig Binswanger dan Medard Boss, arsitek utama psikologi kepribadian eksistensial modern, teori-teorinya sangat dipengaruhi oleh filsuf Martin Heidegger.
- Psikologi eksistensial merupakan bentuk pemberontakan terhadap determinisme ilmiah, menolak kausalitas, dualisme pikiran-tubuh, dan konsep bawah sadar. Psikologi eksistensial juga menghindari teori yang memanipulasi dan mengontrol manusia untuk tujuan ilmiah.
- Psikologi eksistensial sangat menekankan pada kebebasan manusia untuk memilih.
- Dasein atau ada-di-dunia merupakan totalitas / keseluruhan dari eksistensi seseorang. Hal ini bisa dipahami dengan mempelajari fenomena dari pengalaman langsung.
- Modus seseorang ada-di-dunia dinyatakan dalam tiga wilayah dunia; yaitu Umwelt atau lingkungan fisik; Mitwelt atau lingkungan manusia, dan Eigenwelt atau dunia milik sendiri.
- Modus ada-di-dunia termasuk didalamnya bentuk jamak, ganda, dan mode tunggal serta cara / modus anonimitas.
- Keberadaan manusia ditandai dengan eksistensial tertentu, yang paling penting adalah spasialitas, temporalitas, keberadaan di dunia bersama, suasana hati, rasa bersalah, dan kematian.
- Rancangan Dunia mencakup semua modus seseorang berada di dunia. Ini mencakup reaksi orang tersebut dan jenis-jenis sifat kepribadian yang akan ia kembangkan. Rancangan dunia seseorang dapat luas dan beragam, atau mungkin menjadi sempit dan terbatas.
- Seseorang dapat mencapai keaslian (otentik) dengan cara menyadari segala kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan eksistensinya.
- Meskipun manusia memiliki kebebasan memilih, akan tetapi bukan berarti tanpa adanya batas-batas. Salah satu batas adalah dasar eksistensi kemana orang-orang “dilemparkan”. Kondisi “keterlemparan” ini menggiring pada ketidakaslian / tidak otentik dan rasa bersalah.
- Manusia menghubungkan masa lalu dan masa depan untuk disajikan pada masa sekarang / saat ini ke dalam dimensi waktu ada-di-dunia mereka. Dunia mereka menampilkan karakteristik yang berbeda sebagaimana suasana hati yang berbeda, seperti misalnya suasana hati ketika merasa lapar atau kelelahan, menjadi dominan.
- Ketidakbahagiaan dan penderitaan yang disebabkan oleh pilihan yang tidak bijaksana dan rasa bersalah yang terus-menerus, bisa mengakibatkan kegagalan yang tak terhindarkan.
- Rasa takut menjadi bukan siapa-siapa juga merupakan keadaan tak terhindarkan yang akan selalu menyertai eksistensi manusia.
- Eksistensi selalu berada dalam proses “menjadi”. Tujuan seseorang adalah untuk menjadi manusia yang sempurna / otentik. Penolakan terhadap konsep “menjadi” akan mengarahkan pada gangguan kejiwaan neurosis dan psikosis.
- Validitas intrasubjektif bergantung pada konsistensi antara pengamatan penyidik sebagaimana yang biasa dianalisa oleh penyidik untuk menetapkan validitas analisis fenomenologis. Validitas intersubjektif membandingkan hasil pengamatan beberapa peneliti yang telah terlatih dalam memvalidasi analisis tersebut.
- Antara mimpi dan kehidupan nyata sering berbagi modus eksistensi yang sama. Namun, “mimpi” dapat mengungkapkan materi yang tidak jelas dirasakan dalam kehidupan nyata, dan Dasein dapat mengungkapkan materi yang tidak muncul dalam mimpi.
- Mimpi tidak bersifat simbolis; fenomena mimpi tidak menutupi isi psikis melainkan mengungkapkannya.
- Psikologi eksistensial telah dikritik:
- Karena bersikeras mengatakan bahwa orang bebas untuk menjadi apa yang mereka inginkan.
- Karena terlalu dekat dengan filsafat dan kurang ilmiah
- Karena menolak doktrin evolusi dan bersikeras bahwa manusia adalah unik
- Karena tampak menyuntikkan paham-paham agama dan etika yang tidak pantas ke dalam psikologi.
KAJIAN LANJUT
Alwisol. (2006). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
Boeree,
C. George. (2009). Personality Theories.
Yogyakarta: Prismasophie.
Corey, Gerald. (2009). Konseling dan
Psikoterapi. Aditama:Bandung.
Feist, Jess & Feist J. Gregory (2006). Theories of Personality. New York:
Pustaka Belajar: Penerjemah: Yudi Santoso.
Hall,
Calvin S. & Lindzey, Gardner. (1985). Introduction
to Theorities of Personality. New York: John Wiley & Sons.
Hansen,
James C. (1986) Counseling : Theory and
Process. New York: Allyn and Bacon, Inc
Schultz, Duane. 1981. Theories of Personality. California:
Brooks/Cole Publishing Company.
Sujanto,
Agus, dkk. (2009). Psikologi Kepribadian.
Jakarta: Bumi Aksara.
Suryabrata, Sumadi. (2003). Psikologi
Kepribadian. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Yusuf Syamsu & Nurihsan Juntika. (2010). Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.