Cerita al-quran tentang cinta manusia kepada Allah Swt

Seperti apakah cinta yang dimaksudkan oleh tuan guru Dr Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, kami sangat menyarankan biarkanlah hati anda tenang, nyaman dan tanpa beban sebelum anda lebih jauh membaca. Cinta di sini bukan untuk didefenisikan, justru ketika anda katakan bahwa anda faham itu berati anda gagal memahaminya, karenanya bacalah dengan hati anda, renungi dan rasakan.

Yang dimaksud dengan cinta yang tumbuh kepada Allah Swt. Bersamaan dengan ketaatan, zikrullah, dan merasa diawasi oleh Allah Swt. Diantara ayat yang menceritakan adanya cinta dari manusia kepada Allah Swt adalah firman-Nya:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادٗا يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَـدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ وَلَوۡ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓاْ إِذۡ يَرَوۡنَ ٱلۡعَذَابَ أَنَّ ٱلۡقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعٗا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَـدِيدُ ٱلۡعَذَابِ ١٦٥
Artinya: “Dan diantara manusia ada orang yang menyembah Tuhan selain Allah sebagai tandingan; yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat azab (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya miliki Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal),” (QS Al-Baqarah [2]: 165)
Kemudian, firman Allah Swt

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١
Artinya: "katakanlah (Muhammad),’Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang,” (QS Ali-Imran [3]: 31)
Juga firman Allah Swt

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآئِمٖۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ ٥٤
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman! Barang siapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui,” (QS Al-Mai`idah [5]: 54)

Namun, apa yang dimaksud dengan cinta manusia kepada Allah Swt? Lalu bagaimana manusia bisa mencintai Rabb-Nya? Sebagian manusia berpendapat bahwa cinta dalam arti yang sebenarnya hanya terjadi antara dua manusia yang berlainan jenis. Manusia hanya bisa mencintai jenis manusia atau mencintai sesuatu yang bisa dilihat oleh indra dan dinikmati oleh manusia, seperti kagum terhadap sesuatu yang ia lihat, suara yang ia dengar, atau bau-bauan yang tercium di hidungnya Karena hubungan antara orang yang mencintai dan yang dicintai dibangun dengan pandanga mata, pendengaran, ataupun penciuman. Perlu diketahui juga bahwa Allah Swt. Tidak dapat dirasakan oleh salah satu indra manusa. Oleh Karena itu, cinta manusia kepada Allah Swt dalam pemahaman di atas jelas salah kaprah.

Analogi seperti inilah yang diperlukan sebagian orang dalam memahami cinta kepada Allah Swt sebagaimana yang disebutka dalam Al-quran maupun Sunnah Rasulullah Saw., yaitu dengan arti mengikuti semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Saya katakan bahwa mengeluarkan kata cinta dari makna yang sebenarnya, menafsirkannya dengan arti taat, dan mengikuti sunnag Rasul membuat orang-orang munafik berada di garis terdepan diantara orang-orang yang mencintai Allah Swt dan Rasul-Nya. Seolah olah mereka taat kepada Allah Swt dengan mengikuti perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Bahkan, mungkin mereka berlebihan dalam hal ini sebab mereka menjadikan ketaatan itu sebagai kedok untuk menutup nutupi kekufuran mereka.

Banyak orang yang taat kepada Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya lantara mereka takut akan siksa-Nya. Kalau saja mereka mengetahui bahwa Allah Swt akan mengampuni dosa-dosa mereka pada Hari Kiamat nanti, tentu mereka tidak akan memaksakan diri untuk mengikuti perintah dan mejauhi larangan-Nya. Jadi, ketaatan semacam ini bukan cerminan rasa cinta sesungguhnya kepada Allah Swt.

Dengan demikian mengartikan cinta manusia kepada Rabb dengan arti ketaatan tak lebih hanyalah sebuah alasan yang dicari-cari atau mengharuskan sesuatu yang sesungguhnya tidak harus sebab cinta manusia kepada Rabb mengharuskan adanya ketaatan terhadap-Nya bukan sebaliknya, orang yang taat kepada Rabb tidak berati ia mencinta-Nya. Jadi, antara taat kepada Allah Swt dan mencintai -Nya adalah hubungan ladaz yang umum dengan dengan yang khusus.

Kami nyatakan pendapat yang mengatakan bahwa jendela cinta hanya indera yang lima itu tidak benar sebab mata hati yang ada dalam jiwa seseorang lebih kuat penglihatannya daripada mata lahir. Hati lebih detail pengetahuannya dibandingkan pengetahuan mata, telinga dan hidung. Dengan demikian, keindahan nilai yang diketahui oleh akal lebih banyak berpengaruh kepada manusia dibandingkan keindahan fisik yang tampak di mata dan keindahan suara yang didengar telinga. Artinya, keindahan cinta seorang hamba kepada Tuhannya sebenarnya melebihi keindahan yang sekedar dirasakan oleh indra.

Banyak orang yang ingin bertemu dengan orang-orang besar dan terkenal. Mereka mendengar tentang idola mereka itu tanpa pernah melihat, apalagi bertemu. Namun, mata hati mereka mengenal sifat-sifat yang mereka miliki yang dapat melahirkan rasa cinta dan penghormatan pada saat penglihatan penglihatan mereka tidak mampu memberikan perasaan seperti itu. Saya tahu, banyak orang yang mencintai Al-Jahidz lantara ilmunya yang luas, jiwanya yang mulia, dan kepribadiannya yang kuat. Padahal, kalau mereka melihatnya, niscaya penglihatannya tidak akan memberikannya memberikan rasa cinta lantaran bentuk fisiknya yang tidak menarik.

Dengan demikian, keindahan itu memilki standar makna yang hanya diketahui oleh akal, sebagaimana ia juga memiliki standar indrawi yang bisa diketahui oleh indra. Dari pemahaman yang komprehensif ini, amat tepat kalau Allah Swt kemudia diberi nama Al-Jamil (yang maha indah). Benar juga apa yang disabdakan Rasulullah Saw., “sesungguhnya Allah Swt itu Mahaindah dan mencintai keindahan.” Keindahan itu dicintai dalam segala aspeknya, baik indrawi maupun maknawi. Keindahan Allah Swt itu mencaku seluruh bentuk keindahan. Keindahan bunga itu sejatinya adalah keindahan Allah Swt. Sebab Dia yang menciptakannya. Jika seseorang melihat keindahan dengan penglihatan mata dan hati, niscaya penglihatannya sampai ke Zat yang menciptakan keindahan itu. Matanya melihat keindahan bentuk dan gambar, sedangkan akal larut dalam tafakur untuk menemukan Zat Yang Mahaindah, pencipta segala keindahan.

Jadi, indra manusia juga mempunyai peran dalam mengetahui keindahan Allah Swt. Orang yang mencintai Allah Swt tentu juga akan mencintai-Nya dengan penglihatan mata dan hati. Mata menglihat keindahan-Nya yang terbentang di alam semesta dan mata hati akan melihat keagungan dan kesempurnaan sifat-Nya. Tentu kita tahu bahwa keindahan bukanlah satu-satunya sebab yang menumbuhkan rasa cinta. Kebaikan juga merupakan sala satu pemicu tumbuhnya cinta. Bukankah di alam ini hanya ada satu Zat Yang Mahabaik, yang semua nikmat berasa dari-Nya? Bukankah di ala mini hanya ada satu Zat Yang Mahabaik, yang dari keagungan-Nya lehir segala bentuk keagungan? Adakah orang berakal di dunia ini yang menyangkal bahwa Dia adalah Allah Swt?

Dari sini, kita sampai pada sat hakikat yang pasti bahwa yang berhak mendapatkan cinta dengan makna yang sebenarnya hanyalah Allah Swt. Sebab hanya Dia satu-satunya alasan orang dalam menyatakan cinta. Di Mahaindah yang keindahan-Nya tampak pada berbagai bentuk keindahan yang kita lihat. Dia Mahabaik yang kebaikan-Nya terdapat pada segala sesuatu. Semua berasal dari ciptaan dan aturan-Nya. Dia Mahaagung dan keagungan-Nya membuat yang lain menjadi lemah.

Bagaimana cara untuk mendapatkan cinta ini?
Kita sudah tahu perbedaan antara cinta kepada Allah Swt pada azali dan cinta baru yang tumbuh lantaran usaha manusia. Kita sudah tahu bahwa Al-Quran berbicara tentang keduanya; berbicara tentang cinta dahulu dengan cara informasi dan ketetapan serta berbicara tentang cinta baru dengan cara ajakn dan arahan. Sekrang, saatnya kita bertanya bagaimana cara untuk menumbuhkan cinta kepada Allah Swt yang dapat mengalahkan cinta kepada yang lain?

Cara pertama adalah memperbanyak murraqabatullah (merasa diawasi oleh Allah Swt) dan berzikir kepada-Nya. Cara terbaik untuk itu adalah dengan menafakuri dan mengingat-ingat nikmaat Allah Swt yang diberikan kepada manusia. Orang beriman yang merasa dirinya diawasi oleh Allah Swt dan memperbanyak zikir kepada-Nya akan muncul dalam dirinya benih-benih cinta kepada Zat pemberi anugerah dan nikmat.

Mengaitkan berbagai kenikmatan yang diberikan kepada manusia dengan Allah Swt. Zat pemberi kenikmatan itu, adala cara pertama dan utama untuk menyalakan bara cinta kepada-Nya. Cara ini ditunjukka oleh Rasullah Saw. Dengan sabdanya. “Cintailah Allah Swt atas apa yang dia berikan kepadamu dari berbagai nikmat-Nya,” (HR Turmudzi dari Anas).

Bila Anda duduk di meja makan, ingatlah bahwa semua makanan yang lezat yang ada dihadapan anda itu adalah awalnya turun dari langit melalui hujan. Hujan menyirami bumi, lalu tumbuh tanaman dan binatang ternak yang ditundukkan oleh Allah Swt kepada Anda untuk dimakan daging dan susunya. Apakah ada selain Allah Swt yang mampu melakukan itu? Bila Anda masuk ke kamar mandi, ingatlah bahwa membersihkan tubuh Anda dari berbagai racun yang mematikan adalah Allah Swt. Bila Anda berdiri di hadapan mesin cuci setelah Anda keluar dari kamar mandi, ingatlah bahwa air yang Anda gunakan untuk bersuci dan membersihkan badan itu diciptakan Allah Swt untuk kepentingan manusia. Bila Anda tidak membersihkan badan tiga hari saja secara berturu-rutut badan anda akan tampak kotor dan bau lalu Anda akan gelisah karenanya.

Ketikan Anda keluar dari rumah dengan membawa perbekalan untuk berusaha dan bekerja, ingatlah bahwa yang memberi Anda kekuatan dan kesehatan serta yang menjaga Anda dari bakteri adalah Allah Swt. Ketika pulang kantor pada sore hari, kemudian Anda beristirahat di atas tempat tidur menunggu datangnya kantuk, ingatlah bahwa yang memberi Anda nikmat yang menakjubkan ini hanyalah Allah Swt. Bayangkan, seandainya Anda tidak diberi nikmat tidur ini dua hari saja, otot-otot Anda akan menjadi kejang, jiwa gelisah kesadaran pun akan terganggum dan akhirnya Anda akan gila. Saat Anda bangun setelah tubuh Anda mendapatkan makanan yang cukup berupa tidur lelap, lalu Anda kembali hidup dan segar ingatlah bahwa yang menghidupkan Anda setelah mematikan (tidur) adalah Allah Swt.

Satu hal yang pasti bahwa orang yang merasa dirinya senantiasa diawasi oleh Allah Swt. Dengan mengaitkan berbagai kenikmatan kepada Zat pemberi nukmat itu, hatinya akan dipenuhi cinta kepada Allah Swt, Zat pemberi nikmat dan Zat Yang Mahabaik. Rasa cinta ini akan menguat dan meguasi seluruh jiwanya sehingga dapat mengalahkan cinta yang lain.

Cara kedua adalah menjaga diri secara maksimal untuk menjauhi makanan haram. Haram yang dimaksud di sini banyak macamnya, misalnya haram Zatnya untuk dimakan atau diminum dan haram untuk dijadikan sebagai pajangan di rumah, makanan haram yang dikonsumsi atau barang haram yang dipajang dirumah akan menyebabkan pelakuknya berperangai keras dan memiiki kepada melebihi kerasnya naluri binatang buas. orang yang mengonsumsi barang haram harus diingatkan agar kembali kepada Allah Swt meski ia tidak mau diingatkan. Mereka menikmati segala kenikmatan tetapi mereka tidak pernah bertanya dari mana sumber kenikmatan itu. Mereka tidak merasa bahwa orang yang tidak bersyukur atas kenikmatan itu sungguh amat tercela

Sekali lagi, hati dan kepada yang keras disebabkan oleh makan haram. Semakin lama seseorang terlibat dengan barang haram, akan semakin keras hatinya. Dalam Al-Quran, hal ini disebut dengan istilah ar-ra`an (mengalahkan hatinya). Orang yang terus menerus berhubungan dengan barang haram, lama kelamaan imannya akan tercabut dari dada. Naudzubillah.

Cara ketiga adalah duduk bersama orang-orang shaleh, menjauhi tempat-tempat orang fasik dan tempat-tempat kemaksiatan. Orang-orang shaleh yang diharapkan depat memberikan kebaikan kepada orang lain ada dua kelompok. Kelompok pertama adalah orang-orang awam yang hatinya bersih dari watak pendendam dan sifat-sifat tercela. Mereka selalu mencari kebaikan untuk dirinya dimana pun mereka berada, merasa gelisa dengan kejahatan meski menggiurkan, selalu terlihat dekat dengan Allah Swt, dan memohon ampun setiap saat atas dosa-dosa yang mereka perbuat. Mereka termasuk kategori orang-orang yang disebut oleh Allah Swt dalam firmannya:

وَٱصۡبِرۡ نَفۡسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ رَبَّهُم بِٱلۡغَدَوٰةِ وَٱلۡعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجۡهَهُۥۖ وَلَا تَعۡدُ عَيۡنَاكَ عَنۡهُمۡ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُۥ فُرُطٗا ٢٨
Artinya: “Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti keinginannya dan kedaannya sudah melewati batas,” (QS Al-Kahf [18]: 28)

Barangkali mereka juga termasuk dalam kategori orang-orang yang disabdakan Rasulullah Saw: “Banyak orang yang rambutnya awut-awutan, penuh debu, memiliki kain yang lusuh, kalau mendatangi rumah akan ditolak, tetapi apabila ia bersumpah atas nama Allah Swt pasti akan dipenuhi sumpahnya, "(HR Al-Hakim).

Bila Anda menemukan orang-orang seperti ini, bergabunglah dan berusahalah untuk mengikuti jalan mereka, tanpa banyak tanya. Bergabunglah dengan mereka untuk mendapatkan pengetahuan dan hikmah. Kelompok kedua adalah para ulama yang mengamalkan ilmunya. Mereka zuhud terhadap dunia, mengikat diri dengan sifat wara' (menjaga diri dari barang haram), memudahkan bagi orang lain dalam hal pelaksanaan hukum-hukum syara: selagi ada dalil yang kuat baik dari Al-Quran, Sunnah, maupun ijtihad ulama yang tsiqah (kuat). Mereka memiliki waktu khusus dengan Allah Swt untuk menyendiri, berzikir, dan melaksanakan ibadah-ibadah sunah. Mereka memiliki waktu pada malam hari untuk merendahkan diri dan memohon ampun kepada Allah Swt.

Bila Anda bertemu dengan orang-orang seperti ini, kencangkan ikat pinggang untuk bergabung bersama mereka dan berusahalah agar Anda bisa duduk bersama mereka serta mendapatkan ilmu dari mereka. Jadikan mereka sebagai petunjuk dan pembimbing agama Anda karena ilmu mereka yang mendalam tentang agama akan membimbing Anda ke pintu hidayah. Sifat mereka yang wara' dalam setiap perilaku membuat Anda semakin dekat dengan Allah dan semakin jauh dari kesenangan duniawi dan nafsu. Janganlah Anda menjadikan orang yang kurang mengerti dalam hal agama sebagai pembimbing agama sebab banyak orang yang berpengetahuan, tetapi ilmunya hanya untuk meraih kedudukan, harta, dan ketenaran. Tak seorang pun yang lebih berbahaya bagi seorang muslim selain pembimbing agama palsu. Banyak orang yang awalnya istiqamah, kemudian menjadi lalai. Banyak juga yang awalnya dekat dengan petunjuk, kemudian menjadi tersesat lantaran tertipu oleh pembimbing agama palsu. Mereka mengajarkan Islam, padahal mereka tidak memahami akidah, hukum halal-haram, masalah ibadah, dan muamalah. Ingatlah bahwa ridha Allah Swt hanya bisa digapai dengan ilmu pengetahuan. 

Ilmu akan mengarahkan kita untuk beramal. Amal saleh yang diiringi ilmu pengetahuan akan melahirkan rasa takut dan cinta. Orang yang mengaku takut dan cinta kepada Allah Swt tanpa ilmu sungguh seorang pembual.

Buah yang Bisa Dipetik dari Cinta kepada Allah
Apabila cinta kepada Allah sudah terwujud, buah yang paling besar adalah mengikuti Zat yang dicintai dengan cara melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah. Ini seperti yang difirmankan oleh Allah Swt.

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١
Artinya: "Katakanlah (Muhammad), 'jika kamu mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang," (QS Ali-Imran [3]: 31).

Cinta manusia kepada Allah Swt itu bertingkat-tingkat. Ketika cinta itu mulai mendekati sempurna, bentuk ketaatan kepada Allah Swt dan rasul-Nya pun sempurna, tidak semata melakukan yang wajib, tetapi banyak melakukan amalan sunnah guna menyempurnakan yang wajib, tanpa peduli meski dalam melaksanakan hal itu, ia harus menghadapi berbagai kesulitan. Namun, bila cintanya kepada Allah Swt itu berkurang, berkurang pula bentuk ketaatannya kepada Allah Swt dan rasul-Nya, juga komitmennya terhadap syariat agama. Di antara buah cinta manusia kepada Allah Swt adalah kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan-Nya sebab mustahil ada orang yang mencintai sesuatu, tetapi ia tidak ingin bertemu atau berdekatan dengannya. Kalaupun ia tahu bahwa untuk bertemu dengan Allah Swt harus ada kematian, ia tidak pernah takut menghadapi kematian itu. Ketulusan cintanya kepada Allah Swt menyebabkannya selalu berharap kematian sebab kematian baginya adalah bagaikan cara untuk bisa bertemu dengan Sang Kekasih, yaitu Allah. Orang yang memiliki cinta seperti ini akan mendapatkan balasan cinta dari Allah Swt. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw: "Barang siapa yang ingin bertemu Allah Swt, maka Allah Swt pun ingin bertemu dengannya,”

Orang yang mencintai Allah Swt akan merindukan kematian. Hal ini terjadi pada seorang sahabat Nabi bernama Hudzaifah. Ketika mendekati kematian, ia berkata, ''Kekasih datang saat terjadi kemiskinan, keberuntungan tanpa ada sedikit pun penyesalan." Ketika tanda-tanda kematian itu mendekati sahabat Jabir, ia berteriak sambal mengatakan, "Ya Rabb, pesuruhmu mencekikku, tetapi demi keagungan-Mu, Enkau mengetahui bahwa hatiku mencintai-Mu. "Cucu Ibnul Jauzi bercerita tentang kakeknya bahwa Ahmad, saudara kandung Imam Al-Ghazali, berkata, "Saat waktu subuh hari Senin, saudaraku Abu Hamid mengambil air wudhu lalu shalat. Kemudian, ia berkata, 'Ambilkan aku kain kafan!' Ia pun mengambil, mencium, dan meletakkannya di kedua matanya, seraya berkata, 'Saya siap untuk masuk menemui Raja.' Kemudian, ia lepaskan kedua alas kakinya, menghadap kiblat, dan meninggal saat matahari mulai terbit remang-remang." Mungkin ada yang berkomentar, ada orang yang tidak suka kematian meski ia mencintai Allah Swt. Mungkin ia merasa dirinya belum siap menghadap Allah Swt lantaran dosa-dosa yang ia lakukan atau merasa ibadah dan ketaatannya kepada Allah Swt belum sempurna. Saya katakan, kemungkinan ini hanya ada di pikiran orang yang belum menikmati indahnya cinta kepada Allah Swt. Orang yang mencintai Allah Swt dengan tulus amat sulit memendam rasa rindu akan pertemuan dengan Sang Khaliq. Kerinduan yang membuncah itu mengalahkan rasa takutnya akan kematian, bahkan siksa yang mungkin ia hadapi. Orang yang merindukan Allah Swt tidak akan peduli rasa sakit apapun.

Di antara buah cinta manusia kepada Allah Swt adalah banyak menyebut nama-Nya dan hal itu mengalahkan apa pun yang berkaitan dengan dunia dan isinya. Mereka adalah orang yang disebutkan oleh Rasulullah Saw., "Almufarridun akan mendahului." Para sahabar bertanya, "Siapakah almufarridun itu?" Rasulullah Saw bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang senantiasa berzikir kepada Allah Swt. Zikir meringankan beban-beban mereka sehingga mereka datang pada Hari Kiamat dengan keadaan ringan," (HRTurmudzi).

Buah cinta ini tidak dapat diperdebatkan sebab sebuah keniscayaan bahwa barang siapa yang mencintai sesuatu pasti ia banyak menyebutnya dan ia akan bergabung bersama orang-orang yang banyak menyebutnya. Merasa ringan kerika berzikir kepada Allah Swt menyebabkannya merasakan kenikmaran saat menyendiri, terutama pada sepertiga malam akhir. Kerinduannya untuk bermunajat dan zikir kepada Allah Swt dapat mengganggu tidurnya dan membangunkannya dari tidur nyenyak. Pada saat itu, ia tidak merasakan kenikmaran yang melebihi sikap berdiri di hadapan Allah Swt, berzikir, bermunajat, dan mengadukan seluruh persoalan yang ia hadapi kepada-Nya.

Di antara buah cinta manusia kepada Allah Swt adalah kasih sayang kepada orang yang dekat dengan-Nya dengan penuh penghambaan. Ia mencintai mereka dengan harapan agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat dan selamat dari murka Allah Swt. Adakalanya perasaan cinta itu menuntut adanya rasa benci karena-Nya sebab benci karena-Nya itu tidak diarahkan kepada pribadi seseorang, tetapi diarahkan kepada kemaksiatan yang ia lakukan atau kekufuran yang ia kerjakan. Benci kepada kemaksiatan yang dilakukan oleh seseorang menunjukkan cinta kepada-Nya. Inilah yang dimaksud oleh Nabi Luth as. ketika ia berkata kepada kaumnya:

قَالَ إِنِّي لِعَمَلِكُم مِّنَ ٱلۡقَالِينَ ١٦٨
Artinya: “(Luth) berkata, ‘Aku sungguh benci kepada perbuatanmu,’” (QS Al-Asyu`ara [26]: 168)

Referensi
Al-Buthy, Muhammad, Said, Ramadhan (2009) “Al-Hubb Fil Quran wa Daurul Hubb fi Hayatil Insan. Damaskus: Darul Fikr.
Al-Buthy, Muhammad, Said, Ramadhan (2013) “’Kitab Cinta’ menyelami Bahasa kasih sang pencipta, Bakhrun Syafi`i. Jakarta: PT Mizan Publika.

Share this article :
 
Comments
0 Comments
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muhamad Hamdi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger