Sekilas Resensi film 3 Idiot



Three Idiots adalah film Bollywood yang disutradarai Vidhu Vinod Chopra yang rilis pada 25 Desember 2009. Film ini mulai dibuat pada 28 Juli 2008 dengan jalan cerita yang ditulis oleh Rajkumar Hirani. Pembuatan film dilakukan di kota Delhi, Bangalore, Mumbai, Ladakh dan Shimla. Sedangkan yang menggambarkan universitas dilakukan di Indian Institute of Management - Bangalore dalam waktu 33 hari
Di dunia nyata kita mengenal India terkenal dengan IIT yang lulusannya 25% bekerja di Amerika, terutama di perusahaan IT ternama di dunia dan sisanya tersebar di belahan dunia lain, termasuk di India sendiri.


Sebuah film yang berkisah tentang bagaimana polah tingkah laku tiga mahasiswa melawan “pakem” aturan di ICE yang membebani mahasiswa dengan target dan orientasi LULUS-KERJA-SUKSES tanpa mempertimbangkan sisi psikologis dan kecerdasan-kecerdasan secara pribadi yang dimiliki oleh para mahasiswa. Karena tingkah mereka yang di luar standar dan cenderung dianggap bandel tersebut, semua teman termasuk Rektor Viru Sahastrabudhhe (Boman Irani) menjuluki tiga anak ini sebagai “anak-anak idiot”. Di kampus itu, persaingan adalah hal yang utama dan wajar. Profesor Virus menceritakan tentang burung Cuckoo sebagai ilustrasi Prinsip “kompetisi dan bersaing” seekor burung yang meletakkan telurnya di sarang burung lain. Saat telur itu menetas, burung Cuckoo akan mendepak telur lain dan merebut sarang burung tersebut. Prinsip kerja kompetisi dan bersaing ditanamkan sedemikian rupa sehingga mahasiswa hanya mengejar nilai dan gelar, tanpa pernah mengerti dan memahami makna dari nilai dan gelar itu sendiri.
Tiga mahasiswa ini mencoba mencari cara lain dalam menjalani hari-harinya sebagai mahasiswa ICE. Mereka sangat mengedepankan prinsip dari pendidikan itu sendiri bahwa pendidikan haruslah MEMAHAMI DAN MEMPRAKTIKKAN, dan bukan sekedar menghafal, perebutan nilai dan pelabelan. Pencaharan prinsip tersebut akhirnya disampaikan secara cerdas oleh aktor Aamir Khan yang memerankan Rancho kepada professor virus di kantornya. Ranco mengkritik kritis tentang sistem pendidikan di ICE yang membuat mahasiswa menjadi kolot yang berujung pada kepentingan diri sendiri. Tindakan ranco mengundang kemarahan sang profesor yang amat dahsyat sehingga Rancho diseret ke sebuah kelas, sambil berkata, “Inilah Rancho. Ia lebih memahami makna engineering daripada semua staf pengajar di sini. Baiklah, silahkan ajari kami tentang engineering (ungkap sang professor)”. Selanjutnya sang Profesor duduk di antara mahasiswa lain dan meninggalkan Rancho sendirian di depan kelas. Adegan berlanjut, sampai pada gaya jenaka Rancho yang menjawab.
“Hari ini kita belajar hal baru. Di sebuah sirkus kita melihat, bahwa singa-singa di sana adalah “well-trained”, tapi tidak “well-educated”. Saya tidak akan mengajari Anda tentang engineering karena saya yakin dengan kapabilitas Anda. Tapi saya akan mengajari Anda ‘cara mengajarkan engineering’….”
Sontak kalimat ini disambut gelak tawa segenap mahasiswa dan membuat profesor cemberut. 
Di akhir cerita, kita melihat tiga orang ‘idiot’ ini menjadi orang sukses karena mengikuti kata hati mereka dan memahami bahwa education tidak sekedar nilai dan gelar. Ranco menjadi seorang peneliti kelas dunia yang telah menghasilkan 400 paten, Farhan Qureshi menjadi seorang fotografer alam yang buku dan karya fotonya tersebar di seluruh dunia, sedangkan Raju Rastogi sukses bekerja di perusahaan sekaligus menjadi seorang penulis handal.

Film ini adalah adaptasi dari sebuah novel Five Point Someone yang ditulis oleh Chetan Bhagat., mengupas kelebihan dan kelemahan sistem pendidikan di India dalam bentuk cerita remaja. Film bernada kritis ini, meskipun disuguhkan dalam bentuk komedi dan drama, seolah-olah seperti mengupas praktik nyata di dunia pendidikan kita yang tak jarang memacu mahasiswa hanya untuk sekedar dapat nilai bagus, LULUS, KERJA, DAN KAYA tanpa memperdulikan potensi lain yang ada dalam dirinya. Konsep yang me-“rimba” ini hanya akan menguntungkan mereka yang benar-benar kompetitif dan pintar, lalu melumat habis-habis mereka yang sebenarnya cerdas, tapi tidak ditangani dengan sistem yang baik. Di sisi lain, sistem yang hanya mementingkan kompetisi akan membuat mahasiswa tidak pernah berpikir kreatif, karena takut bahwa hasil karyanya tidak sesuai dengan yang diinginkan dosen atau institusi. Demokrasi dalam berpendidikan inilah yang barangkali mengilhami lahirnya konsep Student Centered Learning (SCL).

Pesan lain yang cukup mengena adalah, milikilah kepercayaan terhadap diri sendiri. Sang Sutradara ingin berpesan, “jadilah orang yang memahami kemampuan diri sendiri dan maksimalkan potensi yang ada, niscaya kesuksesan akan menyertai”

Referencess
wikipedia.org & wibirama.staff.ugm.ac.id

Share this article :
 

2 komentar :

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muhamad Hamdi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger